Ahok: Agung Podomoro Tak Keberatan - Soal Tambahan Kontribusi 15%

 

NERACA

Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, PT Agung Podomoro Land (APLN) tidak pernah menyatakan keberatan terkait tambahan kontribusi 15 persen. Justru dia mengaku heran dengan adanya kabar penolakan tambahan kontribusi yang akan ditetapkan bagi para pengembang reklamasi.

"Saya bertemu Ariesman (eks Presdir APLN), nggak ada yang keberatan. Malah Podomoro ini yang sudah bayar Pak, sudah bangun Pak. Makanya saya juga kaget gitu, kalau mereka keberatan, harusnya dia tidak mau menyumbangkan," ujar Ahok saat bersaksi untuk eks Presdir APLN Ariesman Widjaja dan anak buahnya Trinanda Prihantoro dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (25/7).

Ahok malah memuji APLN yang dinilai paling kooperatif. “Tidak ada pengembang yang sekooperatif mereka,” ujarnya. Karenanya, dia heran dengan adanya kabar APLN yang menolak tambahan kontribusi yang juga sempat disampaikan oleh stafnya Sunny Tanuwidjaja. "Pak Sunny juga ngomong wah kayaknya mungkin bos-bos keberatan, saya sih jawabnya santai saja. Orang nggak ada yang ngomong keberatan ama saya kok," imbuhnya.

Ahok menjelaskan, tambahan kontribusi ini dibahas bersama pengembang terkait dengan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta (RTRKSP). "Ada sumbangan tambahan. Untuk apa saja, jalan inspeksi, rumah pompa, bendungan termasuk membuat waduk semua disebutkan. Nilainya berapa kalau pulau anda 500 hektare, 250 hektare yang bisa dijual, kali Rp 1 juta, itu dua setengah triliun," ucapnya.

Setelah tim dari Pemprov DKI Jakarta melakukan perhitungan terkait pembagian dividen dalam reklamasi kawasan Ancol barat, dari hasil penghitungan, didapatkan angka 30 persen yang diterima Pemprov DKI. "Kalau pengusaha hanya mengatakan saya untung 100, untuk membuktikan untung berapa apa pakai BPK, apa faktur pajak. Berdebat lagi dan mencari rumus, kira-kira 30 persen di bandingkan harga NJOP nilainya berapa? Di situ dapat angka 15 persen dari NJOP," papar Ahok.

Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum pada KPK bolak-balik bertanya soal dasar hukum aturan mengenai tambahan kontribusi yang diberlakukan bagi perusahaan pengembang kawasan reklamasi. Ahok menegaskan pengenaan kontribusi tambahan merujuk pada perjanjian yang pernah dibuat sebelumnya termasuk diskresi mengenai penetapan besaran angkanya.

Ahok menyebut pengenaan tambahan kontribusi dalam surat perjanjian sudah pernah dibuat pada tahun 1997 terkait dengan reklamasi yang dilakukan PT Manggala Krida Yudha (MKY). "Bukan saya nyuruh, dari ini gubernur pertama tahun 97 membuat perjanjian untuk reklamasi. Saya mengacu ke perjanjian 97 dan Keprres 1995 (tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta)," ujar Ahok.

Namun Ahok menyebut perjanjian tahun 1997 tersebut tidak menyebutkan nominal tambahan kontribusi yang dikenakan kepada pihak pengembang. Ahok-dengan menggunakan diskresinya, lantas menetapkan angka besaran tambahan kontribusi yang sebelumnya dikaji oleh tim Pemprov DKI.

"Nominal angka tidak ada di situ, saya menggunakan hak diskresi. Kalau tanpa angka jelas gampang dimainkan. Maka karena itu saya menggunakan hak saya untuk memberi keuntungan kepada Pemda. Ini saya mesti dirumuskan," sebutnya.

Perjanjian tahun 1997 yang kemudian menjadi dasar pengenaan kontribusi terkait dengan APLN dalam pengembangan kawasan Pulau G. Ahok juga menegaskan dirinya memiliki kewenangan memberikan izin prinsip terhadap pengembang kawasan reklamasi sebagaimana Keppres Nomor 52 Tahun 1995.

"Diskresi bisa saya berikan, terkait izin. Satu pihak saya tidak ingin tidak jelas kontribusi mereka. Kalau saya beri izin kepada mereka tanpa perjanjian menata ruang, kita dikadalin. Makanya saya anggap satu pihak izin diberikan karena sudah lengkap. Kalau saya tidak memberi izin saya bisa digugat," sambungnya.

Ahok menegaskan ditetapkannya tambahan kontribusi sebesar 15 persen merupakan angka maksimal untuk membantu penataan kawasan Utara Jakarta.

 

BERITA TERKAIT

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Makro

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini

Pemeran Bangkok RHVAC dan Bangkok E&E 2024 akan Tampilkan Inovasi dan Teknologi Terkini NERACA Jakarta - Bangkok RHVAC 2024 dan…

Defisit Fiskal Berpotensi Melebar

    NERACA Jakarta - Ekonom Josua Pardede mengatakan defisit fiskal Indonesia berpotensi melebar demi meredam guncangan imbas dari konflik Iran…

Presiden Minta Waspadai Pola Baru Pencucian Uang Lewat Kripto

  NERACA Jakarta – Presiden RI Joko Widodo meminta agar tim Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan kementerian…