Sikap mental sejumlah ekeskutif dan yudikatif yang belakangan ini berani menerabas aturan hukum, merupakan salah satu fenomena yang terjadi dalam upaya pemberantasan korupsi di negeri ini.
Menurut Prof Koentjaraningrat, mentalitas menerabas adalah sifat negatif dan tercela yang melekat pada diri seseorang untuk mencapai maksud dan tujuan secara cepat tanpa banyak melakukan kerja keras secara bertahap. Mentalitas menerabas identik dengan cara mengambil jalan pintas yang dilakukan seseorang guna mencapai tujuan secara mudah.
Mentalitas nekad ini, menurut Koentjaraningrat, antara lain dilakukan pengusaha baru yang ingin memperoleh kekayaan melimpah dengan cara aji mumpung, atau pejabat yang memperkaya diri saat ia mumpung menjadi pejabat atau penguasa. Sikap mental menerabas terkait erat dengan perilaku tidak menghargai mutu atau kualitas kinerja.
Yang penting, pelakunya dapat mencapai maksud dan tujuan dengan cara menempuh jalan pintas, tidak prosedural, dan gampang. Koentjaraningrat mengemukakan penilaiannya tentang sikap mental menerabas sebagai kelemahan nilai budaya bangsa itu pada tahun 1974 (42 tahun silam). Setelah hampir setengah abad berlalu, mentalitas menerabas tampak tidak berkurang dan bahkan kian menggurita dalam perilaku budaya masyarakat.
Kita bisa melihat secara nyata dari kasus-kasus korupsi yang terjadi di negeri ini. Korupsi tidak lain merupakan jalan pintas, melawan hukum, tidak sah, atau tidak halal yang ditempuh pelakunya untuk mencapai tujuan memperkaya diri dengan cara mudah. Padahal Wakil Presiden pertama Mohammad Hatta (1945-1956) pada era tahun 1960- an sudah mengatakan korupsi sudah menjadi kebudayaan.
Ini menunjukkan korupsi telah banyak dilakukan sehingga Hatta menilainya telah membudaya. Kasus-kasus korupsi (terutama kelas kakap) telah sering kita dengar di sidang pengadilan dan diekspos di berbagai media massa. Korupsi telah menjadi kanker dalam tubuh pemerintahan dan penyakit ini berjangkit begitu kronis sehingga memerlukan waktu lama dan upaya ekstrakeras untuk memberantas ke akar-akarnya.
Menurut hasil penelitian Political and Economic Risk Consultancy Ltd (berbasis di Hong Kong) seperti dimuat dalam The Straits Times (9 April 1996), korupsi di Indonesia menduduki peringkat ketiga di antara 12 negara yang paling korup di Asia. Peringkat pertama dan kedua ditempati Tiongkok dan Vietnam, sedangkan Singapura menjadi negara paling bersih dari korupsi, disusul Jepang dan Hong Kong.
Korupsi biasanya terjalin erat dengan kolusi dan keduanya pada hakikatnya merupakan perbuatan yang didorong nafsu hendak mengeruk keuntungan atau memperkaya diri dalam waktu singkat. Orang yang sudah kaya sekalipun masih melakukan korupsi karena dia ingin terus lebih kaya lagi atau menumpuk kekayaan lebih banyak lagi. Dia tak pernah puas dengan harta kekayaan yang ada saat ini yang diperolehnya dari korupsi.
Gaya hidup mewah dan pamer kekayaan yang dirangsang oleh cara hidup materialistis-hedonistis merupakan salah satu faktor yang mendorong seseorang untuk berkolusi dan melakukan korupsi. Perbuatan kolusi dan korupsi sering digerakkan oleh pola pikir dan pandangan hidup aji mumpung ketika seseorang menduduki jabatan penting, menduduki pos-pos basah, atau berurusan dengan anggaran.
Adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah banyak menangani kasus-kasus korupsi berskala besar yang dilakukan para pejabat eksekutif, legislatif, dan yudikatif baik di pusat maupun di daerah. Para pelakunya sudah dijatuhi hukuman sesuai dengan kesalahan masing-masing.
Ini menunjukkan terjadi korupsi secara masif dan sistemik di setiap lini pemerintahan. Kasus besar yang ditangani KPK antara lain adalah kasus penyalahgunaan kewenangan dan korupsi (mantan) Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar yang sudah divonis dan dijatuhi hukuman. Beberapa menteri seperti Surya Dharma Ali, dan Jero Wacik juga tersandung kasus penyalahgunaan kewenangan, penyalahgunaan anggaran, dan korupsi.
Ironis memang, sepertinya tiada hari tanpa korupsi. Misalnya, kasus yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus penangkapan Gubernur Sultra Nur Alam yang melibatkan sejumlah perusahaan tambang dan kasus-kasus ditangkapnya beberapa anggota DPR/DPRD dalam operasi tangkap tangan (OTT) oleh KPK baru-baru ini. Ini tantangan bagi perjalanan Presiden Jokowi ke depan.
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…
Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…
Sektor pertanian di dalam negeri memiliki peranan yang vital dalam perekonomian domestik. Sektor pertanian menjadi sektor yang strategis menyediakan bahan…
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak…
Masyarakat dan segenap elemen bangsa Indonesia saatnya harus menunjukkan sikap kedewasaan dalam menjunjung tinggi asas serta nilai dalam berdemokrasi di…
Sektor pertanian di dalam negeri memiliki peranan yang vital dalam perekonomian domestik. Sektor pertanian menjadi sektor yang strategis menyediakan bahan…