MENJAWAB KERISAUAN PENGUSAHA IKUT AMNESTI PAJAK - Pemerintah Perpanjang Waktu Administrasi

Jakarta – Pemerintah akhirnya memperpanjang tenggat waktu administrasi amnesti pajak periode pertama. Batas waktu administrasi bagi wajib pajak (WP) yang ingin berpartisipasi dalam program periode pertama itu seharusnya berakhir 30 September 2016. Namun, Ditjen Pajak  memberi kemudahan dengan memperpanjang tiga bulan hingga 31 Desember 2016.

NERACA

Menurut keterangan pers Dirjen Pajak (23/9), kemudahan ini diberikan bagi WP yang ingin memanfaatkan tarif terendah 2% namun belum dapat mengisi dengan lengkap lampiran daftar harta dan utang serta menyampaikan dokumen yang dipersyaratkan pada surat pernyataan harta (SPH), pemerintah memberikan dispensasi waktu administrasinya.

Meski pemerintah tidak memperpanjang batas waktu amnesti pajak periode satu yaitu  30 September 2016 sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak, yang diperpanjang adalah batas waktu administrasi, seperti pengisian kelengkapan perincian daftar harta dan utang pada SPH beserta penyampaian dokumen yang dipersyaratkan  hingga 31 Desember 2016.

Pengamat perpajakan Yustinus Prastowo mengapresiasi langkah yang diambil pemerintah. "Pemerintah agaknya mengambil jalan tengah, tidak mau berisiko secara politik sehingga memilih pakai cara ini. Saya mengapresiasi langkah ini, setidaknya menunjukkan respon atas situasi yang berkembang dan terjadi beberapa hari belakangan," ujarnya di Jakarta, pekan lalu.

Seperti diketahui Yustinus baru -baru ini menggagas petisi melalui change.org yang meminta kepada Presiden Jokowi untuk memperpajang batas waktu pengampunan pajak periode pertama sampai tiga bulan ke depan. Dengan adanya kebijalan ini, dia kini tidak lagi melanjutkan petisi tersebut. "Saya kira keputusan pemerintah sudah win-win. Petisi saya kira sudah berhasil mendorong perbaikan meskipun belum tuntas," ujarnya. Yustinus mengharapkan perlu sosialisasi agar tidak menimbulkan kebingungan dan juga penumpukan antrean yang tidak perlu.

Menurut keterangan Ditjen Pajak, bentuk kemudahan administrasi yang diberikan adalah penyampaian SPH hanya dilampiri oleh surat setoran pajak (SSP) uang tebusan, daftar harta dan nilai dari harta (tidak detail) serta daftar utang dan nilai utang (tidak detil).

Sementara itu, pelunasan uang tebusan 2% untuk deklarasi dalam negeri dan repatriasi serta 4% untuk deklarasi luar negeri dari tambahan harta bersih tetap harus dilakukan sebelum disampaikannya SPH. Hanya proses administrasi pengampunan pajak periode pertama akhirnya diperpanjang hingga Desember 2016.

Keputusan tersebut pun disambut positif para pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia. "Kami sangat mengapresiasi, karena itu memang usulan dari para pengusaha," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan P Roeslani, akhir pekan lalu.

Dengan perpanjangan proses administrasi tax amnesty periode pertama, Rosan memperkirakan, pengusaha-pengusaha yang akan ikut tax amnesty akan semakin bertambah banyak. "Dilihat dari animonya, ini akan sangat positif. Akan banyak pengusaha-pengusaha yang ikut tax amnesty," ujarnya.

Namun Rosan menilai target dana tebusan Rp 165 triliun merupakan target yang terlalu agresif, meski dirinya tetap mendukung upaya pemerintah untuk menyukseskan program tax amnesty.

"Saya tetap konsisten bahwa Rp 165 triliun itu target yang sangat agresif. Oke, kita tidak usah bicara Rp 165 triliun, tapi kita lihat bahwa program ini direspons sangat positif dan pertumbuhannya juga sangat signifikan," ujarnya.

Kementerian Keuangan mencatat jumlah uang tebusan hingga hari Jumat (23/9) atau tujuh hari menjelang berakhirnya periode pertama program amnesti pajak dengan tarif terendah 2%, sudah mencapai Rp 39,1 triliun.

Berdasarkan data statistik yang diakses di situs www.pajak.go.id/statistik-amnesti,  jumlah surat pernyataan harta yang telah didaftarkan dalam program amnesti pajak sudah 141.798 surat pernyataan harta (SPH) dengan total harta yang dilaporkan mencapai Rp 1.637 triliun.

Komposisi total harta tersebut adalah deklarasi harta di dalam negeri sebesar Rp 1.101 triliun, deklarasi harta di luar negeri Rp 446 triliun dan dana wajib pajak yang kembali ke Indonesia dari luar negeri atau repatriasi sebesar Rp 89,9 triliun.

Sementara, komposisi uang tebusan berasal dari partisipasi wajib pajak orang pribadi non-UMKM sebesar Rp 34,2 triliun, badan non-UMKM Rp 3,58 triliun, orang pribadi UMKM Rp 1,28 triliun, dan wajib pajak badan UMKM Rp 46,3 miliar.

Sedangkan realisasi penerimaan program amnesti pajak dengan ditambah uang tebusan lainnya mencapai Rp 52,3 triliun. Komposisi penerimaan tersebut terdiri dari surat setoran pajak (SSP) atau uang tebusan sesuai Pasal 8 ayat 3 b UU Pengampunan Pajak sebesar Rp 48,9 triliun, pembayaran seluruh tunggakan pajak peserta "tax amnesty" sebesar Rp 3,06 triliun, dan pembayaran pajak yang sedang dalam pemeriksaan bukti permulaan atau penyidikan sesuai Pasal 8 ayat 3 d sebesar Rp 287 miliar.

Jumlah uang tebusan berdasarkan surat pernyataan harta tersebut bertambah Rp 6 triliun dalam waktu 24 jam.

Penambahan jumlah uang tebusan amnesti pajak meningkat signifikan seiring menjelang berakhirnya periode pertama program amnesti pajak dengan tarif tebusan paling rendah, yakni 2%. Sedangkan mulai 1 Oktober mendatang tarif tebusan amnesti pajak akan menjadi 3% dan bertambah lagi jadi 5% mulai 1 Januari 2017.

Namun Kementerian Keuangan memberikan pelonggaran kepada wajib pajak yang ingin berpartisipasi namun belum selesai menghitung total aset, untuk dilaporkan dengan menandatangani surat pernyataan keikutsertaan amnesti pajak dalam periode pertama. WP yang telah mendaftar lebih dulu diberi perpanjangan waktu pelaporan aset hingga akhir Desember 2016.

Target Bombastis

Pengusaha yang tergabung dalam Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memprediksi target tax amnesty (pengampunan pajak) dari sisi uang tebusan dan dana repatriasi tak akan tercapai.

Pasalnya, angka-angka yang disosorkan itu adalah angka-angka bombastis yang kecil kemungkinannya tak bakal tercapai. Pasalnya dulu, pemerintah saat Menteri Keuangan (Menkeu)-nya Bambang Brodjonegoro keliru dalam mematok target.

“Pak Bambang (Menkeu dulu) melihatnya beda. Capital yang ada di luar negeri, 100 persen miliknya, tanpa melihat lagi neraca. Padahal bisa jadi modal harus dikurangi lagi sama utang perusahaan,” jelas Wakil Ketua Umum Kadin Bidang Perdagangan Benny Soetrisno di Jakarta, Jumat (23/9).

Apalagi kemudian, kata dia, muncul angka-angka fantastik dari adanya kasus Panama Papers. Padahal jika mau melihat nilai perusahaan, yaitu antara aset dikurangi utang.

“Mestinya jangan hanya melihat dari Panama Papers ya. Panama Papers itu kan menyebutkan perusahan A, B, dan C kapitalnya sekian, padahal kan belum tentu neracanya segitu. Mungkin pertimbangannya di situ,” tutur dia.

Pemerintah sendiri dalam program tax amnesty ini menargetkan uang tebusan sebesar Rp165 triliun sedang dana repatriasi yang sangat diandalkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebesar Rp1.000 triliun.

Benny melanjutkan, agar proses tax amnesty berjalan cepat, maka mekanisme self assesment memang diperlukan. Kalau objek pajaknya nilainya wajar maka sesuai yang dilaporkan saja. Termasuk soal NJOP.

“Jadi gunakan asas self assesment saja. Seperti aset rumah, sertifikatnya tahun berapa, nomer berapa, nilai berapa, ya udah percaya saja. Deposito juga begitu, berapa nomornya. Kalau masih minta buktinya lagi maka akan kelamaan,” tegas dia.

Benny juga menyorot soal target tax amnesty yang sangat diharapkan Jokowi. Namun sayangnya, aturannnya sendiri masih belum terlalu jelas dan memicu polemik di kalangan pengusaha. Salah satunyabterkait dana repatriasi yang harus di-lock atau dikunci selama tiga tahun.

“Katanya, dana itu dibawa masuk ke bank persepsi dan tidak boleh digunakan selama tiga tahun. Teman-teman di Apindo teriak, tidak logis dong. Kalau uangnya mau dibawa ke sini masabtidak digunakan,” ujarnya seperti dikutip laman aktual.com.

Karena bisa jadi, dana repatriasi itu bisa saja digunakan untuk melunasi utang atau malah dipakai berbisnis di sini. Tapi karena memang kurang sosialisasi, pihak bank persepsi juga bilang, kalau mau digunakan berdagang atau berbisnis di sini ya hutanglah ke bank itu, uang tersebut dijadikan jaminan.

“Lah kalau begitu, ngapain uangnya dibawa kesini. Lalu, teman-teman Apindo akhirnya melakukan pendekatan, oh tidak apa-apa dong dipakai berdagang. Itu cara bank persepsi saja yang mau ambil untung dari marjin bunga,” papar dia.

Dengan kondisi seperti itu, katanya, membuat target repatriasi sendiri tak akan tercapai. Pihak Kadin justru lebih melihat proyeksi Bank Indonesia (BI) untuk dana repatriasi lebih realistis yaitu Rp560 triliun dibanding Rp1.000 triliun dari pemerintah. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…