Produsen Kapal Dorong Hilirisasi Petrokimia

NERACA

Jakarta – Pengembangan industri hulu petrokimia di Indonesia terus mendorong aktivitas industri turunan, salah satunya ialah produksi kapal, dermaga apung dan keramba berbahan high density polyethylene (HDPE).

Bahan yang dikenal elastis, kuat, tahan benturan, tahan cuaca dan ramah lingkungan ini diproduksi oleh industri petrokimia yang mengolah hidrokarbon (crude oil) lantas menghasilkan produk nafta dan berlanjut menjadi HDPE.

Karateristik material HDPE sendiri lebih ringan dari air dan memiliki ketahanan yang tinggi. Keunggulan lainnya ialah dapat didaur ulang dan dapat dibentuk sesuai cetakan pada suhu dan tekanan tertentu.

“HDPE yang dihasilkan industri petrokimia kita sudah diaplikasi menjadi produk akhir oleh pabrik-pabrik kita. Ini juga melibatkan para pemilik usaha yang melakukan inovasi terhadap penggunaan bahan baku yang dihasilkan industri nasional,” kata Menteri Perindustrian Saleh Husin usai menerima Presiden Direktur PT Floaton Bahari Indonesia Hary Supriadi di Kementerian Perindustrian, Jakarta, dikutip dari keterangan pers.

Menperin menambahkan, industri hilir domestik yang memanfaatkan HDPE turut meningkatkan penggunaan komponen dalam negeri. Serapan produk juga mendapat keuntungan oleh geliat pembangunan infrastruktur dan aktivitas ekonomi oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah serta swasta.

Presdir Floaton Bahari Hary Supriadi mengungkapkan, HDPE juga mempunyai permukaan yang halus sehingg memiliki koefisien gesek atau friction loss yang kecil dan biaya perawatan murah karena mudah dibersihkan.

“Produksi kami antara lain kapal HDPE, dermaga apung dan keramba. Untuk kapal, digunakan oleh perusahaan produsen minyak lepas pantai, juga bisa menjadi kapal patroli dan kapal penumpang. Aplikasinya fleksibel,” katanya.

Sementara, dermaga apung digunakan oleh instansi pemerintah bidang perhubungan dan kelautan. Sedangkan beberapa pemerintah daerah memanfaatkan keramba produk Floaton untuk perikanan budi daya.

Dalam proses produksi, Floaton menggunakan HDPE yang dihasilkan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk. Perusahaan ini merupakan produsen petrokimia terintegrasi dan mengoperasikan naphtha cracker di Indonesia yang memproduksi olefins dan polyolefins berkualitas tinggi, dan merupakan produsen domestik tunggal styrene monomer dan butadiene.

Karateristik material HDPE sendiri lebih ringan dari air dan memiliki ketahanan yang tinggi serta memenuhi persyaratan material produk maritim. Keunggulan lainnya ialah dapat didaur ulang dan dapat dibentuk sesuai cetakan pada suhu dan tekanan tertentu.

Untuk memproduksi kapal, Floaton Bahari bersama Pusat Studi Kelautan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS Surabaya) mengembangkan desain kapal. Sifat kapal HDPE yang elastis dan kuat, mampu menahan benturan, tahan terhadap cuaca buruk (sea stage 3) dan mengatasi kemiringan hingga 40 derajat.

“Dermaga apung kami sudah dipakai di Nusa Tenggara Barat (Pelabuhan Pemenang, Gili Nanggu, Benete Sumbawa Besar), Ternate Maluku Utara, Saunan Ketapang Kalbar, dan Anambas Kepulauan Riau,” ujar Hary.

Dermaga apung cocok untuk pulau-pulau kecil, sungai yang menjadi sarana transportasi, daerah yang sulit dijangkau alat berat dan danau untuk rekreasi. Sementara, produk Keramba Jaring Apung (KJA) Floaton sudah digunakan di Bengkulu, Nusa Lembongan Bali, Pulau Panjang Riau dan Anambas Kepri.

Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin I Gusti Putu Suryawirawan mengatakan, berkembangnya industri yang memanfaatkan HDPE menunjukkan multiplier effect hilirisasi industri petrokimia menjadi semakin terlihat.

“Ini juga merangsang lahirnya inovator, perintis usaha, periset serta pemain bisnis baru. Anggaran belanja dari instansi pemerintahan, pemda dan perusahaan swasta juga tidak perlu lari ke produk impor,” ujarnya.

Industri perkapalan nasional semakin diakui kemampuannya membangun berbagai jenis kapal untuk kebutuhan militer, baik untuk pertahanan dalam negeri serta pesanan luar negeri. Basis sebagai negara maritim, SDM dan produksi juga diyakini mumpuni untuk memperkuat industri strategis ini ke depan.

Menteri Perindustrian Saleh Husin menegaskan hal itu saat menghadiri pelepasan ekspor perdana kapal perang Strategic Sealift Vessel (SSV) pesanan Kementerian Pertahanan Nasional Filipina “BRP  Tarlac (LD – 601”.

“Di industri perkapalan, pemerintah memiliki program penguatan seperti memberi insentif fiskal berupa Bea Masuk Ditanggung Pemerintah (BMDTP) untuk impor komponen kapal sehingga galangan kita lebih leluasa membangun kapal, utilitas optimal dan tenaga kerja terserap,” kata Menperin. Beleid soal BMDTP tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan 249/PMK011/2014.

BERITA TERKAIT

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…

BERITA LAINNYA DI Industri

Konflik Iran dan Israel Harus Diwaspadai Bagi Pelaku Industri

NERACA Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus memantau situasi geopolitik dunia yang tengah bergejolak. Saat ini situasi Timur Tengah semakin…

Soal Bisnis dengan Israel - Lembaga Konsumen Muslim Desak Danone Jujur

Yayasan Konsumen Muslim Indonesia, lembaga perlindungan konsumen Muslim berbasis Jakarta, kembali menyuarakan desakan boikot dan divestasi saham Danone, raksasa bisnis…

Tiga Asosiasi Hilir Sawit dan Forwatan Berbagi Kebaikan

NERACA Jakarta – Kegiatan promosi sawit dan bakti sosial diselenggarakan Forum Wartawan Pertanian (Forwatan) bersama tiga asosiasi hilir sawit yaitu…