Untuk Oktober 2016 - Pemerintah Prediksi Harga Premium Turun dan Solar Naik

NERACA

Jakarta – Kementerian Energi Sumber Daya Mineral memprediksi harga bahan bakar minyak jenis premium akan turun sedangkan harga solar akan mengalami kenaikan per Oktober 2016. Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM IGN Wiratmaja Puja mengatakan perkiraan penyesuaian harga dilakukan berdasarkan evaluasi tiga bulanan yang dilakukan pemerintah, di mana didapati adaa perubahan harga rata-rata minyak dunia.

Penentuan harga BBM bersubsidi sempat ditiadakan pada pertengahan tahun karena ada hari raya Idul Fitri sehingga penghitungan tiga bulan dimulai dari Juli, Agustus, dan September. “1 Oktober itu masuk tiga bulan kami evaluasi. Ada dari rata-rata tiga bulan ada perubahan sedikit. Premium turun dan solar naik,” katanya.

Menurut Wiratmaja, pemerintah akan menunggu hingga tanggal 25 bulan ini untuk menghitung total harga penyesuaian. Ia juga mengatakan akan mendiskusikan hal tersebut kepada Pelaksana Tugas (Plt) Menteri ESDM Luhut Binsar Panjaitan. “Tapi dari harga minyak dunia kami hitung semuanya bahwa premium turun, solar naik. Kisarannya antara Rp300 - Rp500 per liter fluktuasi naik turunnya rata-rata segitu,” katanya.

Sebelumnya, – PT Pertamina (Persero) mencatat impor bahan bakar minyak (BBM) jenis Premium turun 30 persen dari Agustus hingga rencana Oktober 2016 karena peralihan konsumsi masyarakat dari Premium ke Pertamax.

“Tren impor Premium akan menurun sejalan dengan menurunnya konsumsi beberapa bulan ini. Kalau kita lihat dari 7,8 juta barel pada Agustus menjadi 5,4 juta barel pada Oktober, penurunannya hampir 30 persen,” kata Senior Vice President Integrated Supply Chain (ISC) Pertamina Daniel Purba di Kantor Pusat Pertamina Jakarta, disalin dari Antara.

Daniel mengatakan impor Premium menurun dari 7,8 juta barel pada Agustus, menjadi 6,9 juta barel pada September, kemudian 5,4 juta barel pada Oktober. Tren penurunan impor Premium diperkirakan terus berlanjut sampai akhir tahun.

Menurut dia, penurunan tersebut merupakan dampak perubahan konsumsi masyarakat dari Premium ke Pertamax. Hal tersebut tercermin dari stok Premium yang masih cukup tinggi selama dua bulan terakhir, sedangkan stok Pertamax kian menurun.

“Pertamax stoknya turun signifikan pada awal Juli. Secara umum permintaannya cukup tinggi walaupun kita agak 'surprise' karena mungkin harganya (Pertamax) tidak beda jauh dengan Premium sehingga konsumen bergeser ke Pertalite dan pertamax,” ujar Daniel.

Dengan meningkatnya permintaan, impor Pertamax pun meningkat dari 1,4 juta barel pada Agustus menjadi 2,7 juta barel pada September dan akan meningkat kembali menjadi 3,1 juta barel pada Oktober 2016.

PT Pertamina (Persero) menyatakan fasilitas pencampuran (blending) minyak mentah di Tanjung Uban, Bintan, dapat mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) hingga 2 juta barel per bulan. Daniel Purba mengatakan pembangunan fasilitas blending ini ditargetkan selesai konstruksi pada November 2016 dan nantinya memiliki kapasitas 260.000 kiloliter (kl) minyak.

“Kita ada pembangunan fasilitas blending mogas di Tanjung Uban dengan kapasitas 260.000 kl. Kita sedang berupaya untuk bisa blending sendiri sehingga bisa mengurangi pembelian Mogas 88,” kata Daniel.

Daniel mengatakan sebelumnya Tanjung Uban memiliki fasilitas terminal BBM dengan kapasitas 60.000 kl kemudian dikembangkan dengan menambah empat tangki berkapasitas masing-masing 50.000 kl sehingga totalnya setelah pembangunan menjadi 260.000 kl.

Selain itu, dermaga yang semula berkapasitas 35.000 DWT juga dikembangkan menjadi 100.000 DWT sehingga dapat menampung kapal yang lebih besar serta mengurangi biaya logistik pengangkutan.

Adapun fasilitas blending ini dibangun agar perseroan dapat mengolah Premium sendiri untuk kebutuhan dalam negeri, bahkan mengurangi impor hingga 2 juta barel per bulan. “Dari fasilitas ini bisa (mengurangi impor) sampai 2 juta barel per bulan. Yang jelas harus bisa lebih murah daripada beli karena selama ini impor Mogas 88 juga hasil adukan orang lain. Daripada untungnya untuk orang lain, lebih baik blending sendiri,” ujar Daniel.

Ia menambahkan fasilitas blending ini tidak hanya untuk memproduksi Mogas 88 atau Premium, melainkan juga Pertalite dan Pertamax. Selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, Pertamina memproyeksikan fasilitas ini dapat memasok bahan bakar ke pasar Asia Pasifik, seperti Myanmar dan Kamboja yang masih menggunakan Mogas 88.

Namun demikian, Pertamina mengakui ada risiko teknis dan operasional untuk melakukan pencampuran sendiri, salah satunya pengangkutan minyak mentah karena jauhnya jarak antara fasilitas blending dan kilang.

BERITA TERKAIT

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Konsumen Cerdas Cipakan Pasar yang Adil

NERACA Jakarta – konsumen yang cerdas dapat berperan aktif dalam menciptakan pasar yang adil, transparan, dan berkelanjutan. Konsumen perlu meluangkan…

Sistem TI Pantau Pemanfaatan Kuota BBL

NERACA Jakarta – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) melalui Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap menyiapkan sistem informasi pemantauan elektronik untuk mengawal…

UMKM Pilar Ekonomi Indonesia

NERACA Surabaya – Usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) merupakan pilar ekonomi Indonesia. Pemerintah akan terus memfasilitasi kemajuan UMKM dengan…