Saat Pemerintah-Pengusaha Tak Seirama

Oleh: Agus Yuliawan

Pemerhati Ekonomi Syariah

Pemerintah dan Pengusaha berperan mengatur sektor riiil. Namun apa jadinya jika pemerintah dan pengusaha tidak berjalan seiring seperti yang terjadi saat ini.  Perlu di cermati secara jujur, gambaran terkini ekonomi berkemakmuran, nampaknya kian suram saja. Jauh panggang dari api. Terutama dikaitkan dengan kelompok  rakyat kecil. Mereka amat terganggu dengan harga  yang semakin naik, sementara pendapatan mereka tetap rendah terus. Hal ini menjadikan mereka tidak memiliki daya saing sama sekali.

Tapi mau bagaimana lagi. Apa daya, mereka dirundung nasib tidak beruntung. Kalau diibaratkan sama halnya  dengan batang  bertindih yang dibawa juga yang  menanggung himpitan berat. Itulah ibarat dari posisi berlapis, yang atas lebih sedikit risikonya. Ketimbang  lapis bawah karena himpitan beban atas. Lantas apa yang harus dilakukan dimasa dekat. Lalu bagaimana  menghadapi beban ekonomi selanjutnya. Ini memerlukan jawaban pemikirian kita semua.  

Walau  sudah sering diperbincangkan masalah tersebut tetap saja menjadi persoalan. Termasuk perbincangan  menyoroti cara pemerintah menangani masalah ekonomi terutama ekonomi riil. Yaitu praktik bisnis, yang  benar untuk memberi perlindungan kepada masyarakat kecil itu. Bukan hanya menyerahkan kepada pemain bisnis, yang kadang kala pedagang, hanya mementingkan dirinya  dalam mencari keuntungan

Seperti apa yang dikatakan  Wakil Ketua  MPR Oesman Sapta bahwa ada 5 kartel pedagang daging sapi, yang mempermainkan harga dipasar.  Menurut dia, permainan kelompok pedagang tersebut  semakin menambah  masalah. Bagaimanapun ini  menentang  instruksi Presiden bahwa harga daging sapi ditetapkan Rp80  ribu per kg.

Disinilah pada  pandangan saya pemerintah harus jelas membuat kebijakan. Pengusaha itu menuruti hukum  ekonomi pasar. Pengusaha  tidak mungkin disuruh menanggung rugi, tidak dapat asal perintah. Karena itu, sebaiknya  dibangun mitra kerjasama  pemerintah dan pengusaha berjalan seiring. Tidak boleh terjadi pengusaha mengergaji kebijakan  pemerintah, dan   melakukan desortasi pasar 

Salah siapa? Memang kenyataan lapangan  harga daging sapi masih tinggi. Tingginya harga daging di pasaran lebih dikarenakan penanganan pemerintah selain tidak jelas, juga bermasalah dengan pelaku  bisnis itu sendiri. Pemerntah ingin mengatur bagaimana harga terjangkau daya beli masyrakat, tapi pelaku bisnis tidak peduli. Jika ini terus menerus yang terjadi, maka antara pemerintah dan pengusaha  tidak bisa berjalan seiring.

Di pihak lain, masyarakat menanggung akibatnya. Terpaksa kalau membeli daging mereka  harus membeli dengan harga mahal. Kalau tidak mampu, ya tidak membeli. Itu pilihannya. Pilihan demikian  sama saja dengan pikiran anak Taman Kanak Kanak. Kalau tidak mampu jangan beli. Ungkapan seperti itu tidak perlu, semuanya orang sudah tahu.Walau hal itu benar adanya. Kembali pada  soal masyarakat ekonomi  lapis bawah jelas sebenarnya pilihan yang sulit. Namun harus dihadapi. Caranya antara lain dengan melakukan hal berikut.

Pertama, penyesuaian. Yaitu dengan membentuk pola gerakan ekonomi membeli yang sangat diperlukan dan menunda hal yang kurang urgent. Misalnya  di  tahun ini menunda tidak makan daging sapi.Artinya menyesuaikan dengan kondisi ekonomi keuangan yang ada. 

Kedua, subsitusi. Yaitu gerakan ekonomi mencari pengganti. Ini adalah pengembangan pola penyesuaian point pertama  diatas. Misalnya mensibtitusi daging dengan tempe atau tahu. Intinya tidak hanya terpaku pada barang tertentu, tapi dapat mengalihkankanya dengan barang yang lain yang nilainya tidak jauh berbeda.

Hanya dengan cara demikian masyarakat lapis bawah  bisa menghindari beban berat ekonomi mereka. Memang cara dan pola ini amat sederhana dan menyedihkan memang. Mengapa begitu amat, sudah 70 tahun merdeka kok nasib rakyat begini begini saja. Satu realitas pemerintah kita belum juga dapat menyusun pembangunan ekonomi yang mampu mensejahterakan rakyat kecil. Dengan demikian kita tak akan pesimistis dengan keadaan saat ini dan semoga tahun depan tidak akan terjadi lagi. Lebih-lebih ada sebuah sinergisitas antara pemerintah dan pengusaha sehingga terkait harga kebutuhan pokok masyarakat bisa senada dan seirama. 

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…