WACANA KENAIKAN HARGA ROKOK DINILAI MEMUAT GADUH - Kemenkeu Belum Tetapkan Harga Rokok

Jakarta – Kalangan asosiasi produsen rokok memastikan wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp50 ribu per bungkus sebagai berita bohong dan hanya membuat gaduh industri hasil tembakau (IHT). Oleh karena itu, masyarakat diimbau untuk mengabaikan isu tersebut. Kementerian Keuangan pun menyatakan belum menentukan harga jual eceran rokok.

NERACA

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menanggapi merebaknya isu kenaikan harga rokok hingga mencapai Rp50 ribu per bungkus, bahwa Kementerian Keuangan sampai saat ini masih mengkaji besaran kenaikan tarif cukai hasil tembakau dan belum menentukan harga jual eceran rokok.

“Belum ada aturan terbaru mengenai harga jual eceran maupun tarif cukai rokok sampai hari ini," tegas Sri Mulyani kepada pers di Jakarta, Senin (22/8).

Menurut dia, merebaknya isu kenaikan harga rokok muncul dari hasil kajian salah satu pusat kajian ekonomi mengenai kemungkinan dampak kenaikan cukai terhadap harga dan konsumsi rokok. "Saya memahami bahwa ada studi yang dilakukan salah satu pusat kajian ekonomi mengenai apa yang disebut dengan sensifitivitas atas kenaikan harga rokok terhadap konsumsi rokok,” ujarnya.  

Secara terpisah, kalangan asosiasi produsen rokok memastikan wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus, adalah berita bohong dan membuat gaduh di masyarakat. "Kenaikan harga ini menyesatkan dan membuat kegaduhan. Sebaiknya, masyarakat mengabaikan gosip jahat yang tidak jelas asal muasalnya ini," ujar Ismanu Soemiran, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) seperti dikutip cnnindonesia.com, kemarin.

Tak hanya itu, Ismanu juga menilai, wacana kenaikan harga rokok ini baru sebatas kabar angin. Sebab selama ini Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (DJBC Kemenkeu) memiliki mekanisme yang jelas sesuai Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2007 tentang Cukai ketika hendak menetapkan tarif cukai hasil tembakau (CHT).

"Pemerintah sudah punya mekanismenya dan setiap rencana kenaikkan selalu didiskusikan dengan semua elemen sehingga tarifnya tentu hasil kesepakatan bersama," tutur dia.

Ketua Umum Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gapprindo) Muhaimin Moeftie juga memastikan, wacana kenaikan harga rokok hingga Rp50 ribu per bungkus tidak akan terjadi. Pasalnya, pemerintah telah menyatakan sikapnya pada isu tersebut.

"Itu bukan dari pemerintah. Bahkan, Direktur Jenderal Bea dan Cukai sudah mengeluarkan pernyataan bahwa tidak ada rencana menaikkan harga rokok sampai sebegitu tinggi," ujar Muhaimin. Dia meminta agar pemerintah bisa menetapkan tarif CHT yang tidak berbeda jauh dengan angka inflasi di Indonesia.

"Rencananya akan dinaikkan rata-rata 10-11% tapi kalau rata-rata berarti bisa saja ada yang dikenakan 15%.  Jadi, kita mintanya sekitar besaran inflasi saja, 5-6%,” kata Muhaimin.

Wacana lonjakan harga rokok bermula dari Kongres Indonesian Health Economics Association (InaHEA) di Yogyakarta, akhir bulan lalu. Pada kesempatan itu, Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat UI Hasbullah Thabrany, membeberkan hasil risetnya bahwa perokok akan berhenti merokok jika harga rokok dinaikkan hingga tiga kali lipat.

Berdasarkan penelitian lembaganya, dari seribu sampel yang diambil acak menunjukkan bahwa 80% perokok pasif dan 76% perokok aktif setuju jika harga rokok naik. Sebanyak 72% perokok bahkan mengatakan akan berhenti merokok jika harga rokok naik tiga kali lipat.

“Satu sampai dua bungkus rokok per hari jika ditotal, dihitung besaran pengeluaran untuk rokok per bulannya, mencapai Rp450 hingga Rp600 ribu. Dalam studi ini, para perokok bilang kalau harga rokok di Indonesia naik jadi Rp50 ribu per bungkus, mereka akan berhenti,” kata Hasbullah.

Merespon kajian tersebut, Sri Mulyani menyatakan, penetapan harga jual eceran dan tarif cukai rokok tahun depan akan dilakukan sesuai dengan UU Cukai dan hasil pembahsan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017.  "Sampai saat ini masih dalam proses konsultasi berbagai pihak dan nantinya bisa diputuskan sebelum APBN 2017 dimulai,” ujarnya.

Produk Rokok Ilegal

Menurut Elvira Lianita, Head of Regulatory Affairs, International Trade and Communications PT HM Sampoerna Tbk., kenaikan harga drastis maupun kenaikan cukai secara eksesif bukan merupakan langkah bijaksana karena setiap kebijakan yang berkaitan dengan harga dan cukai rokok harus mempertimbangkan seluruh aspek secara komprehensif. Aspek tersebut terdiri dari seluruh mata rantai industri tembakau nasional (petani, pekerja, pabrikan, pedagang dan konsumen), sekaligus juga harus mempertimbangkan kondisi  industri dan daya beli masyarakat saat ini.

“Kebijakan cukai yang terlalu tinggi akan mendorong naiknya harga rokok menjadi mahal sehingga tidak sesuai dengan daya beli masyarakat. Jika harga rokok mahal, maka kesempatan ini akan digunakan oleh produk rokok ilegal yang dijual dengan harga sangat murah dikarenakan mereka tidak membayar cukai,” ujarnya dalam siaran pers diterima Neraca, Senin (22/8).

Perlu diketahui, bahwa dengan tingkat cukai saat ini,  perdagangan rokok ilegal telah mencapai 11,7 % dan merugikan negara hingga Rp 9 triliun (berdasarkan studi dari beberapa Universitas Nasional). Hal ini tentu kontraproduktif dengan upaya pengendalian konsumsi rokok, peningkatan penerimaan negara, dan perlindungan tenaga kerja.

Terkait dengan harga rokok di Indonesia yang dibandingkan dengan negara-negara lain, maka perlu dilakukan kajian yang menghitung daya beli masyarakat di masing-masing negara. Jika kita membandingkan harga rokok dengan pendapatan domestik bruto (PDB) per kapita di beberapa negara, maka harga rokok di Indonesia lebih tinggi dibandingkan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura.

Secara terpisah, Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi mengungkapkan, kenaikan tarif cukai akan diumumkan tiga bulan sebelum tarif cukai berlaku. Secara historis, pemerintah memberlakukan tarif cukai baru per 1 Januari tahun berikutnya.

“Tahun ini kita akan usahakan ada pengumuman secepat mungkin untuk kenaikan (tarif cukai) 2017. Perkiraan saya sekitar September akhir,” ujarnya. Dengan pengumuman dini, ia berharap perusahaan rokok bisa mempersiapkan strategi pemasaran dan konsumen bisa menyesuaikan pola konsumsinya.
 
Namun, Heru belum bisa mengungkapkan rencana penyesuaian tarif cukai rokok karena masih dikaji. Selain memperhatikan faktor kesehatan, pemerintah juga mempertimbangkan faktor lain seperti nasib pelaku industri rokok yang mencapai 6 juta jiwa dan juga daya beli masyarakat perokok.

“Kami harus memperhatikan dua pihak itu, pemerintah harus berdiri di tengah-tengah tidak boleh salah satu pihak saja,” ujarnya. Selain itu, pemerintah juga mempertimbangkan tingkat inflasi tahunan dan pertumbuhan ekonomi sebagai basis penetapan persentase kenaikan tarif.

Anggota Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, mengingatkan pemerintah agar berhati-hati dalam menyikapi wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50.000 per bungkusnya. Pasalnya, bisa saja isu tersebut ditunggangi oleh kepentingan asing yang memiliki tujuan tertentu.

“Pemerintah jangan terjebak oleh kampanye anti rokok yang dikendalikan oleh kepentingan asing,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (20/8).

Selain itu, menurut dia, apabila harga rokok dinaikkan menjadi Rp 50.000 per bungkus, maka nasib industri rokok jelas akan bangkrut dan otomatis ribuan tenaga kerja yang menggantungkan hidupnya pada pabrik tersebut akan kehilangan pekerjaannya.

Misbakhun menilai, industri rokok kecil dan menengah saat ini sudah terpuruk dengan kebijakan pita cukai yang kurang melindungi kepentingan mereka. Akibatnya, jumlah industri rokok kecil dan menengah makin lama jumlahnya makin menyusut. “Jika pabrikan rokok gulung tikar, maka jutaan pekerja di sektor tembakau akan menganggur, dan catatan kemiskinan Indonesia akan semakin besar,” ujarnya.

Selain itu, kata dia, nasib para petani tembakau semakin tidak menentu akibat dampak kenaikan harga rokok tersebut yang memiliki kontribusi penting bagi penerimaan negara melalui penerapan cukai, pajak, bea masuk/bea masuk progresif, pengaturan tata niaga yang sehat maupun pengembangan industri hasil tembakau bagi kepentingan nasional.

Lebih lanjut Misbakhun mengatakan, sektor pertembakauan dari mulai budidaya, pengolahan produksi, tata niaga, distribusi, dan pembangunan industri hasil tembakaunya mempunyai peran penting dalam menggerakkan ekonomi nasional dan mempunyai multiplier effect yang sangat luas.

Dewan Penasihat Komisi Nasional Pengendalian Tembakau Imam B Prasodjo mengatakan, tujuan pengendalian tembakau bukan untuk melarang rokok dan aktivitas merokok, sehingga tidak akan membuat industri tembakau bangkrut.

"Tujuan utamanya adalah mengendalikan tembakau untuk meminimalkan dampak negatifnya. Perokok juga tidak akan seketika berhenti merokok karena sudah kecanduan oleh rokok," ujarnya di Jakarta, belum lama ini. bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…