BI dan LPS Kerjasama Penanganan dan Pencegahan Krisis Keuangan

 

NERACA

 

Jakarta – Dalam upaya pencegahan dan penanganan krisis keuangan, Bank Indonesia (BI) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) melakukan kerjasama kesepakatan untuk berkordinasi dan sinergi khusus. Kerjasama ini, dituangkan dalam nota kesepahaman yang ditandatangani oleh Gubernur BI, Agus D.W. Martowardojo dan Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, di Jakarta, pada Kamis (28/7).

Menurut Halim, LPS dan BI selama ini telah menjalin koordinasi yang erat dalam pelaksanaan fungsi dan tugasnya di masing-masing lembaga. Terdapat tujuh hal yang dicakup dalam nota kesepahaman antara BI dan LPS kali ini. Pertama, penyelesaian bank gagal yang tidak berdampak sistemik berupa pencabutan izin usaha.

Lalu yang kedua, pendanaan dalam rangka penanganan permasalahan solvabilitas bank. Ketiga, pertukaran data dan informasi. Keempat, pengembangan kompetensi pegawai. Kelima, penelitian, kajian, dan survei bersama. Keenam, sosialisasi dan edukasi bersama. “Dan Ketujuh, penugasan pegawai; dan atau penanganan pelaksanaan tugas lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, antara lain mendukung pelaksanaan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT), pendalaman pasar keuangan, dan perluasan akses keuangan,” ujarnya.

Dia mengatakan, dengan adanya penandatanganan nota kesepahaman kerja sama antarlembaga ini, diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan sesuai dengan perkembangan kerangka hukum, perubahan tugas, fungsi dan wewenang institusi keuangan di Indonesia. Dia menambahkan, sinergi antara LPS dan BI ini juga sejalan dengan sudah disahkannya Undang-Undang (UU) No.9 tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (UU PPKSK). Maka dari itu, perlu dilakukan penyesuaian terhadap tugas, fungsi dan wewenang institusi di sistem keuangan Indonesia. “Untuk itulah, dilakukan penyesuaian dalam kerja sama antara BI dan LPS,” ucap Halim.

Dalam upaya mengatasi krisis keuangan, kini sudah ada payung hukum, khususnya perbankan, yakni Undang-undang (UU) Nomor 9 Tahun 2016 tentang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Dengan adanya UU itu Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Bank Indonesia (BI), Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) memiliki landasan hukum dalam menjaga stabilitas sistem keuangan (SSK) Indonesia agar berfungsi efektif dan efisien serta mampu bertahan dari gejolak yang bersumber dari dalam dan luar negeri.

Berdasarkan UU itu, otoritas keuangan Indonesia tidak perlu was-was lagi dalam bertindak jika terjadi krisis keuangan. Selain karena sudah ada protokol penanganan krisis oleh masing-masing otoritas, mereka juga dapat bekerja secara profesional tanpa khawatir bakal terkena jeratan hukum.

Pada Bab VI Pasal 48 ayat (1) disebutkan bahwa "Kecuali terdapat unsur penyalahgunaan wewenang, anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan, sekretaris Komite Stabilitas Sistem Keuangan, anggota sekretariat Komite Stabilitas Sistem Keuangan, dan pejabat atau pegawai Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, dan Lembaga Penjamin Simpanan tidak dapat dituntut, baik secara perdata maupun pidana atas pelaksanaan fungsi, tugas, dan wewenang berdasarkan Undang-Undang ini".

UU tersebut juga memberikan kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan kondisi krisis yang disarankan oleh Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dan pembentukan badan restrukturisasi bank. Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara dalam kegiatan sosialisasi UU PPKSK di Jakarta beberapa waktu lalu mengatakan Presiden bisa saja menetapkan keputusan yang berbeda dengan rekomendasi KSSK dalam menentukan kondisi krisis ekonomi.

Jadi, penentuan kondisi krisis keuangan tidak serta merta hanya berdasarkan kajian dari empat otoritas di bawah KSSK, namun juga melibatkan keputusan politik yang harus dipertimbangkan Presiden. "Apakah Presiden bisa berbeda suara? Saya harus katakan iya. Karena Presiden pemegang mandat politik, dan pertanggungjawaban krisis juga sebagian adalah pertanggungjawaban politik," kata Suahasil.

 

BERITA TERKAIT

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Survei BI : Kegiatan Dunia Usaha Meningkat di Triwulan I/2024

    NERACA Jakarta – Hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia (BI) mengindikasikan bahwa kinerja kegiatan dunia usaha…

BRI Catat Setoran Tunai Lewat ATM Meningkat 24,5%

  NERACA Jakarta – PT Bank Rakyat Indonesia Persero Tbk (BRI) mencatat setoran tunai melalui ATM bank tersebut meningkat sebesar 24,5 persen…

Bank DKI Jadi Penyumbang Deviden Terbesar ke Pemprov

    NERACA Jakarta – Bank DKI menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) penyumbang dividen terbesar bagi Provinsi DKI Jakarta sepanjang…