PENILAIAN PUSAT STUDI ENERGI UGM - Holding BUMN Migas Terburu-buru

Jakarta – Kalangan peneliti Pusat Studi Energi Universitas Gadjah Mada (PSE-UGM) berargumen bahwa pembentukan Holding BUMN Migas dinilai belum memiliki motivasi kuat untuk menyelesaikan carut marut permasalahan dan tantangan energi nasional, serta terkesan terburu-buru.

NERACA

"Rencana ini perlu disikapi dan dikaji lebih dengan matang dari berbagai aspek pendukung, setidaknya korporasi, efek terhadap investasi, kesesuaian regulasi, dan perbandingan teknis," ujar  Kepala PSE-UGM, Deendarlianto dalam kajian tertulisnya, Kamis (30/6).

Peneliti UGM meminta, pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam melakukan pembentukan Holding Migas. Perlu perencanaan yang matang untuk menciptakan industri bisnis migas yang sehat. "Pemerintah diharapkan tidak terburu-buru dan perlu perencanaan (roadmap) mendalam ke arah restrukturisasi BUMN Migas," ujarnya.

Menurut PSE UGM, jika belum memungkinkan, lebih baik untuk menguatkan peran pemerintah sebagai regulator untuk dapat mendudukkan peran masing-masing stakeholder energi secara optimal.

“Secara akademik kita belum menemukan bukti kuat kalau holding Pertamina atas PGN akan membuat kondisinya jadi lebih baik,” ujar Kusdhianto Setiawan, pakar energi dari PSE-UGM, a, Selasa (28/6).

Menurut dia, daripada mewacanakan sesuatu yang hasilnya belum tentu, lebih baik fokus pada bagaimana membuat PGN lebih besar dan membikin Pertamina lebih baik. PGN sendiri saat ini telah menjadi perusahaan holding industri gas yang cukup stabil, kinerja PGN sebagai perusahaan induk dinilainya justru lebih baik dan transparan ketimbang Pertamina.

“Pertamina mensinergikan anak-anak perusahaannya macam Petral dan ISC saja tidak bisa,” kata Kusdhianto seperti dikutip Aktual.com.

Dalam rencana holdingisasi ini, sambungnya, yang tidak dimunculkan adalah publik sebagai pemegang saham PGN meski dalam skala minor seakan-akan tidak diajak bicara oleh pemerintah untuk menentukan masa depan PGN, bahwa UU Pasar Modal sesungguhnya menjamin perlindungan kepentingan investor publik tersebut.

“Jika pasar bereaksi negatif atas skema holding ini maka pemerintah bisa dituduh merugikan kepentingan pemegang saham publik, itu yang harus diperhatikan,” tandasnya.

Di dunia korporasi baik itu keputusan holding, merger ataupun akuisisi harus melalui RUPS sebab jika tidak maka dianggap ada penyembunyian informasi sehingga tentu melanggar kepentingan investor. PGN yang sudah stabil tiba-tiba diwacanakan merger dengan Pertagas lalu dijadikan anak perusahaan Pertamina tentu mengecewakan investor publik karena tidak ada jaminan kedepan bakal lebih baik. Kusdhianto memandang ini besar pengaruhnya terhadap penciptaan iklim investasi yang sehat.

“Kalau saya sebagai investor melihatnya ini ada informasi yang nggak jelas, pemerintah tidak transparan, ada apa antara pemerintah dan Pertamina? Investor tentu menilai iklim investasi di Indonesia sebenarnya tidak sehat,” ujarnya.

Dia mencermati, akar masalah yang ada sebenarnya pada tata kelola bisnis gas di Indonesia. Peran pemerintah sebagai regulator harusnya lebih ditonjolkan, misal, mengatur area penjualan, jaminan ketersediaan, harga murah baik bagi konsumen masyarakat atau industri serta efisiensi pembangunan infrastruktur agar tidak saling tumpang tindih antar pihak. Jika masalah tata niaga ini tidak diatur terlebih dulu maka menurutnya pembentukan holding bakal sia-sia.

“Wacana PGN yang dulu mau ditunjuk sebagai Gas Aggregator jauh lebih penting untuk dibahas ketimbang holding. Supply, demand dan harga gas sampai sekarang masih ditentukan banyak pihak, siapa Gas Aggregator masih nggak jelas,” tutur dia.

Pembicara lainnya, Guru Besar Ekonomika Bisnis UGM Prof Tri Widodo mencermati motivasi Kementerian BUMN pimpinan Rini Soemarno yang berencana melebur PGN ke dalam Pertamina melalui skema holding company.

“Ini sebenarnya permainan bisnis Pertamina, mengakuisisi perusahaan dengan prospek yang bagus di masa depan seperti PGN,” ujarnya.

Tri menjelaskan, produksi dan investasi sektor minyak saat ini cenderung lesu, sehingga jika Pertamina terus melakukan strategi bisnis seperti biasa lantas kemudian mengalami penurunan maka tentu timbul ketertarikan melirik potensi sektor energi lain yakni industri gas.

Terlebih, sambungnya, jumlah penduduk Indonesia kalangan menengah ke atas yang diasumsikan sebagai konsumen gas, bakal kian meningkat dengan prediksi di tahun 2020 mencapai total 80 juta jiwa, akibatnya kebutuhan supply energi semakin tinggi.

Menurut dia, menariknya apakah dua perusahaan sektor minyak dan gas ini ke depan bakal dilebur dalam satu rangkaian holding sektor energi secara keseluruhan. Sebab, jika berbicara sektor energi tentu ada industri batubara, kelistrikan juga energi baru terbarukan. Artinya, pemerintah sesungguhnya belum memiliki roadmap jelas dalam membenahi persoalan tata kelola sektor energi Indonesia.

“Kenapa harus melebur dua BUMN migas plat merah? kalau sama-sama milik pemerintah ya lakukan saja penguatan di masing-masing bidang, banyak cara lain mensinergikan bisnis sektor migas, seperti penggunaan pipa bersama, joint venture dan lainnya. Holding menurut saya tidak menyelesaikan masalah,” ujarnya.

Dia menambahkan, isu merger maupun holding BUMN sektor energi sebenarnya sudah muncul sejak era pemerintahan SBY pada masa kepemimpinan Dahlan Iskan di Kementerian BUMN, yakni antara PGN dan Pertagas. Namun, saat itu DPR tidak menyetujui lantaran menganggap kedua perusahaan ini dimiliki oleh publik dan dinilai masih transparan serta efisien.

Sementara itu, pakar energi UGM sekaligus anggota Dewan Energi Nasional (DEN), Tumiran juga menilai, rencana pembentukan holding migas haruslah mendukung porsi bauran energi nasional.

"Dari perbandingan teknis, pembentukan holding dapat dilakukan sepanjang tidak berlawanan dengan konstitusi, menjamin pengelolaan atas cabang penting yang mencakup hajat hidup orang banyak (dalam hal ini energi), mampu mengakselerasi pembangunan infrastruktur, khususnya gas, dan merupakan upaya yang signifikan dalam menjamin ketahanan energi nasional," ujarnya.

Lingkup Lebih Luas

Di bagian lain, PT Pertamina (Persero) memastikan pembentukan holding BUMN sektor migas antara Pertamina dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN), tidak akan membuat seluruh aktivitas yang dikerjakan PGN menjadi terbatas. Pembentukan holding justru akan membuat lingkup aktivitas dua perusahaan pelat merah ini menjadi lebih luas.

Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto menuturkan, pada dasarnya pembentukan holding ini akan membuat aset perseroan menjadi lebih besar. Selain itu, kemampuan investasi pun nantinya akan jauh lebih besar.

"Oh enggak (kegiatan PGN dibatasi). Karena kan isunya bukan PGN masuk ke Pertamina tapi PGN dan Pertagas yang dijadikan satu. Nah karena dijadikan satu, maka kita akan melihat aset yang lebih besar, kemampuan berinvestasi yang lebih besar," ujarnya di Jakarta, belum lama ini.

Menurut dia, holding juga akan membuat investasi kedua belah pihak yang sebelumnya bertabrakan menjadi lebih efisien. Contohnya, investasi pipa gas Duri Dumai yang sebelumnya antara Pertagas dan PGN bertabrakan.

"Pipeline Duri Dumai. Mulai karena ini berebut, dan kemarin sudah kita putuskan ini menjadi strategi untuk menyatukan dua-duanya. Siapapun yang akan investasi silakan, toh nanti dua-duanya akan jadi satu juga," ujarnya.

Dwi menilai, sinergi ini akan meningkatkan nilai aset korporasi secara keseluruhan. Kemampuan berinvstasi juga akan jauh lebih besar, sehingga perseroan akan tumbuh jauh lebih cepat dari sekarang. Contohnya, pembentukan holding Semen kala itu telah membuat aset korporasi meningkat 10 kali lipat dalam kurun waktu kurang dari 10 tahun.

"Lalu kita bisa investasi yang jauh lebih besar. Kalau dulu kita bangun pabrik itu delapan tahun dan kemudian kita malah tiap tahun bangun pabrik. Saya kira itu (holding) akan begitu juga nanti. Dan dampaknya sudah tentu bagaimana harga gas bisa lebih baik," ujarnya.

Kendati demikian, Dwi tetap menunggu instruksi dari Kementerian BUMN merealisasikan pembentukan holding BUMN migas tersebut. "Kami tunggu, karena itu kan shareholder government," ujarnya. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…