Koalisi Masyarakat Minta Revisi PP Remisi Tidak Terburu-buru

Koalisi Masyarakat Minta Revisi PP Remisi Tidak Terburu-buru 

NERACA

Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil meminta Presiden Joko Widodo tidak terburu-buru mengambil kebijakan soal revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 tahun 2012 tentang remisi di antaranya untuk terpidana korupsi.

"Presiden sebaiknya mempertimbangkan keberatan sejumlah pihak salah satunya dari Komisi Pemberantasan Korupsi," kata anggota Koalisi Masyarakat Sipil Emerson Yuntho seusai bertemu pimpinan KPK di Jakarta, Selasa (16/8).

Pihaknya meminta dalam mengambil keputusan terkait revisi itu dilakukan dengan melibatkan banyak pihak, bahkan presiden juga harus mempertanyakan kajian yang sudah dilakukan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamongan Laoly. Seperti, proses revisi itu apakah sudah memiliki naskah akademik atau membuat kajian yang menjelaskan latar belakang perlunya melakukan revisi tersebut.

Ia mengkhawatirkan jika revisi itu disetujui maka akan menguntungkan bagi 3.662 koruptor. Sehingga dalam mengambil keputusan revisi itu, untuk tidak gegabah.

Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menolak pemberian remisi kepada koruptor karena dinilai menghilangkan efek jera yang ingin ditanamkan lembaga antirasuah tersebut."Kalau koruptor harapan kami jangan ada remisi," kata Agus di Gedung Lembaga Administrasi Negara, Jakarta, Rabu (10/8).

Ia menjelaskan pertimbangan KPK menolak wacana Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly untuk merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan tersebut, dikarenakan kekhawatiran akan adanya tindak pidana korupsi yang diulang oleh koruptor.

Bahkan, menurut dia, kini lembaganya sedang merancang hukuman bagi koruptor dengan efek jera yang lebih besar dibandingkan produk hukum yang ada saat ini."Selain hukuman badan, kami juga sedang memikirkan langkah agar kerugian negara dikembalikan, beserta denda," ujar Agus.

Menurut Agus, draf revisi PP tersebut bertentangan dengan upaya penegakan hukum agar memberikan efek jera terhadap para pelaku. Bahkan, kata Agus, saat ini pihaknya sedang mencari jenis hukuman tambahan bagi para pelaku korupsi.

Sementara Menkumham menyebutkan merevisi Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 ini adalah untuk meminimalisir kerusuhan di unit pelaksana teknis pemasyarakatan.

Menkumham menilai PP 99/2012 dibuat tanpa mempertimbangkan masukan dari kriminolog, proyeksi terhadap angka kriminalitas, dan kemampuan anggaran negara untuk menambah fasilitas dan jumlah pegawai. Selain itu, Kementerian Hukum dan HAM menganggap remisi merupakan hak narapidana, yang mana peraturan soal remisi ini kemudian diharapkan dapat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999. Ant

 

BERITA TERKAIT

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…

BERITA LAINNYA DI

Aiptu Supriyanto Cerminan Polisi Jujur Berintegritas

NERACA Jakarta - Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Poengky Indarto menyebut tindakan Aiptu Supriyanto mengembalikan uang temuan milik pemudik yang…

RI Bisa Jadi Penengah Konflik Iran-Israel

NERACA Yogyakarta - Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Al Makin memandang Indonesia berpeluang menjadi mediator atau…

Ruang Siber Telah Menjadi Medan Perang Modern

NERACA Semarang - Pakar keamanan siber Dr. Pratama Persadha mengatakan bahwa ruang siber telah menjadi medan perang modern yang memperlihatkan…