Oleh: Ambara Purusottama
School of Business and Economics, Prasetiya Mulya University
Kedatangan Sri Mulyani Indrawati bagi sebagai kalangan dianggap sebagai pendobrak.Kehadirannya langsung mendobrak dengan memotong anggaranAPBN hingga ratusan triliun rupiah. Pahit memang, namun suka tidak suka rasionalisasi anggaran ini kudu dilakukan melihat perkembangan penerimaan negara yang kurang menggembirakan. Belum lagi Presiden Jokowi yang gemar menggenjot infrastruktur yang cukup memberatkan APBN. Pemotongan anggaran menjadi solusi bijak menghadapi situasi yang demikian sulit.
Pemotongan anggaran yang diajukan terbilang signifikan. Lebih tepatnya Rp 133,8 triliun anggaran disunat. Rasionalisasi tersebut lebih menitikberatkan pada anggaran operasional dan bukan anggaran infrastruktur agar kelangsungan ekonomi nasional minim gangguan. Anggaran Kementerian atau Lembaga disunat Rp 65 triliun sedangkan anggaran daerah mencapai Rp 68,3 triliun. Rasionalisasi tersebut dianggap pilihan cerdas di tengah ketidakpastian penerimaan negara yang seret tanpa harus mengorbankan ekonomi nasional ke depan.
Dinamika penerimaan negara tahun ini memang cukup memperihatinkan. Penerimaan Indonesia saat ini dimotori oleh barang-barang komoditas yang menjadi ciri negara ini hingga kini. Harga komoditas yang tidak kunjung membaik dan cenderung turun semakin menenggelamkan situasi. Belum lagi menyeruaknya UU Minerba yang dianggap sebagai penghambat penerimaan negara. Posisi UU menjadi kontroversi karena pada prinsipnya mempunyai tujuan positif namun di tengah himpitan kesulitan keuangan justru diangggap musuh bagi sebagian kalangan.
Alternatif pembiayaan yang diusung pemerintah seperti tax amnesty dianggap sulit menutupi jurang defisit yang terjadi. Dobrakan baru pemerintah tersebut masih mengalami kesulitan dan bahkan masih jauh dari target yang diharapkan. Ditjen Pajak melansir baru 4.203 yang mengikuti program tersebut. Harta keseluruhan yang dilaporkan baru Rp 26,7triliun dimana dari dalam negeri Rp 22,7 triliun rupiah, luar negeri Rp 2,97 triliun, dan repatriasi Rp 1,03 triliun. Dengan pencapaian tersebut program tax amnesty akan sulit menjadi andalan dalam mengejar defisit anggaran.
Rendahnya antusiasme terhadap program tax amnesty memang dapat dimengerti. Petunjuk pelaksanaan program tersebut hingga saat ini masih belum juga dapat dengan mudahnya dipahami masyarakat. Alhasil, aparat pemerintah terkesan sulit menjelaskan ketika masyarakat membutuhkan informasi lebih. Belum lagi program tersebut memberikan kesan bernada ancaman sehingga membuat masyarakat berpikir ulang untuk melaporkan hartanya. Terakhir, kepastian hukum bagi mereka yang melaporkan hingga kini masih menjadi misteri.
Rasionalisasi anggaran sejatinya bertujuan untuk menjaga kestabilan ekonomi nasional dan bukan dipandang sebagai penghambat. Pemerintah tetap pada pendiriannya untuk mengedepankan infrastruktur demi kestabilan ekonomi saat ini dan masa depan. Namun selalu ada konsekuen dibalik pilihan. Anggaran Kementerian atau Lembaga dan juga daerah menjadi korbannya. Kebijakan rasionalisasi anggaran seyogyanya menjadi pembelajaran penting dimana sebagai lembaga efisiensi menjadi sebuah keharusan.Terlebih lembaga tersebut adalah cost center bukan profit center.
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…
Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…
Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…
Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…