Regulasi Kredibel untuk Google

Oleh: Munib Ansori

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

 

Google kembali tersandung persoalan pajak yang, oleh karenanya, mendapat sorotan cukup tajam belakangan ini. Intensitas sorot mata publik menjadi kian runcing menyusul penolakan investigasi oleh otoritas pajak di negeri ini. Tuduhannya pun tak main-main: Google berutang bayar pajak Rp 500 miliar tiap tahun ke pemerintah Indonesia, dan bila dinyatakan bersalah total utang pajak yang mesti dibayar Rp 5,5 triliun. Sungguh nilai yang fantastis!

Negara tak boleh kalah oleh Google. Itu jelas prinsip. Tapi negara harus adil kepada dunia usaha, itu juga prinsip. Artinya, Google, Twitter, Facebook, Yahoo, Amazone, dan raksasa korporasi berbasis internet yang mengoperasikan bisnisnya di bawah langit Indonesia wajib patuh pada aturan republik ini. Demikian halnya pemerintah Indonesia harus punya aturan lugas, jelas, dan adil kepada para pebisnis—baik domestik maupun asing.

Rezim perpajakan untuk industri digital memang menjadi persoalan sejagat. Saban investigasi pajak dilakukan untuk perusahaan digital kelas dunia, beberapa negara tampak kelimpungan. Alih-alih mudah, negara maju di Benua Biru seperti Inggris, Perancis, Italia, dan Spanyol, juga mengalami problem serius kala menarik pajak dari industri jasa model itu.

Di Indonesia, agaknya, aturan yang kurang kredibel berhasil dimanfaatkan Google atau perusahaan teknologi informasi global lainnya untuk menghindari pajak. PT Google Indonesia bukan Badan Usaha Tetap (BUT) atau “permanent establishment” dan hanya sebatas  "dependent agent" dari Google Asia Pacific Pte Ltd yang bermarkas di Singapura. Kendati Google Indonesia telah meraup belasan triliunan rupiah dari bisnisnya di Tanah Air, namun mereka tidak melakukan kegiatan pengaturan “traffic data” atau perawatan, sehingga pendapatan dari iklan tidak bisa dikenakan pajak oleh otoritas Indonesia.

Rupa-rupanya, aturan mengenai BUT dalam Undang-undang Pajak Penghasilan (PPh) tidak dapat menjangkau aktivitas ekonomi yang dikerjakan oleh raksasa bisnis asal Negeri Paman Sam, karena aturan itu hanya membatasi pada keberadaan bisnis secara fisik seperti bangunan atau proyek konstruksi. Adapun keberadaan jaringan internet, seperti yang dilakukan Google, tidak dikenal sebagai BUT.

Celah regulasi semacam ini harus ditutup selekas mungkin sehingga tidak dimanfaatkan oleh para pihak. Kementerian Keuangan, Kementerian Kominfo, BKPM, dan pihak lain lain harus bertindak cepat dengan menutup celah aturan tersebut dan di saat bersamaan tetap menjaga iklim investasi industri internet non konvensional yang beroperasi secara virtual.

Pada intinya, perbaikan dan revisi aturan main adalah hal yang paling utama. Yakni, mewujudkan aturan bisnis ramah investor namun dengan sanksi tegas bagi para pelanggar. Adalah sangat konyol memaksa Google membayar pajak tanpa regulasi yang kredibel. Sama konyolnya dengan membiarkan Google hidup bahagia menikmati hasil bisnis di Indonesia tapi alpa membayar pajak.

BERITA TERKAIT

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

BERITA LAINNYA DI

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…