TERUNGKAP 70% BIROKRASI HANYA URUS SPJ - Jokowi Kritik Sistem Pelaporan Keuangan

TERUNGKAP 70% BIROKRASI HANYA URUS SPJ
Jokowi Kritik Sistem Pelaporan Keuangan
Jakarta - Presiden Jokowi meminta Menteri Keuangan dan Menko bidang Perekonomian untuk membuat sistem pelaporan yang simpel, tidak bertele-tele. Sebab, yang terjadi selama ini, menurut Presiden, mungkin 60-70% birokrasi di negeri ini setiap hari mengurus surat perintah jalan (SPJ).
NERACA
“Saya nggak tahu SPJ itu juga apa, saya nggak ngerti. Yang saya tahu, SPJ itu apa Bu? Surat Pertanggungjawaban. Isinya apa? Nggak ngerti saya. Tapi biasanya kalau saya lihat di meja-meja itu ngurusin kwitansi, dan ngurusin gambar-gambar, foto-foto gitu,” ujar Presiden saat memberikan sambutan pada Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016, di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9).
Menurut Jokowi, harus dipikirkan bagaimana menyiapkan sebuah laporan yang simpel, tetapi orientasinya adalah hasil. Gampang dicek, gampang dikontrol, gampang diawasi, gampang diperiksa, bukan laporan yang tebel-tebel. “Mohon maaf, energi kita juga jangan habis di SPJ-SPJ,” ujarnya seperti dikutip laman www.setkab.go.id.
Presiden memberikan contoh, sekarang banyak guru dan kepala sekolah yang tidak fokus konsentrasi pada kegiatan belajar mengajar karena ngurus SPJ. Di sekolah-sekolah, di ruangan guru, lanjut Presiden, kwitansi-kwitansi, SPJ itu pasti.
Demikian juga di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut Presiden, itu harusnya konsentrasi 80% itu ngontrol  jalan, ngontrol irigasi-irigasi yang rusak, ngecek jalan yang berlubang seperti apa. Tapi sekarang, lanjut Presiden, karena orang takut semua yang namanya SPJ.
“Coba di Pertanian juga, dulu kalau kita lihat setiap pagi, PPL (Pengawas Pertanian Lapangan), tiap pagi lihat berjalan di pematang sawah, bercengkerama dengan petani, memberikan bimbingan ke petani. Sekarang, lihat di Dinas Pertanian, lihat di Kementerian Pertanian, semuanya duduk manis di meja, di ruangan ber-AC, ngurusi SPJ,” ujarnya. 
Melihat dampak pengurusan SPJ mempengaruhi perkembangan negara, Presiden menegaskan agar seluruh Kementerian dan pimpinan lembaga maupun kepala daerah untuk segera memikirkan solusinya. Presiden menyarankan agar laporan di setiap lembaga dibuat lebih mudah dan simpel.
Untuk itu, Presiden meminta  supaya menjadi pemikiran bersama, jangan sampai seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, kita terjebak pada rutinitas yang kita anggap itu benar. Jokowi mengingatkan, orientasi kita harus orientasi hasil. Jangan sampai ini kita kehilangan energi betul, semuanya mengarah kepada SPJ.  Apalagi saat ini kita menghadapi sebuah tantangan untuk menerapkan pelaporan keuangan pemerintah berbasis akrual. “Ini lebih sulit lagi dalam pelaksanaannya,” ujarnya.
Diakui Presiden, bahwa setiap perubahan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan itu memang bukan hal yang mudah. Bukan hal yang mudah. Perubahan ini, lanjut Presiden, semuanya saya  memerlukan pembelajaran agar betul-betul bisa mengejar sesuai yang diinginkan oleh sistem akuntansi dan pelaporan kita.
Bukan Semata Teknis Akuntansi
Pada awal sambutannya Presiden Jokowi menegaskan, bahwa pengelolaan keuangan negara bukan semata-mata masalah teknis akuntansi. Tapi masalah nilai-nilai utama yang harus kita pegang dalam keseharian kita sebagai penyelenggara negara. Sebab, esensi dari transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah pertanggunganjawaban moral, pertanggunganjawaban konstitusional terhadap rakyat dalam menggunakan uang milik rakyat.
“Esensinya ada di situ. Penggunaan setiap rupiah uang rakyat harus dipastikan, harus dipastikan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat, dan benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat,” tutur Jokowi. 
APBN, APBD yang besaran nilainya semakin tahun semakin besar, lanjut Presiden, harus lebih difokuskan pada belanja-belanja yang produktif yang mendorong ekonomi rakyat, baik berupa pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan lain-lain.
Untuk itu, Presiden menegaskan komitmen pemerintah untuk mengelola keuangan secara efektif, secara transparan, secara akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Bukan berorientasi pada prosedur, tapi berorientasi pada hasil.
“Prosedurnya mengikuti, iya. Tapi orientasinya adalah hasil. Dan prinsip-prinsip ini harus bisa diwujudkan secara konkret dalam laporan keuangan yang berkualitas, andal, dan tepat waktu,” tegas Presiden.
Presiden juga mengingatkan kepada seluruh Menteri, Pimpinan Lembaga, dan Gubernur, Bupati, Walikota, beserta seluruh jajaran,  agar tidak hanya berhenti pada mengejar predikat  Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), karena opini WTP bukan merupakan jaminan bahwa tidak akan ada praktik penyalahgunaan keuangan.
“Tidak akan ada praktik korupsi, ndak, berbeda. Justru dengan predikat WTP kita harus bekerja keras untuk membangun budaya pengelolaan keuangan yang transparan, keuangan yang akuntabel, yang lebih akuntabel,” kata Jokowi. 
Presiden menegaskan, kita harus mulai membangun sistem yang baik dengan mengembangkan digitalisasi, prosesnya digitalisasi dan debirokratisasi, menyederhanakan, mensimpelkan. Selain itu, jangan lupa juga kita harus membangun manusianya. “Sekali lagi, kita harus membangun manusianya, SDM (Sumber Daya Manusia)nya, dengan meningkatkan kompetensi kapasitas sumber daya manusia kita secara berkelanjutan,” ujarnya.
Selain itu, Jokowi meminta kementerian dan lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menggunakan uang milik rakyat untuk kepentingan rakyat.  Pengelolaan keuangan negara bukan semata-mata masalah teknis akuntansi, sekali lagi bukan masalah teknis akuntansi saja, tapi masalah nilai-nilai utama yang harus kita pegang dalam keseharian kita sebagai penyelenggara negara.  
"Sebab esensi dari transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah pertanggungjawaban moral, pertanggungjawaban konstitusional terhadap rakyat dalam menggunakan uang milik rakyat, esensinya ada di situ. Penggunaan setiap rupiah uang rakyat harus dipastikan, harus dipastikan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat," ujarnya.  
Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam laporannya berharap, daerah-daerah atau kementerian/lembaga (k/L) yang memperoleh status WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar tidak menutup atau menyimpan laporannya. Tetapi seharusnya menjadi basis untuk membuat tindakan-tindakan perbaikan yang makin memberikan manfaat bagi masyarakat.
Menurut Menkeu, jika pada tahun 2014 lalu sebanyak 274 entitas mendapatkan opini WTP dari BPK. Pada 2015 ini meningkat menjadi 367 entitas pelaporan, meliputi 56 untuk kementerian/lembaga, 29 pemerintah provinsi (Pemprov), 222 pemerintah kabupaten (Pemkab), dan 60 pemerintahan kota (Pemkot).
Dari jumlah tersebut, Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada 22 K/L, 3 pemprov, 8 pemkab, dan 4 pemkot yang selama lima tahun terakhir berturut-turut mendapatkan opini WTP dari BPK.
Presiden Jokowi menyerahkan secara simbolis untuk lima perwakilan saja yang menerima penghargaan lima tahun berturut-turut, yaitu perwakilan dari: 1. DPR-RI; 2. Kementerian Perindustrian; 3. Provinsi Jawa Barat; 4. Kabupaten Boyolali; dan 5. Kota Surakarta.
Menkeu menjelaskan, tahun ini merupakan tahun yang sangat penting, bersejarah, karena mulai tahun ini kita akan melakukan implementasi akuntansi yang berbasis akrual. “Ini berbeda sekali dengan akuntansi yang berbasis kas, yang selama ini kita lakukan. Ini merupakan suatu titik bersejarah di dalam pengelolaan keuangan RI,” ujarnya.
Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko bidang PMK Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Kesehatan Nila F. Moloek, dan Menteri PANRB Asman Abnur. bari/mohar/fba

Jakarta - Presiden Jokowi meminta Menteri Keuangan dan Menko bidang Perekonomian untuk membuat sistem pelaporan yang simpel, tidak bertele-tele. Sebab, yang terjadi selama ini, menurut Presiden, mungkin 60-70% birokrasi di negeri ini setiap hari mengurus surat perintah jalan (SPJ).

NERACA

“Saya nggak tahu SPJ itu juga apa, saya nggak ngerti. Yang saya tahu, SPJ itu apa Bu? Surat Pertanggungjawaban. Isinya apa? Nggak ngerti saya. Tapi biasanya kalau saya lihat di meja-meja itu ngurusin kwitansi, dan ngurusin gambar-gambar, foto-foto gitu,” ujar Presiden saat memberikan sambutan pada Rapat Kerja Nasional Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Tahun 2016 di Istana Negara, Jakarta, Selasa (20/9).

Menurut Jokowi, harus dipikirkan bagaimana menyiapkan sebuah laporan yang simpel, tetapi orientasinya adalah hasil. Gampang dicek, gampang dikontrol, gampang diawasi, gampang diperiksa, bukan laporan yang tebel-tebel. “Mohon maaf, energi kita juga jangan habis di SPJ-SPJ,” ujarnya seperti dikutip laman www.setkab.go.id.

Presiden memberikan contoh, sekarang banyak guru dan kepala sekolah yang tidak fokus konsentrasi pada kegiatan belajar mengajar karena ngurus SPJ. Di sekolah-sekolah, di ruangan guru, lanjut Presiden, kwitansi-kwitansi, SPJ itu pasti.

Demikian juga di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), menurut Presiden, itu harusnya konsentrasi 80% itu ngontrol  jalan, ngontrol irigasi-irigasi yang rusak, ngecek jalan yang berlubang seperti apa. Tapi sekarang, lanjut Presiden, karena orang takut semua yang namanya SPJ.

“Coba di Pertanian juga, dulu kalau kita lihat setiap pagi, PPL (Pengawas Pertanian Lapangan), tiap pagi lihat berjalan di pematang sawah, bercengkerama dengan petani, memberikan bimbingan ke petani. Sekarang, lihat di Dinas Pertanian, lihat di Kementerian Pertanian, semuanya duduk manis di meja, di ruangan ber-AC, ngurusi SPJ,” ujarnya. 

Melihat dampak pengurusan SPJ mempengaruhi perkembangan negara, Presiden menegaskan agar seluruh Kementerian dan pimpinan lembaga maupun kepala daerah untuk segera memikirkan solusinya. Presiden menyarankan agar laporan di setiap lembaga dibuat lebih mudah dan simpel.

Untuk itu, Presiden meminta  supaya menjadi pemikiran bersama, jangan sampai seperti yang disampaikan oleh Menteri Keuangan, kita terjebak pada rutinitas yang kita anggap itu benar. Jokowi mengingatkan, orientasi kita harus orientasi hasil. Jangan sampai ini kita kehilangan energi betul, semuanya mengarah kepada SPJ.  Apalagi saat ini kita menghadapi sebuah tantangan untuk menerapkan pelaporan keuangan pemerintah berbasis akrual. “Ini lebih sulit lagi dalam pelaksanaannya,” ujarnya.

Diakui Presiden, bahwa setiap perubahan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan itu memang bukan hal yang mudah. Bukan hal yang mudah. Perubahan ini, lanjut Presiden, semuanya saya  memerlukan pembelajaran agar betul-betul bisa mengejar sesuai yang diinginkan oleh sistem akuntansi dan pelaporan kita.

Bukan Semata Teknis Akuntansi

Pada awal sambutannya Presiden Jokowi menegaskan, bahwa pengelolaan keuangan negara bukan semata-mata masalah teknis akuntansi. Tapi masalah nilai-nilai utama yang harus kita pegang dalam keseharian kita sebagai penyelenggara negara. Sebab, esensi dari transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah pertanggunganjawaban moral, pertanggunganjawaban konstitusional terhadap rakyat dalam menggunakan uang milik rakyat.

“Esensinya ada di situ. Penggunaan setiap rupiah uang rakyat harus dipastikan, harus dipastikan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat, dan benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat,” tutur Jokowi. 

APBN, APBD yang besaran nilainya semakin tahun semakin besar, lanjut Presiden, harus lebih difokuskan pada belanja-belanja yang produktif yang mendorong ekonomi rakyat, baik berupa pembangunan infrastruktur, pengentasan kemiskinan, dan lain-lain.

Untuk itu, Presiden menegaskan komitmen pemerintah untuk mengelola keuangan secara efektif, secara transparan, secara akuntabel, dan berorientasi pada hasil. Bukan berorientasi pada prosedur, tapi berorientasi pada hasil.

“Prosedurnya mengikuti, iya. Tapi orientasinya adalah hasil. Dan prinsip-prinsip ini harus bisa diwujudkan secara konkret dalam laporan keuangan yang berkualitas, andal, dan tepat waktu,” tegas Presiden.

Presiden juga mengingatkan kepada seluruh Menteri, Pimpinan Lembaga, dan Gubernur, Bupati, Walikota, beserta seluruh jajaran,  agar tidak hanya berhenti pada mengejar predikat  Wajar Tanpa Pengecualian (WTP), karena opini WTP bukan merupakan jaminan bahwa tidak akan ada praktik penyalahgunaan keuangan.

“Tidak akan ada praktik korupsi, ndak, berbeda. Justru dengan predikat WTP kita harus bekerja keras untuk membangun budaya pengelolaan keuangan yang transparan, keuangan yang akuntabel, yang lebih akuntabel,” kata Jokowi. 

Presiden menegaskan, kita harus mulai membangun sistem yang baik dengan mengembangkan digitalisasi, prosesnya digitalisasi dan debirokratisasi, menyederhanakan, mensimpelkan. Selain itu, jangan lupa juga kita harus membangun manusianya. “Sekali lagi, kita harus membangun manusianya, SDM (Sumber Daya Manusia)nya, dengan meningkatkan kompetensi kapasitas sumber daya manusia kita secara berkelanjutan,” ujarnya.

Selain itu, Jokowi meminta kementerian dan lembaga (K/L) serta Pemerintah Daerah (Pemda) untuk menggunakan uang milik rakyat untuk kepentingan rakyat.  Pengelolaan keuangan negara bukan semata-mata masalah teknis akuntansi, sekali lagi bukan masalah teknis akuntansi saja, tapi masalah nilai-nilai utama yang harus kita pegang dalam keseharian kita sebagai penyelenggara negara.  

"Sebab esensi dari transparansi dan akuntabilitas keuangan negara adalah pertanggungjawaban moral, pertanggungjawaban konstitusional terhadap rakyat dalam menggunakan uang milik rakyat, esensinya ada di situ. Penggunaan setiap rupiah uang rakyat harus dipastikan, harus dipastikan sepenuhnya digunakan untuk kepentingan rakyat dan benar-benar dirasakan manfaatnya langsung oleh rakyat," ujarnya.  

Sebelumnya Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati dalam laporannya berharap, daerah-daerah atau kementerian/lembaga (k/L) yang memperoleh status WTP dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar tidak menutup atau menyimpan laporannya. Tetapi seharusnya menjadi basis untuk membuat tindakan-tindakan perbaikan yang makin memberikan manfaat bagi masyarakat.

Menurut Menkeu, jika pada tahun 2014 lalu sebanyak 274 entitas mendapatkan opini WTP dari BPK. Pada 2015 ini meningkat menjadi 367 entitas pelaporan, meliputi 56 untuk kementerian/lembaga, 29 pemerintah provinsi (Pemprov), 222 pemerintah kabupaten (Pemkab), dan 60 pemerintahan kota (Pemkot).

Dari jumlah tersebut, Menteri Keuangan memberikan penghargaan kepada 22 K/L, 3 pemprov, 8 pemkab, dan 4 pemkot yang selama lima tahun terakhir berturut-turut mendapatkan opini WTP dari BPK.

Presiden Jokowi menyerahkan secara simbolis untuk lima perwakilan saja yang menerima penghargaan lima tahun berturut-turut, yaitu perwakilan dari: DPR-RI; Kementerian Perindustrian; Provinsi Jawa Barat; Kabupaten Boyolali; dan Kota Surakarta.

Menkeu menjelaskan, tahun ini merupakan tahun yang sangat penting, bersejarah, karena mulai tahun ini kita akan melakukan implementasi akuntansi yang berbasis akrual. “Ini berbeda sekali dengan akuntansi yang berbasis kas, yang selama ini kita lakukan. Ini merupakan suatu titik bersejarah di dalam pengelolaan keuangan RI,” ujarnya.

Tampak hadir dalam acara tersebut antara lain Menko Perekonomian Darmin Nasution, Menko bidang PMK Puan Maharani, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno, Sekretaris Kabinet (Seskab) Pramono Anung, Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly, Menteri Kesehatan Nila F. Moloek, dan Menteri PANRB Asman Abnur. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…