NERACA
Jakarta - Rasio pembiayaan bermasalah (non performing finance/NPF) industri perbankan syariah masih relatif tinggi, kendaati saat ini tengah mengalami penurunan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli 2016, NPF perbankan syariah turun menjadi 4,7 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 4,89% persen.
Sementara itu, perbankan konvensional sendiri, rasio kredit bermasalahnya (non performing loan/NPL) mencapai 3,05 persen. Deputi Komisioner Pengawas Perbankan I OJK Mulya E Siregar mengatakan, masih tingginya NPF perbankan syariah disebabkan masih besarnya pembiayaan bermasalah di sektor perdagangan besar, yakni mencapai Rp2,28 triliun.
"Ini disebabkan masih belum pulihnya sektor perdagangan besar karena perlambatan ekonomi," ujar Mulya, seperti dikutip laman Antara, kemarin. Ia juga menuturkan, melambatnya ekonomi domestik, turut mempengaruhi penyaluran pembiayaan perbankan syariah, yang kemudian berimbas pada tingginya NPF perbankan syariah.
Sebelumnya, rasio NPF rendah karena pembiayaan sebelumnya tumbuh kencang di kisaran 20-30 persen, berbeda dengan kondisi saat ini. "Tapi sekarang karena total pembiayaannya tidak tumbuh, akhirnya buat angka itu tidak tumbuh sehingga NPF nya besar sampai di atas 4 persen. Ditambah lagi terjadi situasi ekonomi yang melambat. bersamaan itu datangnya, Kalau ekonomi tidak melambat, kita tidak akan lihat NPF itu naik," ujar Mulya.
Meskipun NPF masih tinggi, Mulya menyebutkan, belum ada bank syariah yang NPF-nya di atas 5 persen atau melewati batas atas yang ditetapkan regulator. "Overall (secara keseluruhan) memang mendekati ke lima persen tapi belum smpai diatas lima persen. Sekarang sudah mulai turun dan mereka sudah mampu mitigasi risiko pembiayaannya," kata Mulya.
Sebelumnya, Corporate Banking Director Bank Muamalat Indonesia Indra Y Sugiarto mengatakan, pembiayaan di sektor komoditas sejauh ini masih menjadi tantangan bagi perbankan syariah. Apalagi, pada 2012 harga komoditas perlahan mulai jatuh sehingga pembiayaannya banyak yang bermasalah. "Ketika itu, komoditas batu bara yang banyak bermasalah sehingga kami harus restructure," ujar Indra.
Selain itu, pembiayaan yang bermasalah juga disebabkan oleh penurunan kondisi perekonomian nasional maupun global. Indra mengatakan, sampai akhir tahun Bank Muamalat menargetkan NPF bisa turun antara 2,5 persen-3 persen. Untuk mencapai target tersebut, Bank Muamalat sudah melakukan perbaikan untuk kualitas pembiayaan dan juga restructuring. Sedangkan sampai akhir 2016, Bank Muamalat menargetkan pertumbuhan pembiayaan bisa mencapai 7 persen.
Sementara itu, Plt Direktur Bisnis Konsumer BNI Syariah Kukuh Rahardjo mengatakan, pada semester I 2016 BNI Syariah telah membukukan laba bersih sebesar Rp 145,65 miliar atau naik 45,73 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai Rp 99,94 miliar. Pertumbuhan laba tersebut disokong oleh ekspansi pembiayaan yang terjaga kualitasnya.
Menurut Kukuh, pencatatan laba bersih tersebut sebagian besar disumbang oleh konsumer dengan portfolio 55 persen dari total pembiayaan. Sampai akhir tahun BNI Syariah menargetkan pertumbuhan pembiayaan konsumer sebesar Rp 1,2 triliun. "Sampai dengan Agustus 2016, pembiayaan konsumer sudah mencapai Rp 810 miliar," ujar Kukuh. Selain pembiayaan konsumer, BNI Syariah juga memberikan pembiayaan di sektor ritel produktif/SME sebesar 22,78 persen, pembiayaan komersial sebesar 16,38 persen, pembiayaan mikro sebesar 5,77 persen, dan kartu pembiayaan Hasanah Card 2,11 persen.
HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…
NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…
NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…
HUT Ke 61, TASPEN Gelar Empat Kegiatan Sosial NERACA Jakarta – PT Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero) (TASPEN)…
NERACA Jakarta – Rapat Dewan Komisioner Mingguan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 17 April 2024 menilai stabilitas sektor…
NERACA Jakarta – Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abdul Manap Pulungan memandang bahwa…