Kudeta dan Ekonomi

 

Kegagalan kudeta militer di Turki merupakan cermin pesona Presiden Tayyip Erdogan begitu kharismatik di mata rakyatnya saat ini. Mengapa rakyat Turki terlihat semangat bersatu melawan pihak tentara (sebagian) yang melakukan upaya kudeta?

Jawabannya tentu faktor politik dan ekonomi. Keduanya memang menjadi faktor penting, tapi yang terpenting dalam kasus Turki adalah menguatnya kondisi ekonomi, dimana Erdogan berhasil menaikkan PDB per kapita dari semula US$3.400 (2002) menjadi US$11.000 pada 2015. Ini menunjukkan tingkat pendapatan rakyat di negara itu cukup makmur, sebagai syarat utama penguatan demokrasi di masyarakat sipil.   

Bahwa kemudian Erdogan memiliki agenda menggeser orientasi politik negara Turki dari sekulerisme Kemal Attaturk ke yang lebih agamais sebagaimana ideologi politik Partai Keadilan & Pembangunan (AKP), respon yang baik dengan terlebih dahulu dilakukan adalah mencegah praktik kekuasaan politik tidak demokratis yang coba dilakukan oleh faksi militer Turki dalam bentuk kudeta militer.

Ini terlihat saat Erdogan mencoba merealisasikan agenda politiknya dengan mengubah ideologi politik Turki dari sekulerisme Kemal Atturk menjadi ideologi yang lebih agamais, masyarakat Turki juga akan melakukan penolakan yang kurang lebih sama dengan apa yang dilakukan saat menolak kudeta militer Turki. Gerakan rakyat yang menjatuhkan rezim pemerintahan banyak terjadi di sejumlah negara.

Namun, hal yang berbeda adalah bagaimana publik memproteksi pemerintahan yang tengah berkuasa di Turki. Saat Presiden Mursi juga digoyang oleh kudeta militer di Mesir, langkah yang sama juga coba dilakukan dengan membangun konsolidasi rakyat untuk memproteksi kekuasaan Mursi. Karena publik sudah terpecah akibat kebijakan yang kurang tepat Mursi, langkah untuk memproteksi kekuasaan pemerintahan sipil demokratis di Mesir gagal dilakukan, militer Mesir akhirnya merebut kekuasaan Mursi saat itu.  

Ada empat alasan mengapa konsolidasi publik sangat cepat dan efektif dalam melawan dan mencegah kudeta militer berhasil di Turki, yakni: Pertama, pengalaman rakyat Turki yang telah mengalami sejumlah kudeta militer sejak 1960 hingga 2016, empat kudeta sebelumnya berhasil mengambil kekuasaan pemerintahan yang sah.

Yang lainnya digagalkan karena pemerintah yang berkuasa tersebut cepat mengindikasikan gerakan sekelompok militer yang berupaya merebut kekuasaan. Pada 2003 rencana kudeta bahkan dapat digagalkan dan berimplikasi pada perekonomian Turki yang memburuk. Trauma politik inilah yang membuat langkah cepat publik merespon negatif langkah kudeta militer tersebut.

Kedua, publik Turki merasa bahwa sepanjang militer melakukan kudeta, dan berganti kekuasaan, tidak cukup memberikan keyakinan politik publik bahwa pascakudeta, kondisi ekonomi akan lebih baik dari sebelumnya. Dengan begitu, respon negatif atas aksi tersebut adalah melakukan penolakan yang bersifat masif. Ketiga,faktor media dan media sosial yang mampu membangun rantai informasi dan solidaritas yang begitu cepat dan efektif.

Karakter militer dan masyarakat Turki dengan Indonesia ada kesamaan. Jika karakter militer Turki dengan TNI ada pada karakter tentara pejuang yang ikut memperjuangkan kemerdekaan dan berdirinya republik sehingga ada klaim historis, baik tentara Turki maupun TNI, atas arah gerak republik.

Sementara karakter masyarakatnya terbentuk sebagai masyarakat yang terbangun memisahkan antara agama dengan negara dalam bentuk yang kurang lebih sama. Secara garis besar pun respon atas penyikapan yang berupaya memasukkan unsur agama dalam konstitusi mengundang perdebatan yang tak kunjung usai. Hanya masalah ekonomi Indonesia sekarang masih dalam taraf menuju perbaikan. Berbeda dengan kondisi rakyat Turki yang sudah makmur.

Salah satu indikator yang paling mudah dilihat dan dirasakan saat isu komunisme dimanfaatkan oleh sejumlah purnawirawan TNI untuk melihat sejauh mana respon publik. Kecenderungan ini memang hanya direspon oleh kelompok masyarakat keagamaan sehingga tidak berkembang lebih jauh. Yang jelas, komitmen TNI dengan pemerintahan Jokowi memiliki garis yang sama, di mana komitmen menjaga NKRI, Pancasila, dan UUD 1945 adalah pijakan politik yang harus dijaga sampai kapan pun.

Melihat pengalaman keberhasilan Erdogan meningkatkan kesejahteraan rakyat Turki dengan besaran PDB per kapita saat ini mencapai US$11.000, setidaknya ini menjadi acuan bagi Presiden Jokowi melalui program Nawa Cita-nya dapat meningkatkan PDB per kapita di Indonesia ke level yang lebih baik. Dengan demikian, popularitas Jokowi akan seimbang dengan Erdogan yang mampu memikat rakyat Turki melawan kudeta militer secara sukarela.

 

BERITA TERKAIT

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…

BERITA LAINNYA DI Editorial

IKN Magnet Investasi

  Eksistensi UU Cipta Kerja dinilai cukup strategis dalam memajukan perekonomian Indonesia. UU Cipta Kerja akan menjadi salah satu regulasi…

Persatuan dan Kesatuan

Pasca Pemilihan umum (Pemilu) 2024, penting bagi kita semua untuk memahami dan menjaga persatuan serta kesatuan sebagai pondasi utama kestabilan…

Laju Pertumbuhan Kian Pesat

  Pertumbuhan ekonomi sebagai sebuah proses peningkatan output dari waktu ke waktu menjadi indikator penting untuk mengukur keberhasilan pembangunan suatu…