PEDOMAN PERILAKU PASAR UANG DIBERLAKUKAN - BI Siapkan Aturan LTV dan FTV

Jakarta-Bank Indonesia mendukung penyempurnaan code of conduct (pedoman perilaku) pasar keuangan sesuai standar best practice internasional. BI juga memastikan kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) akan meluncur akhir bulan ini menyusul Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIII.

NERACA

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, code of conduct ini harus dipatuhi dan dihormati oleh pelaku industri keuangan. Penyempurnaan code of conduct pasar keuangan merupakan bagian dari usaha pendalaman pasar keuangan, yang mulai ditingkatkan sejak 2014.

"Di tengah ekonomi global yang masih penuh tantangan, pasar keuangan yang kuat dan dalam dapat menjawab kebutuhan pembiayaan ekonomi nasional," ujarnya di Jakarta, Kamis (25/8).

Code of conduct pasar keuangan adalah kode etik tranaksi pasar uang yang diterbitkan oleh Indonesia Foreign Exchange Market Committee (IFEMC), yaitu komite yang terdiri dari perwakilan perbankan dan asosiasi terkait.

Menurut Mirza, usaha pendalaman pasar keuangan belakangan ini terus ditingkatkan dengan melibatkan berbagai pihak terkait, seperti pemerintah, Bank Indonesia dan lembaga negara lainnya serta industri.

Salah satu hal yang juga terus didorong oleh Bank Indonesia adalah bank-bank di Indonesia melakukan transaksi satu sama lain, dalam bentuk repo. Transaksi repo antarbank dapat menjawab kebutuhan likuiditas jangka pendek bank, dengan memanfaatkan kelebihan likuiditas yang dimiliki bank lain. "Dengan transaksi antarbank yang meningkat volume dan jenisnya, pasar keuangan pun akan lebih dalam," ujarnya.

Usaha bersama yang dilakukan telah membawa hasil, antara lain dalam peningkatan transaksi repo antarbank. Volume (rata-rata harian) transaksi repo antarbank bergerak dari nol pada bulan Januari 2016 hingga mencapai volume tertinggi sebesar Rp 1,8 triliun pada minggu terakhir Juni 2016.

Dari sisi BI, menurut Mirza,  usaha yang telah dilakukan antara lain dengan penerbitan peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang Pasar Uang (PBI Nomor 18/11/PBI/2016), dimana pelaku pasar diharapkan akan mendapatkan kejelasan mengenai berbagai hal di pasar uang, yang pada gilirannya akan mendorong semakin banyak pelaku pasar yang bertransaksi, semakin banyak instrumen pasar uang yang diterbitkan dan ditransaksikan di pasar uang, dan didukung oleh infrastruktur pasar uang yang semakin lengkap dan andal.

Selain itu, untuk mendukung pelaksanaan Paket Kebijakan Ekonomi Jilid XIII yang diluncurkan pemerintah pekan ini (24/8), BI memastikan kebijakan pelonggaran Loan to Value (LTV) dan Financing to Value (FTV) untuk kredit pemilikan rumah (KPR) akan meluncur akhir bulan ini. Kebijakan makro prudensial ini akan meringankan pembayaran uang muka masyarakat yang ingin membeli rumah.

Kebijakan bank sentral ini sekaligus akan mendukung PKE Jilid XIII yang dirilis pemerintah yang salah satu isinya menyebut, reformasi dalam perizinan pembangunan rumah murah bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

LTV dan FTV adalah rasio antara nilai kredit atau pembiayaan yang dapat diberikan bank terhadap nilai agunan berupa properti. "Kami memastikan Peraturan BI (PBI) soal LTV/FTV akhir Agustus 2016 ini keluar," ujar Fillianingsih, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI seperti dikutip cnnindonesia.com, Kamis (25/8).

Lebih lanjut Fillianingsih menuturkan, saat ini, beleid pelonggaran kebijakan makroprudensial itu masih dalam proses finalisasi di Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM). "Kami yakin pelaku pasar sudah banyak yang menanti. Kami yakinkan akan terbit akhir Agustus nanti," ujarnya.

Melalui pelonggaran LTV dan FTV, nantinya bank disarankan mengucurkan pembiayaan KPR hingga 85% dari harga jual rumah. Ketentuan ini meningkat 5% dibandingkan aturan terkait LTV sebelumnya yang mematok kucuran kredit atau pembiayaan hanya 80%.

Bagi nasabah, kebijakan ini berarti meringankan uang muka yang harus disetor untuk mengajukan KPR. Yaitu, dari semula 20% terhadap harga jual rumah menjadi hanya 15%. Ketentuan ini berlaku untuk rumah tapak (landed house), rumah susun, dan rumah pertokoan (ruko).

BI berharap, usai aturan baru LTV ini meluncur, pasar properti di negeri ini bisa kembali bergairah dan mampu mendongkrak permintaan KPR. Apalagi, BI juga telah menaikkan batas bawah rasio pendanaan bank terhadap pinjaman kredit yang dikucurkan oleh bank (Loan to Funding Ratio-LFR) dari 78% ke 80%.

Dengan aturan baru tersebut, Fillianingsih mengungkapkan, bank sentral ingin perbankan lebih gencar menjalankan fungsi intermediasinya melalui penyaluran kredit dan pembiayaan ke masyarakat.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan,  kebijakan pelonggaran LTV ini hanya berlaku bagi bank yang memiliki rasio kredit bermasalah (non performing loan-NPL) di bawah 5%.

"BI juga memperlonggar KPR atau pembiayaan dengan sistem indent sesuai progres pembangunan. Dengan aturan ini, kredit atau pembiayaan bisa cair sewaktu-waktu tanpa harus menunggu rumah tersebut tuntas dibangun," ujarnya.

Secara garis besar, PBI nantinya memuat aturan uang muka yang harus disetor oleh nasabah turun menjadi rata-rata 15% dari semula 20% sesuai dengan tipe dan jenis rumah yang diambil.
Selain itu, BI juga memperlonggar kredit atau pembiayaan melalui mekanisme indent dengan pengaturan pencairan kredit atau pembiayaan bertahap sesuai progress pembangunan untuk rumah tapak, rumah susun, dan rumah toko sampai dengan fasilitas kredit maupun pembiayaan kedua. Insentif tersebut juga berlaku bagi nasabah yang mengambil fasilitas pembiayaan dengan prinsip syariah.

BI juga memperlonggar pembiayaan kredit melalui sistem indent dengan pembiayaan bertahap sesuai kemajuan pembangunan untuk rumah tapak, rumah susun, rumah kantor sampai fasilitas kredit atau pembiayaan kedua. Dengan aturan ini, kredit atau pinjaman bisa cair sewaktu-waktu tanpa harus menunggu rumah tersebut tuntas 100% dibangun.

Pangkas Perizinan

Sebelumnya pemerintah mengumumkan PKE Jilid XIII tentang perumahan untuk masyarakat berpenghasilan rendah. “Dengan Paket Kebijakan Ekonomi XIII akan meningkatkan akses masyarakat untuk mendapatkan rumah,” ujar Menko Perekonomian Darmin Nasution, saat mengumumkan di Istana Negara, Jakarta, Rabu (24/8).

PKE XIII akan mempermudah pengurusan izin dan rekomendasi dalam membangun perumahan berpenghasilan rendah yang sebelumnya ada 33 menjadi 11 izin dan rekomendasi. “Kami akan menghapus, menggabungkan dan mempercepat seluruh izin dalam membangun perumahan berpenghasilan rendah,” ujarnya.

Adapun rincian paket kebijakan tersebut sebagai berikut:  

•  Perizinan yang dihilangkan antara lain izin lokasi dengan waktu 60 hari kerja, persetujuan gambar master plan dengan waktu tujuh hari kerja, rekomendasi peil banjir dengan waktu 30-60 hari kerja, persetujuan dan pengesahan gambar site plan dengan waktu lima hingga tujuh hari kerja dan Analisa Dampak Lingkungan Lalu Lintas (Andal Lalin) dengan waktu 30 hari kerja.

•  Perizinan yang digabungkan. Pertama,  proposal pengembang dengan dilampirkan sertifikat tanah, bukti bayar PBB (tahun terakhir) dengan Surat Pernyataan Tidak Sengketa (dilampirkan dengan peta rincikan tanah/blok plan desa) jika tanah belum bersertifikat. Kedua, Izin Pemanfaatan Tanah (IPT)/Izin Pemanfaatan Ruang (IPR) digabung dengan tahap pengecekan kesesuaian RUTR/RDTR wilayah (KRK) dan Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah/Advise Planning, Pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) dan ketiga pengesahan site plan diproses bersamaan dengan izin lingkungan yang mencakup SPPL, rekomendasi damkar dan retribusi penyediaan lahan pemakaman atau menyediakan pemakaman.

• Perizinan yang dipercepat. Pertama, Surat Pelepasan Hak (SPH) Atas Tanah dari Pemilik Tanah kepada pihak pengembang dari 15 hari menjadi tiga hari kerja. Kedua, pengukuran dan pembuatan peta bidang tanah dari 90 hari menjadi 14 hari kerja. Ketiga,  penerbitan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) Induk dan pemecahan IMB dari 30 hari menjadi tiga hari kerja). Keempat, evaluasi dan penerbitan SK tentang Penetapan Hak Atas Tanah dari 213 hari kerja menjadi tiga hari kerja. Kelima, pemecahan sertifikat atas nama pengembang dari 120 hari menjadi lima hari kerja dan keenam pemecahan PBB atas nama konsumen dari 30 hari menjadi tiga hari kerja.

Darmin mengatakan, salah satu faktor tingginya harga rumah saat ini, khususnya rumah untuk masyarakat berpenghasilan rendah, adalah biaya perizinan yang tinggi. Namun, dengan PKE Jilid XIII, perizinan pembangunan rumah oleh pengembang akan disederhanakan, dipangkas serta dipercepat sehingga turut memotong biaya perizinan. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…