BANK DUNIA KHAWATIRKAN EKONOMI NEGARA BERKEMBANG - Indonesia Perlu Investasi SDM

Jakarta - Bank Dunia kembali menyatakan kekhawatiran atas rapuhnya pertumbuhan ekonomi dunia yang disertai dengan berbagai gejolak. Bahkan, menurut Direktur Operasional Bank Dunia Sri Mulyani, perekonomian negara berkembang, termasuk Indonesia, kini  menghadapi tantangan berat. Untuk itu Indonesia perlu meningkatkan investasi sumber daya manusia (SDM) supaya tidak tertinggal dengan negara lain.

NERACA

"Padahal, selama dua dekade terakhir, negara berkembang merupakan mesin pertumbuhan ekonomi dunia," tutur Sri Mulyani yang juga mantan Menteri Keuangan RI, saat memberikan kuliah umum di UI Depok, Selasa (26/7).

Menurut dia, Bank Dunia sendiri sudah melakukan revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia berkali-kali. Terakhir, Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi dunia tahun ini menjadi hanya 2,4% dari semula 2,9%.

Sri Mulyani mengibaratkan, tantangan tersebut sebagai perfect storm atau badai sempurna, yang  datang dalam bentuk lemahnya ekonomi dan perdagangan dunia, perlambatan dan perubahan struktural ekonomi China disertai rendahnya harga-harga komoditas.

"Melambatnya pertumbuhan ekonomi di China dan perubahan struktural ekonomi China sangat memengaruhi ekonomi dunia," ujarnya.  Negara pengekspor komoditas itu saat ini mendapatkan hantaman paling keras, sebanyak 40% pemangkasan pertumbuhan ekonomi dunia berasal dari kelompok negara tersebut.

Sri Mulyani mengungkapkan dari kunjungannya ke Argentina pekan lalu, pelemahan ekspor telah merontokkan ekonomi Argentina yang memiliki porsi ekspor ke China hingga 35%.
"Kondisi serupa juga dialami negara-negara di Amerika Latin, Afrika, Asia Tengah, serta Asia Tenggara, tak terkecuali Indonesia, di mana China menerima 11% dari ekspor Indonesia," ujarnya.

Tak hanya itu. Hantaman perfect storm, menurut dia, juga memengaruhi aliran modal ke negara berkembang, meluasnya konflik dan serangan terorisme, termasuk perubahan iklim global. Dia menilai, diperlukan kerja sama yang semakin erat dan koordinasi kebijakan antar negara untuk menghadapi perfect storm dalam perekonomian global ini.

"Kerja sama ini dapat membangun kembali kepercayaan dan menghilangkan halangan perdagangan dan investasi untuk menunjang produktivitas dan memulihkan pertumbuhan ekonomi," tutur dia.

Namun sayangnya, yang terjadi di dunia malah sebaliknya. Sri Mulyani mengungkapkan, kerja sama antar negara justru berada di titik terendah di sepanjang sejarah. Sebagai bukti, keluarnya Inggris dari persekutuan Uni Eropa atau lazim dikenal dengan “Brexit”.

Ketimpangan Masyarakat

Sri Mulyani mengatakan, meningkatnya ketimpangan masyarakat Indonesia merupakan kekhawatiran terbesarnya saat ini. Hal tersebut tercermin dari melebarnya angka indikator kesenjangan (koefisien gini) Indonesia secara tajam selama periode 2003-2014 dari 0,3 menjadi 0,41.

“Suatu negara yang memiliki koefisien gini yang sangat tinggi atau ketimpangan yang sangat tinggi bisa melemahkan kemampuan negara itu untuk tumbuh dalam jangka panjang,” ujarnya.

Menurut dia, ketimpangan di Indonesia banyak ditentukan oleh hal-hal yang di luar kendali pihak yang lemah secara ekonomi. Dengan kata lain, ketimpangan tidak hanya sekedar dari kesenjangan pendapatan tetapi juga berasal dari ketimpangan peluang.

Berdasarkan penelitian Bank Dunia, sepertiga dari ketimpangan di Indonesia disebabkan oleh empat faktor pada saat seseorang lahir yaitu provinsi tempat lahir, tempat lahir di desa atau di kota, peranan kepala keluarga, dan tingkat pendidikan orang tua.

“Anak-anak Indonesia yang lahir dengan ketimpangan tersebut akan sulit mengatasi ketimpangan di masa depannya,” ujar Sri Mulyani.

Lebih lanjut, dia meminta ketidakadilan tersebut segera diatasi sehingga dimanapun seorang bayi lahir, bayi tersebut berhak mendapatkan fasilitas kesehatan, pendidikan, dan pelayanan dasar.
Oleh karenanya, pemerintah perlu melakukan pemerataan dalam memberikan layanan kesehatan, pendidikan, serta fasilitas dasar di seluruh Indonesia.

“Cita-cita Indonesia adalah wherever you’re born, di mana saja kalian lahir, di provinsi mana, di desa atau di kota idealnya bisa mendapatkan layanan kesehatan, pendidikan, dan basic services sehingga bisa menjadi bayi yang sehat dan mampu tidak hanya mengurus diri sendiri tetapi juga berkontribusi kepada masyarakat,” ujarnya.

Dia juga meminta Pemerintahan Jokowi untuk mengatasi ketimpangan yang dialami oleh perempuan dan anak perempuan. Karena Indonesia belum memanfaatkan secara optimal potensinya terkait ketenagakerjaan yang melibatkan semua penduduk, baik perempuan dan laki-laki.

Sebagai ilustrasi, hanya 51% perempuan Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas yang menjadi bagian dari tenaga kerja. Rasio ini lebih rendah dari rata-rata Asia Timur dan Pasifik, yaitu 63%.  Sementara, partisipasi tenaga kerja laki-laki mencapai lebih dari 80%.

Selain itu, menurut laporan terkini Global Gender Gap oleh World Economic Forum, Indonesia menduduki peringkat 114 dari 145 negara terkait tingkat partisipasi dan peluang perekonomian perempuan. Padahal, ketimpangan peluang perempuan dan anak perempuan berdampak pada kemajuan perekonomian.

“Ketimpangan peluang bagi perempuan dan anak perempuan berdampak langsung pada peluang ekonomi mereka dan, secara tidak langsung, kemampuan untuk mengambil keputusan yang bisa mempengaruhi kehidupan mereka dan keluarga mereka,” ujarnya.

Karena itu, Sri Mulyani menilai Indonesia sebaiknya melakukan investasi SDM selain memperbaiki pembangunan infrastruktur untuk bisa unjuk gigi dalam Masyakat Ekonomi ASEAN (MEA). Bahkan menurut dia, Indonesia bisa menjadi penentu keberhasilan MEA. Pasalnya, Indonesia merupakan negara terbesar di kawasan ASEAN baik dari sisi populasi maupun produk domestik bruto (PDB).

“Indonesia sebagai negara besar, terbesar di ASEAN baik dari sisi populasi, PDB dan lain-lain. Itu akan sangat menentukan komunitas ini (MEA) akan menjadi baik atau stagnan,” tutur  dia.

Bagaimanapun, menurut Sri Mulyani, perekonomian negara-negara di kawasan ASEAN relatif lebih baik dari pertumbuhan ekonomi dunia secara umum karena kesediaan untuk bekerja sama dalam bidang perdagangan maupun investasi intra kawasan.

Kendati demikian, Sri menyadari adanya suara negatif yang menganggap terbukanya pasar di kawasan ASEAN maupun global merupakan suatu ancaman. Hal itu, menurutnya, muncul karena ketidaktahuan pada dunia luar dan kurangnya rasa percaya diri bahwa Indonesia bisa menguasai dunia dengan potensi yang ada.

Dia mengungkapkan, sepertiga dari jumlah penduduk Indonesia, dengan jumlah mencapai 65 juta jiwa merupakan anak muda. Di tangan generasi muda inilah terletak kunci keberhasilan Indonesia untuk lepas dari pelemahan ekonomi Dunia.

Pertumbuhan ekonomi dunia saat ini sering mengalami gejolak. "Saat ini Bank Dunia, kami mengkhawatirkan mengenai rapuhnya pertumbuhan ekonomi dunia", ujarnya.

Perekonomian Indonesia yang besar, menurut dia, tidak serta merta menjadikan Indonesia pemimpin di ASEAN. Untuk mengembangkan potensi yang telah ada, Indonesia perlu bekerja keras dalam meningkatkan pembangunan infrastruktur, sumber daya manusia, dan perbaikan kelembagaan.

“Kalau Indonesia berinvestasi lebih ke sumber daya manusia dan kelembagaan, serta infrastruktur diperbaiki, Indonesia akan memimpin perekonomiannya sendiri, memimpin perekonomian kawasan, dan memimpin dunia,”ujarnya.

Sebelumnya diberitakan, bahwa pertumbuhan ekonomi nasional tahun ini diperkirakan masih lemah dan sulit menyentuh angka 5%. Meski demikian, laju pertumbuhan produk domestik bruto (PDB) dalam tiga bulan terakhir menunjukkan tanda-tanda perbaikan.

”Kalau kita lihat forecast berbagai lembaga, termasuk IMF dan Bank Dunia, revisi ke bawah selalu dilakukan. Polanya seperti itu. Kalau dari sisi Bank Mandiri, kita melihat pertumbuhan tahun ini sekitar 5%. Sekitar 5% ini bisa saja di bawah sedikit (dari 5%), meski lebih baik dibanding tahun lalu (4,79%),” ujar Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan di Jakarta pekan ini.  

Target pertumbuhan yang dipatok oleh pemerintah sebesar 5,2% tahun ini menurut dia sulit dipenuhi. Namun Anton tak menampik bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia masih lebih bagus dibandingkan dengan negara lain yang relatif setara seperti Malaysia, Thailand, dan Singapura. Namun, secara urutan waktu, 5% bukanlah angka pertumbuhan yang cukup bagus. bari/mohar/fba


BERITA TERKAIT

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MENAKER IDA FAUZIYAH: - Kaji Regulasi Perlindungan Ojol dan Kurir

Jakarta-Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah akan mengkaji regulasi tentang perlindungan bagi ojek online (ojol) hingga kurir paket, termasuk mencakup pemberian tunjangan…

TRANSISI EBT: - Sejumlah Negara di Asteng Alami Kemunduran

Jakarta-Inflasi hijau (greenflation) menyebabkan sejumlah negara di Asia Tenggara (Asteng), termasuk Indonesia, Malaysia, dan Vietnam mengalami kemunduran dalam transisi energi…

RENCANA KENAIKAN PPN 12 PERSEN PADA 2025: - Presiden Jokowi akan Pertimbangkan Kembali

Jakarta-Presiden Jokowi disebut-sebut akan mempertimbangkan kembali rencana kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen pada 2025. Sebelumnya, Ketua Umum…