Komoditas Strategis - Negara Tetapkan Harga Beli Jagung Rp3.150/Kg

NERACA

Jakarta – Pemerintah menetapkan harga pembelian jagung sebesar Rp3.150/kg di tingkat petani untuk menggairahkan semangat menanam komoditas pangan tersebut sehingga mendorong peningkatan produksi nasional.

Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengatakan, penetapan harga pembelian jagung tersebut dituangkan dalam Peraturan Presiden (Perpres) yang belum lama ini ditandatangani. “Dengan demikian tidak akan ada lagi harga beli jagung misalnya hanya Rp1.500 per kg seperti dikeluhkan para petani,” ujarnya, disalin dari Antara.

Selanjutnya, lanjut Amran, pemerintah akan mewajibkan Perum Bulog untuk menyerap jagung petani dengan harga beli yang telah ditetapkan sebesar Rp3.150 per kg dengan kadar air 15 persen. Selain itu, pihaknya juga mewajibkan kepada Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) untuk menyerap jagung petani guna memanuhi kebutuhan bahan baku industri pakan nasional.

Sebelumnya pada Sabtu (20/8) Menteri Pertanian melakukan panen raya jagung di Desa Tengah, Kecamatan Utan Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) . Pada kesempatan itu Mentan memastikan tidak akan ada lagi impor jagung setidaknya hingga Desember 2016 dan semua kebutuhan dalam negeri harus dibeli dari petani.

Kalaupun ada impor jagung, tambahnya, dipastikan tidak merembes ke daerah-daerah sentra produksi jagung seperti NTB, Lampung, dan lainnya. Amran mengungkapkan selama 2016 impor jagung turun hingga 60 persen dibandingkan dengan tahun lalu yang mencapai 3,6 juta ton. Dari kebutuhan impor jagung sebesar 2,5 juta ton tahun ini, hingga bulan lalu baru masuk sekitar 800.000 ton. “Kami akan coba tahan impor jagung sebisa mungkin seraya memacu produksi nasional,” katanya.

Menurut data Kementan kebutuhan jagung secara nasional sebesar 8 juta ton sementara produksi sekitar 7,6 juta ton. Luas tanam Sementara itu Kementerian Pertanian menargetkan, pertambahan luas tanam jagung di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai lebih dari 400.000 hektare hingga 2017.

Menurut Mentan, sebagai salah satu lumbung jagung nasional, NTB menjadi perhatian penuh pemerintah dalam peningkatan ketahanan pangan melalui perluasan areal tanam komoditas utama padi, jagung, dan kedele. “Untuk jagung ada tiga kabupaten menjadi prioritas dalam pertambahan luas tanam jagung di NTB yakni Kabupaten Sumbawa, Dompu, dan Bima,” ujarnya.

Sehubungan dengan hal itu, Kementan akan menaikkan anggaran sektor pertanian bagi NTB terutama untuk peningkatan produksi padi, jagung dan kedele dari Rp400 miliar menjadi sediktnya Rp1 triliun. “Jika tidak ada pertambahan signifikan maka tahun berikutnya tidak dapat alokasi anggaran lagi,” ujar Amran.

Selain itu, pihaknya siap mengirim alat dan mesin pertanian untuk mekanisasi seperti traktor dan pompa air yang dibutuhkan oleh setiap daerah yang menjadi sasaran perluasan areal tanam padi dan jagung secara nasional. Program perluasan areal tanam padi dikawal oleh TNI yang terjun langsung dalam pencetakan sawah baru dan penyuluhan kepada petani.

Sementara itu Gubernur NTB M. Zainul Majdi dalam rakor pangan yang juga dihadiri Mentan dan Aster KSAD, mengatakan hingga Juli 2016 sudah 91,7 persen areal sudah ditanami atau lebih dari 425.000 ha. Sedangkan dari sasaran perluasan areal tanam 11.500 ha sudah tercapai 91 persen yang ditanami atau seluas 10.500 ha.

Badan Pusat Statisik (BPS) mencatat jumlah usaha nonpertanian dari hasil sementara Sensus Ekonomi 2016 mencapai 26,7 juta, atau mengalami kenaikan empat juta, dari jumlah usaha hasil Sensus Ekonomi 2006 sebesar 22,7 juta. “Jumlah usaha nonpertanian ini meningkat 17,6 persen,” kata Kepala BPS Suryamin.

Suryamin menjelaskan dari 26,7 juta usaha ini, sebanyak 7,8 juta menempati bangunan khusus untuk tempat usaha, dan sisanya 18,9 juta merupakan pedagang keliling, usaha di dalam rumah tempat tinggal, usaha kaki lima dan lainnya.

“Dari hasil sensus ini terlihat tantangan yang dihadapi Indonesia cukup berat di persaingan bebas, karena lebih dari 70 persen usaha tidak menempati bangunan yang khusus diperuntukkan bagi kegiatan usahanya. Untuk itu produktivitas dan daya saing usaha perlu ditingkatkan,” katanya.

Hasil sementara Sensus Ekonomi 2016 juga memperlihatkan adanya peningkatan usaha di Jawa yaitu mencapai 16,2 juta, dari sebelumnya sebesar 14,5 juta, meski jumlah pertumbuhan usaha di pulau ini merupakan yang terendah atau hanya mencapai 11,9 persen.

Suryamin menambahkan pertumbuhan jumlah usaha tertinggi terjadi di kawasan Indonesia timur yaitu Maluku dan Papua hingga mencapai 51,7 persen, dengan jumlah usaha mengalami peningkatan dari 0,3 juta usaha pada 2006 menjadi 0,5 juta usaha pada 2016.

BERITA TERKAIT

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Pelaku Transhipment Dari Kapal Asing Ditangkap - CEGAH ILLEGAL FISHING

NERACA Tual – Kapal Pengawas Orca 06 milik Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil mengamankan Kapal Pengangkut Ikan asal Indonesia yang…

Puluhan Ton Tuna Loin Beku Rutin Di Ekspor ke Vietnam

NERACA Morotai – Karantina Maluku Utara kembali memfasilitasi ekspor tuna loin beku sebanyak 25 ton tujuan Vietnam melalui Satuan Pelayanan…

Libur Lebaran Dorong Industri Parekraf dan UMKM

NERACA Jakarta – Tingginya pergerakan masyarakat saat momen mudik dan libur lebaran tahun ini memberikan dampak yang besar terhadap industri…