Suksesi Holding BUMN Energi - Pemerintah Mampu Efisiensi US$ 1,5 Miliar

NERACA

Jakarta – Kencangnya tarik ulur kepentingan dibalik wacana holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sektor energi, membuat pemerintah berhati-hati dalam mengambil keputusan. Meskipun demikian, pemerintah tetap akan melanjutkan holding BUMN energi. Bahkan menurut kajian pemerintah, holding BUMN sektor energi akan memberikan penghematan investasi infrastruktur gas mencapai US$ 1,5 miliar. Informasi tersebut disampaikan pemerintah dalam materi rapat kerja Menteri Keuangan dengan Komisi VI DPR di Jakarta, Kamis (25/8).

Pemerintah menejelaskan, latar belakang dibentuknya holding ini mengingat kebutuhan energi Indonesia tumbuh tujuh kali lipat pada 2050, cadangan gas belum cukup memenuhi kebutuhan domestik, serta ketidakseimbangan sumber gas dengan sentral ekonomi sehingga memerlukan infrastruktur yang terintegrasi secara end to end. Adapun struktur holding sektor ini di mana PT Pertamina (Persero) akan menjadi holding karena kepemilikan saham pemerintah di Pertamina mencapai 100%. Selanjutnya, Pertamina akan menaungi PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk.

Saat ini, pemegang saham PGN adalah pemerintah sebanyak 57% dan publik 43%. Rencananya, pemerintah mengalihkan kepemilikan sahamnya di PGN melalui mekanisme inbreng kepada Pertamina. Al hasil, PGN akan menjadi entitas usaha Pertamina. Pada waktu yang bersamaan, entitas usaha Pertamina yang bergerak di bidang gas, PT Pertamina Gas akan menjadi anak usaha PGN dengan kepemilikan 100%.

Sebelumnya, Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Enny Sri Hartati pernah bilang, pemerintah diminta untuk mengkaji dengan cemat rencana pembentukan induk usaha (holding) dua BUMN migas yakni PT Pertamina (Persero) dan PT PGN Tbk. Pasalnya, pembentukan "holding" tersebut menghadapi persoalan karena PGN merupakan perusahaan terbuka yang sebagian sahamnya dimiliki swasta, termasuk asing.”Kepemilikan saham swasta di PGN ini yang menjadi persoalannya,"ujarnya.

Oleh karena itu, lanjutnya, pemerintah mesti mengkaji dengan hati-hati apa bentuk penggabungan kedua perusahaan energi milik negara tersebut, sehingga tujuan "holding" bisa tercapai. Kalau opsi merger yang diambil, maka kedudukan swasta yang ada di PGN nantinya akan sejajar.Sementara, jika pilihannya adalah akuisisi, maka konsepnya adalah 'buy back' (membeli kembali) saham milik swasta di PGN. “Persoalannya kalau swasta tidak mau, nah opsi-opsi ini mesti dikaji secara cermat," paparnya.

Hal senada dikemukakan pakar ekonomi energi dari Universitas Gajah Mada (UGM), Tri Widodo. Menurutnya, PGN adalah perusahaan publik, sementara Pertamina sepenuhnya milik negara.”Perlu diperhatikan tentang UU Pasar Modal yang berlaku tentang kepentingan investor publik yang harus dijaga," ujarnya.

Dia melanjutkan, apabila kinerja PGN setelah bergabung dengan Pertamina menjadi lebih buruk, maka bisa menjadi preseden tidak baik bagi iklim investasi di Indonesia. Opsi lain, tambah Tri, jika PGN diakuisisi Pertamina, kemudian setelah itu PGN digabungkan dengan PT Pertagas maka akan muncul masalah pengendalian manajemen yang cukup rumit.”Penggabungan PGN ke dalam Pertamina bisa jadi menambah tidak fokus bisnis Pertamina dan tidak memunculkan perusahaan 'holding' energi yang disegani di kawasan Asia," jelasnya.

BERITA TERKAIT

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…

BERITA LAINNYA DI Bursa Saham

Metropolitan Land Raih Marketing Sales Rp438 Miliar

NERACA Jakarta – Emiten properti, PT Metropolitan Land Tbk (MTLA) atau Metland membukukan marketing sales hingga kuartal I-2024 sebesar Rp…

Hartadinata Tebar Dividen Final Rp15 Per Saham

Rapat umum pemegang saham tahunan (RUPST) PT Hartadinata Abadi Tbk. (HRTA) akan memberikan dividen final tahun buku 2023 sebesar Rp15…

Kenaikan BI-Rate Positif Bagi Pasar Modal

NERACA Jakarta  - Ekonom keuangan dan praktisi pasar modal, Hans Kwee menyampaikan kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) atau BI-Rate…