Pengampunan Pajak

Di tengah kondisi pemerintahan Indonesia menghadapi sejumlah masalah ekonomi yang tidak ringan. Tingginya ketergantungan pada pasar ekspor, investasi asing dan utang luar negeri menyebabkan Indonesia sangat rentan pada perubahan situasi ekternal. Jatuhnya harga komoditas global yang selama ini menjadi andalan Indonesia telah memukul sektor keuangan nasional dan sektor fiskal.

Adalah UU Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) yang baru-baru ini disahkan DPR dan siap diberlakukan setelah Hari Raya Idul Fitri 1437 H, merupakan kado lebaran sebagai jalan terobosan untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut, yang setidaknya diharapkan dana masuk ke negeri ini mencapai Rp 165 triliun.

Pemerintah memang mengincar dana yang besar baik yang ada di dalam maupun di luar negeri. Diperkirakan sekitar Rp. 4.000 triliun dana WNI yang disimpan di luar negeri.  Jika dana ini kembali ke Indonesia, maka diharapkan akan membantu kesulitan likuiditas perbankan dan defisit fiskal yang dihadapi pemerintah saat ini.

Kondisi seperti apa yang dihadapi pemerintah sehingga tidak peduli lagi dengan uang halal atau haram? dan apakah UU tax amnesty nantinya akan menjawab persoalan fiskal yang dihadapi pemerintah dan masalah keuangan yang dihadapi perekonomian Indonesia? Untuk itu perlu kita mengenali terlebih dahulu problema  yang dihadapi pemerintah saat ini.

Berdasarkan rancangan UU Tax Amnesty yang diajukan pemerintah ke DPR,  definisi tax amnesty adalah Pengampunan Pajak berupa penghapusan pajak terutang, penghapusan sanksi administrasi perpajakan, penghapusan sanksi pidana di bidang perpajakan, serta sanksi pidana tertentu dengan membayar uang tebusan, sebagaimana ditetapkan dalam UU tersebut.

Patut diketahui publik, bahwa tax amnesty tidak mempersoalkan sumber dana yang masuk ke penerimaan pajak apakah haram (dari tindak kejahatan korupsi, pencucian uang) ataupun halal, semuanya wajib bayar pajak. Menurut dia, tax amnesty tidak menghapus pidana umum, tapi hanya sanksi pajak. Dengan demikian tidak akan menghalangi upaya mereka (KPK, Polri, PPATK), tapi tidak boleh menggunakan data dari tax amnesty.

Dengan demikian maka ruang lingkup tax amnesty sangat luas, tidak hanya menyangkut dana-dana yang tengah berstatus sengketa perpajakan, namun juga dana dana yang bersumber dari back office seperti perjudian, cuci uang, korupsi, pelacuran, perampokan, dan lain-lain,  yang selama ini memang tidak dikenai pajak. Bahkan dana tersebut terindikasi dilarikan ke luar negeri dan juga disimpan di berbagai lembaga keuangan dalam negeri.

Di sisi lain, salah satu pilar ekonomi  yang roboh adalah sumber pembiayaan negara dan pemerintahan. Penyebabnya adalah penerimaan negara dari pajak dan non pajak yang jatuh semakin dalam dibandingkan beberapa tahun sebelumnya. Padahal pemerintahan ini berambisi menambah penerimaan negara berkali-kali lipat lebih besar.

Lihat saja realisasi penerimaan pajak  tahun ini benar benar mengkhawatirkan. Bayangkan penerimaan pajak April 2016 hanya Rp. 98 triliun‎, menurun Rp. 7 trilun dari periode yang sama tahun lalu. Kondisi ini akan terus berlanjut pada periode mendatang dan target pajak sedikitnya akan merosot Rp 300 triliun. Sementara target penerimaan pajak sendiri Rp. 1.822 triliun, meningkat dibandingkan target tahun sebelumnya. Padahal realisasi tahun sebelumnya jauh dari target yang direncanakan.

Penerimaan negara bukan pajak akan berkurang sedikitnya Rp 100 ‎triliun dari target Rp 273 triliun, mengingat harga minyak dan harga komoditas yang masih tetap rendah. Sementara tumpuan penerimaan negara selama 10 tahun terakhir adalah komoditas. Secara keseluruhan pemerintah akan kehilangan Rp 400 ‎ triliun dari yang direncanakan. Jika pemerintah tidak mendapatkan utang sebesar 2,5% PDB, maka dipastikan pemerintah akan kekurangan uang sedikitnya Rp 650 triliun.

Tidak hanya itu. Pemerintah “lupa” memasukkan unsur pajak bumi dan bangunan (PBB) UU Tax Amnesty. Pasalnya, sekarang banyak penunggak PBB yang mencapai nilai puluhan juta rupiah karena ketidakmampuan ekonomi di banyak kota di Indonesia. Beruntung sekali warga Jakarta memperoleh pembebasan PBB untuk pemilik rumah pribadi di bawah harga jual Rp 1 miliar. Namun kebijakan ini harusnya menjadi perhatian pusat yang dapat dimasukkan ke dalam salah satu pasal UU Tax Amnesty, agar berlaku secara nasional.

Selain APBN yang gagal mecapai target, sektor keuangan secara keseluruhan pada era pemerintahan Jokowi mengahadapi masalah yang sangat serius. Mengapa? Ini dikarenakan utang pemerintah dan swasta yang semakin besar baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Menurut catatan BI, utang luar negeri pemerintah hingga kwartal I-2015 sebesar US$ 151,312 miliar. Sedangkan utang luar negeri swasta senilai US$ 164,673 miliar. Secara keseluruhan utang luar negeri pemerintah dan swasta mencapai US$ 315,985 miliar atau setara Rp 4.202 triliun!

Nah, pertanyaan berikutnya adalah, dana yang sekarang tersimpan di luar jika harus masuk ke Indonesia ke dalam sektor mana? surat utang negara? deposito pada perbankan? investasi langsung, atau bursa saham? ini penting mengingat apakah sektor sektor yang dimaksud siap untuk kemasukan virus uang uang semacam itu yang nantinya akan memiliki konsekuensi yang luas terhadap moraliti lembaga keuangan dan pemerintah.

Demikian pula dengan uang haram yang ada di dalam dalam bentuk kegiatan usaha ilegal (tidak kena pajak) di dalam negeri, apakah usaha usaha tersebut akan dilegalkan? ataukah apakah uang yang diperoleh dari kegiatan ilegal tersebut akan dimasukkan ke dalam sektor legal? jika ini dilakukan maka siap siap negara disandera oleh para pemain back office, dan hal ini akan memiliki konsekuensi lebih lanjut terhadap kehidupan ekonomi dan politik bangsa Indonesia di masa depan.

 

BERITA TERKAIT

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

BERITA LAINNYA DI Editorial

Cegah Dampak El Nino

Ancaman El Nino di negeri belakangan ini semakin kentara, apalagi data BPS mengungkapkan sektor pertanian saat ini hanya berkontribusi sekitar…

Permendag Tak Akomodatif

  Meski aturan pembatasan jenis dan jumlah barang kiriman pekerja migran Indonesia (PMI) sudah dicabut, penumpang pesawat dari luar negeri…

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…