MUNCUL PETISI AMNESTI PAJAK KE PRESIDEN JOKOWI - Pengusaha Minta Perpanjangan Waktu

Jakarta – Kalangan pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia meminta pemerintah dapat memperpanjang periode I program amnesti pajak tanpa perlu menerbitkan peraturan pengganti undang-undang (Perppu). Pasalnya, periode pertama program pengampunan pajak dengan tarif tebusan termurah 2% akan segera berakhir pada September 2016.

NERACA

Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, Rosan P Roeslani mengatakan, jangka waktu tiga bulan dari Juli-September 2016 jauh dari kata cukup untuk mengonsolidasi ribuan aset para pengusaha besar. Apalagi pada Juli lalu, waktunya habis terpakai untuk menggelar sosialisasi, penerbitan aturan pelaksana tax amnesty.

"Tidak gampang konsolidasi perusahaan, di laporan keuangan kan harus balance ketika kita melaporkan aset. Itu baru satu aset, kalau punya ratusan sampai ribuan aset, bagaimana. Ada satu konglomerat punya 1.000 aset," ujarnya di Jakarta, Rabu (21/9).

Bahkan Rosan mengakui menggunakan jasa konsultan pajak untuk memasukkan seluruh aset ataupun hartanya dalam rangka ikut pengampunan pajak. Rencananya Pendiri Recapital Group ini akan melaksanakan pengampunan pajak pada 27 September 2016. "Saya sudah hire konsultan pajak, pokoknya selesaikan sebelum 27 September," tutur dia.

Oleh karena itu, menurut dia, pengusaha meminta perpanjangan periode pertama dengan tarif 2% dapat diperpanjang sampai dengan Desember 2016. Rosan mengingatkan, kebijakan ini bisa dilakukan tanpa menerbitkan Perppu. "Karena banyak yang belum selesai konsolidasi, perpanjang tarif tebusan 2 % sampai Desember. Jadi cuma masalah administrasi saja, sehingga tidak perlu ubah UU," ujarnya.

Teknisnya, menurut dia, pengusaha sudah mendaftar ingin ikut tax amnesty, membayar uang tebusan, melunasi tunggakan pajak sebelum September 2016. Namun untuk administrasi menyusul karena harus konsolidasi terlebih dahulu.

"Jadi kita sudah daftar tax amnesty, bayar uang tebusan sebelum akhir September. Nah kalau administrasi laporan harta diberikan menyusul di periode Oktober-Desember, tetap dikenakan tarif 2%. Ini artinya cuma masalah administrasi sehingga tidak perlu ubah UU," ujarnya.

Menurut Rosan, kebijakan ikut tax amnesty boleh dilakukan tiga kali sangat tidak efektif. Alasannya, pengusaha tetap harus membayar tarif tebusan lebih mahal di periode kedua dan ketiga.

"Namanya juga pengusaha kalau dikenakan tebusan 3%-6% di periode kedua kan lumayan besar. Dengan memperpanjang periode pungutan tarif 2%, pasti realisasi tax amnesty meningkat signifikan," ujarnya.

Dalam hal ini, Rosan mengaku sudah berkoordinasi dengan Wakil Menteri Keuangan maupun Direktorat Jenderal Pajak untuk ditindaklanjuti. "Tapi ya tidak tahu bagaimana hasilnya," ujarnya.
Secara terpisah, pengamat perpajakan sekaligus Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menyampaikan sebuah petisi yang ditujukan kepada Presiden Jokowi sebagai permohonan memperpanjang periode pertama tax amnesty dengan tarif tebusan 2%.

Alasannya, menurut Yustinus, adalah karena pemahaman masyarakat masih sangat minim akibat sosialisasi tax amnesty yang mepet. Sehingga, dibutuhkan perpanjangan waktu dengan tarif tebusan paling rendah.

Menurut Yustinus, masyarakat yang ingin ikut dalam program tax amnety sangatlah banyak. Apalagi periode pertama ini tebusan amnesty pajak masih di angka 2%. "Masyarakat yang berminat ikut banyak, tapi waktu yang tersisa tinggal sembilan hari untuk tarif yang terendah," ujarnya di Jakarta, kemarin.  

Oleh sebab itu, periode pertama dengan tebusan dua persen sangatlah perlu diperpanjang, agar masyarakat memiliki waktu dan pemahaman yang matang untuk mengikuti program tax amnesty."Perlu diperpanjang, antrean masyarakat yang ingin ikut masih panjang," ujarnya.

Menurut Yustinus, program pengampunan pajak telah diberlakukan sejak 1 Juli 2016 melalui UU No. 11 Tahun 2016. Pemerintah berketetapan memberikan amnesti pajak demi mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi, peningkatan likuiditas, perluasan basis pajak, dan melanjutkan reformasi perpajakan yang menyeluruh. 

"Kita ketahui program ini membutuhkan sosialisasi yang tidak mudah dan peraturan teknis yang diterbitkan hingga akhir Agustus 2016, sehingga memangkas waktu dan kesempatan yang dimiliki para wajib pajak yang sangat antusias untuk mengikuti program ini," tulis pernyataan itu. 

"Kini waktu semakin sempit, hanya tersisa 10 hari hingga berakhirnya periode I di 30 September 2016, di mana wajib pajak dapat menikmati tarif terendah. Namun pemahaman yang terlambat, kebutuhan waktu memantapkan hati, dan persiapan yang tidak mudah berpotensi merenggut hak wajib pajak untuk dapat ikut amnesti pajak di Periode I. Tentu saja dapat kita bayangkan dampak dan akibat dari hilangnya kesempatan ini," kata Yustinus. 

Pemerintah Belum Memutuskan

Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan adanya anggapan bahwa sosialisasi tax amnesty terlambat karena waktu sosialisasi pendek, menjadi salah satu hal yang mengganggu pelaksanaan program ini .

Seperti dikutip dari situs Setkab.go.id, Pramono menegaskan, Presiden sampai hari ini belum memutuskan apakah perlu melakukan amandemen ataupun perubahan terhadap waktu pelaksanaan tax amnesty. Seperti diketahui, ada tiga periode pelaksanaan dengan tarif tebusan berbeda, yakni periode September, periode Desember, dan periode Maret.

“Karena ini sudah berjalan maka ditunggu saja. Yang jelas pemerintah memberikan kemudahan bagi calon-calon yang akan mendeklarasikan atau repatriasi, kemudian dananya ada di luar negeri, yang administrasinya masih ada kekurangan, maka itu akan dipermudah,” jelas Pramono.

Kemudahannya, ujar Pramono, yakni calon peserta bisa melaporkan dulu kepada Dirjen Pajak berapa jumlah yang akan dilaporkan. Lalu, administrasinya nanti akan dilakukan perbaikan kemudian.

"Dengan demikian, mereka bisa melaporkan dan mendapatkan kemudahan masih dalam periode September," pungkas Pramono

Sementara itu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan sebuah petisi online yang meminta perpanjangan periode pertama program tax amnesty (pengampunan pajak) tidak bisa menganulir Undang-Undang Pengampunan Pajak yang telah diberlakukan. "Ya nanti kita dengarkan dulu petisi itu ya," ujarnya seperti dikutip laman satuharapan.com.   

Ketika ditanya apakah mekanisme sebuah petisi online dapat membatalkan sebuah undang-undang, Sri Mulyani mengatakan sebuah petisi online tidak dapat membatalkan sebuah undang-undang yang telah diterbitkan. "Itu (Tax Amnesty) Undang-Undang. Jadi Undang-Undang kan harus dilaksanakan. Kalau petisi kan tidak bisa menganulir undang-undang," ujarnya.  

Sebelumnya, PP Muhammadiyah mengusulkan pemberlakuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau Tax Amnesty diperpanjang hingga tiga tahun ke depan.  Hal itu diusulkan PP Muhammadiyah saat melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan, Sri Mulyani, Direktur Jenderal Pajak, Ken Dwijugiasteadi, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki, dan pengurus PP Muhammadiyah, dan sejumlah staf dari Kementerian Keuangan di kantor PP Muhammadiyah, Jakarta Pusat, pekan lalu.  

 “Tadi yang banyak diminta adalah masalah waktu, kan itu sembilan bulan: tiga bulan pertama, tiga bulan kedua, (dan tiga bulan ketiga). Tadi kita minta kalau bisa diperpanjang tiga tahun supaya masyarakat lebih paham dan kesadarannya muncul dengan baik,” kata Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan PP Muhammadiyah, Lincolin Arsyad kepada pers.   

Pada pasal 4 UU Pengampunan Pajak telah ditetapkan jangka waktu pembayaran tarif uang tebusan atas harta di dalam negeri  di mana sebesar 2% untuk periode penyampaian Surat Pernyataan pada bulan pertama sampai dengan akhir bulan ketiga terhitung sejak UU ini mulai berlaku (1 Juli 2016), 3% untuk bulan keempat sampai dengan 31 Desember 2016 dan 5% sejak tanggal 1 Januari 2017 sampai dengan tanggal 31 Maret 2016.  

Sedangkan besaran 4%, 6%, dan 10% dalam periode yang sama dengan di atas untuk pembayaran tarif uang tebusan atas harta yang berada di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.  Menurut Lincolin, usulan tersebut sulit diwujudkan karena tidak mudah mengubah UU Pengampunan Pajak yang telah ditetapkan.  “Tapi itu kan karena sudah Undang-Undang sulit diubah harus mengubah undang-undang kita,” ujarnya. bari/mohar/fba  

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…