Defisit Keseimbangan Primer Memburuk Sejak 2012

 

 

NERACA

 

Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro mengatakan, defisit keseimbangan primer dalam APBN sudah mulai memburuk sejak 2012 dan berlanjut hingga kini. "Keseimbangan primer sudah memburuk dari sebelum 2012, karena memang kelemahannya dari penerimaan," ujar Bambang saat ditemui di Kantor Bappenas, Jakarta, Kamis (18/8).

Pada 2012, defisit keseimbangan primer mencapai Rp72,3 triliun. Sementara itu, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2017, defisit keseimbangan primer diperkirakan mencapai Rp111,4 triliun, menigkat dibandingkan perkiraan defisit keseimbangan primer 2016 Rp105,5 triliun. Neraca keseimbangan primer sendiri adalah realisasi pendapatan negara dikurangi dengan realisasi belanja negara, di luar pembayaran utang. Defisit keseimbangan primer menunjukkan adanya utang yang digunakan untuk membayar utang yang jatuh tempo pada tahun tersebut, atau ibarat gali lubang tutup lubang.

Menteri Keuangan Sri Mulyani pun mengakui bahwa postur APBN saat ini memang tidak sehat,sehingga pengelolaan APBN harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak menjadi 'predator' bagi APBN itu sendiri. Bambang melanjutkan, di tengah penerimaan negara yang masih belum optimal, pemerintah masih membutuhkan dana untuk belanja besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Menurutnya, apabila rasio pajak Indonesia yang masih berada di kisaran 11-12 persen, maka defisit keseimbangan primernya pun lama-lama akan semakin membesar. Rata-rata rasio pajak peringkat lima teratas negara-negara ASEAN sendiri pada 2015 sebesar 14,4 persen.

Apabila pemerintah menginginkan neraca keseimbangan primer tidak mengalami defisit atau menjadi nol, atau bahkan surplus, kuncinya cuma dua yakni dengan menurunkan belanja atau penerimaan dinaikkan. "Belanja diturunkan kalau efisiensi tidak apa-apa, tapi kalau penurunan belanja mengganggu pertumbuhan kan sayang. Jadi akan lebih baik kalau fokus penerimaannya ditingkatkan. Jadi memang harus ada upaya serius untuk meningkatkan penerimaan, karena 'tax ratio' 11 persen benar-benar tidak 'acceptable' buat negara seperti Indonesia," kata Bambang.

Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan, Robert Pakpahan mengakui bahwa fiskal Indonesia masih bermasalah pada keseimbangan primer yang mencatatkan defisit. Target di RAPBN tahun depan, defisit keseimbangan primer mencapai Rp 111,4 triliun. Dijelaskannya, defisit keseimbangan primer tercipta karena belanja pemerintah lebih tinggi dibanding penerimaan perpajakan, meskipun pos untuk pembayaran bunga utang sudah dicicil melalui penerbitan utang.

“Sebagian utang kita dibayar untuk membayar bunga utang karena penerimaan perpajakan biarpun dikurang belanja masih kebanyakan belanjanya. Jadi memang sebagian utang buat tidak produktif, tapi tidak semua,” tegas Robert. Idealnya, menurut Robert, keseimbangan primer mendekati nol alias positif. Solusi instanuntuk mencapai hal tersebut, meningkatkan penerimaan pajak atau mengurangi belanja negara. Hanya saja, sambungnya, kondisi perekonomian domestik masih melambat akibat penurunan harga-harga komoditas ekspor.

“Tapi kita paksakan, bela-belain (belanja tinggi) supaya sumber pertumbuhan ekonomi ada. Karena belanja pemerintah yang bisa menggenjot ekonomi tumbuh ke arah 6 persen-7 persen, sehingga harapannya meningkatkan penerimaan pajak, dan defisit primer berkurang. Kalau mengharapkan sumber pertumbuhan dari eksternal, masih minim,” jelas Robert. 

Robert lebih lanjut mengatakan, pemerintah mengalokasikan pagu anggaran pembayaran bunga utang sebesar Rp 221,4 triliun di RAPBN 2017. Jumlah ini lebih tinggi dibanding APBN Perubahan 2016 yang dipatok Rp 191,2 triliun. “Total utang pemerintah sekarang ini lebih dari Rp 3.400 triliun. Rata-rata bayar bunga utang dengan tingkat bunga 5,2 persen,” terangnya.

Sebagai informasi, utang pemerintah pusat sampai dengan posisi Juni 2016 sebesar Rp 3.362,74 triliun. Realisasi ini membengkak dari posisi utang bulan sebelumnya yang sebesar Rp 3.323,36 triliun. Utang tersebut diakui sebelumnya merupakan akumulasi sejak pemerintahan orde baru hingga sekarang.

 

BERITA TERKAIT

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival

Menyelamatkan Pangan, LG Inisiasi Better Life Festival NERACA Jakarta - Berdasarkan data Badan Pangan Nasional (Bapanas), setiap tahun ada 23-48…

Arus Balik Lebaran 2024, Pelita Air Capai On Time Performance 95 Persen

NERACA Jakarta – Pelita Air (kode penerbangan IP),maskapai layanan medium (medium service airline), mencapai rata-rata tingkat ketepatan waktu penerbangan atau on-time…

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace

UMKM Indonesia Bersaing di Tingkat Dunia Lewat Marketplace NERACA  Jateng - Dalam rangka program Literasi Digital di Indonesia, Kementerian Komunikasi…