Kiara Dorong Menteri Perdagangan Audit Garam

NERACA

Jakarta – Usulan Menteri Perdagangan untuk mendorong kemandirian produksi garam rakyat dan menekan impor garam industri melalui skema investasi usaha inti plasma tambak garam dinilai justru membuat 3 juta petambak garam, baik laki-laki dan perempuan, menjadi serba tergantung, di antaranya kepada perusahaan/korporasi dan perbankan.

Pusat Data dan Informasi KIARA (Agustus 2016) mencatat, permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam adalah (1) minimnya sarana dan prasarana di tambak garam; (2) buruknya akses air bersih dan sanitasi di tambak garam; (3) minimnya intervensi teknologi berbiaya murah untuk produksi dan pengolahan garam; (4) besarnya peran tengkulak di dalam rantai distribusi dan pemasaran garam; dan (5) harga garam yang rendah.

Kelima permasalahan yang dihadapi oleh petambak garam di atas semakin diperburuk dengan adanya ketentuan impor garam industri tidak dikenakan bea masuk melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam yang berlaku sejak Desember 2015.

“Menteri Perdagangan mesti melakukan audit internal di kementeriannya. Karena carut-marut pengelolaan garam nasional disebabkan oleh ketidakberpihakan Kementerian Perdagangan kepada petambak garam nasional,” kata Susan Herawati, Deputi Pengelolaan Program dan Evaluasi KIARA dikutip dari keterangan resmi, Rabu.

Seperti diketahui, Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam mengamanahkan kepada pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk melindungi dan memberdayakan petambak garam.

Dalam konteks perlindungan, pemerintah pusat dan daerah berkewajiban untuk: (a) penyediaan prasarana dan usaha pergaraman; (b) kemudahan memperoleh sarana usaha pergaraman; (c) jaminan kepastian usaha; (d) jaminan risiko pergaraman; (e) penghapusan praktik ekonomi biaya tinggi; (f) pengendalian impor komoditas pergaraman; (g) jaminan keamanan dan keselamatan; dan (h) fasilitasi dan bantuan hukum.

Senada dengan itu, dalam konteks pemberdayaan, pemerintah pusat dan daerah berkewajiban untuk: (a) pendidikan dan pelatihan; (b) penyuluhan dan pendampingan; (c) kemitraan usaha; (d) kemudahan akses ilmu pengetahuan, teknologi, dan informasi; dan (e) penguatan kelembagaan.

“Pola kemitraan usaha yang mencerminkan jiwa gotong-royong di dalam masyarakat petambak garam adalah koperasi, bukan inti plasma. Apalagi sudah ada pengalaman pahit sebagaimana dialami oleh pembudidaya udang di Bumi Dipasena, Lampung. Perusahaan selaku Inti melakukan wanprestasi, namun pembudidaya (plasma) harus menanggung akibat pelbagai pelanggaran yang dilakukan Inti. Pendek kata, skema inti plasma merupakan praktek eksploitasi manusia atas manusia. Oleh karena itu, perlu difasilitasi pembentukan koperasi-koperasi petambak garam,” tambah Abdul Halim, Sekretaris Jenderal KIARA.

Selain itu, Menteri Perdagangan mesti segera mencabut Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 125 Tahun 2015 tentang Ketentuan Impor Garam karena bertentangan dengan Pasal 11 ayat (2) Undang-Undang No. 7 Tahun 2016 tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam yang menegaskan bahwa, “Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dilarang membuat kebijakan yang bertentangan dengan upaya Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan, dan Petambak Garam”.

Sebelumnya, Kiara menginginkan menteri perdagangan serta menteri perindustrian yang baru untuk dapat memperhatikan kondisi garam nasional dan memprioritaskan peningkatan kesejahteraan petambak garam di berbagai daerah. “Ketidakterbukaan perizinan dan penetapan kuota impor garam tanpa memprioritaskan penyerapan garam lokal merugikan kepentingan petambak garam nasional,” kata Sekjen Kiara.

Menurut Abdul Halim, hal tersebut seharusnya menjadi salah satu pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan oleh Enggartiasto Lukito, menteri perdagangan yang baru dilantik Presiden Joko Widodo. Selain itu, ujar dia, impor garam yang merugikan kepentingan petambak garam nasional dinilai merupakan buntut pendataan yang semrawut dan hal ini menjadi tanggung jawab Kementerian Perindustrian.

Untuk itu, lanjutnya, upaya peningkatan kualitas garam lokal menjadi garam yang dipasarkan secara luas juga tidak dilakukan oleh Kementerian Perindustrian bersama dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan. “Hal ini menjadi pekerjaan rumah Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto,” ucapnya.

BERITA TERKAIT

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…

BERITA LAINNYA DI Perdagangan

Di Pameran Seafood Amerika, Potensi Perdagangan Capai USD58,47 Juta

NERACA Jakarta –Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhasil membawa produk perikanan Indonesia bersinar di ajang Seafood Expo North America (SENA)…

Jelang HBKN, Jaga Stabilitas Harga dan Pasokan Bapok

NERACA Jakarta – Kementerian Perdagangan (Kemendag) terus meningkatkan koordinasi dengan instansi terkait dalam  menjaga stabilitas harga dan pasokan barang kebutuhan…

Sistem Keamanan Pangan Segar Daerah Dioptimalkan

NERACA Makassar – Badan Pangan Nasional/National Food Agency (Bapanas/NFA) telah menerbitkan Perbadan Nomor 12 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan…