KABUPATEN SUKABUMI - Gejolak Harga Penyakit Tahunan Bisa Diobati

KABUPATEN SUKABUMI  

Gejolak Harga Penyakit Tahunan Bisa Diobati

NERACA

Sukabumi - Persoalan gejolak harga pangan di Indonesia telah menjadi penyakit tahunan. Setiap tahun, lima situasi kritis penyebab terjadinya gejolak pangan. Sebenarnya penyakit ini bisa diobati dengan cara suplai yang cukup dan distribusi lancar.

Kelima situasi itu menurut pengamat ekonomi lokal, Rahmanita Harahap SE, kepada Neraca Sabtu  (18/6) di Sukabumi, yakni jelang idul ramadhan, idul fitri, idul adha, natal dan tahun baru. Hambatan dalam pengadaan barang serta terjadinya lonjakan harga pada akhirnya berdampak pada gejolak sosial dalam masyarakat.

Kelangkaan barang dan lonjakan harga seyogyanya dapat diantisipasi apabila telah diketahui prakiraan kebutuhan setiap komoditas dan prakiraan stok setiap komoditas.“Ini bisa diantisipasi dengan penyediaan komoditas lokal maupun luar daerah,” terang dia.

Tentunya, ujar Rahmanita, perlu koordinasi antar organisasi perangkat daerah (OPD) untuk melaksanakan itu untuk memberikan gambaran rencana pemenuhan bahan kebutuhan pokok dalan menghadapi lima situasi yang selalu menjadi biang kerok.“Kerjasama antar OPD ini untuk menganalisis permasalahan yang timbul. Ini yang belum terjadi saya lihat di Pemkab Sukabumi. Bahkan data potensi antar lembaga bidang ekonomi belum sinkron,” papar dia.

Fenomena kenaikan harga kebutuhan pokok saat ramadhan dan jelang idul fitri selalu terulang. Padahal sudah sangat jelas penyebabnya adalah peningkatan permintaan masyarakat terhadap bahan pokok. Kemudian bisa pula terjadi akibat ulah spekulan yang menimbun barang, dan upaya produsen memanfaatkan momen dengan cara menaikkan harga.“Penyebab lainnya, tidak semua daerah menjadi penghasil produk kebutuhan pokok,” tutur Rahmanita.

Persoalan penyebab ini, kata dia, kalau komunikasi antar daerah kompak, tidak aaka terjadi. Permasalahannya, kata dia, persoalan ini selalu terulang. Berarti, ada persoalan kritis yang menjadi akar masalah.“Pandangan saya, keterbatasan sumber daya manusia. Bisa pula akibat pemerintah tidak memiliki data konkret,” pandangnya.

Untuk keterbatasan sumber daya manusia, Pemerintah sebenarnya cukup melakukan latihan. Sedangkan dalam pendataan, perlu menyusun angka konversi bagi produk yang saat ini belum memiliki angka konversi.“Persoalan ini sebenarnya sudah dibahas pada rapat koordinasi pangan di Jawa Barat. Hanya saja tidak semua OPD tampaknya memahami. Hal ini bisa terjadi karena pemangku kebijakan dan pelaksana kebijakan tidak saling memahami persoalan,” pungkas dia.

Permasalahan data tidak bisa dianggap sepele. Rahmanita memandang dalam satu institusi saja, dengan jalinan koordinasi satu atap terjadi perbedaan data.“Ketidakketersediaan data produksi, perubahan stok, data ekspor impor, industri dan lainnya menjadi penghambat. Kemudian adanya komoditas potensial namun belum masuk neraca bahan makanan (NBM),” sebut dia.

Ironisnya lagi, pemerintah di daerah masih banyak belum membentuk tim NBM. Padahal, tim NBM ini memudahkan komunikasi antar lembaga di bidang ekonomi. Akibat dari itu semua, pungkas Rahmanita, tiap hari besar seperti ramadhan, kenaikan harga ini sering menjadi penyebab tingginya inflasi. Komoditas yang paling tinggi menyumbang inflasi pada tahun 2016 ini, yakni cabai merah dengan andil inflasi sebesar 0.118 persen.

Kemudian, beras 0.085 persen, cabai rawit 0.079 persen, daging sapi menyumbang 0.078 persen, dan daging ayam ras 0.063 persen.“Masih banyak lagi komoditas yang menyumbang inflasi. Dan angka ini naik dibandingkan tahun sebelumnya,” urainya.

Dinas Koperasi Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sukabumi, sebenarnya sudah memiliki program antisipasi penyakit tahunan ini.

Ia menegaskan, perlu perhatian kepala daerah dalam menempatkan personil aparatur yang bisa mengurai persoalan ini. Sebab, kata dia, perlu kebijakan strategis dari tiap pelaksana kebijakan daerah untuk mengantisipasi penyakit tahunan tersebut.“Saya kira ini kegagalan dua periode terdahulu. Pelaksana kebijakan hanya menydiakan laporan asal bapak senang,” sindir dia.

Bupati Sukabumi saat ini, ungkap dia, harus memperhatikan kecakapan personal pejabat untuk menduduki posisi bidang ekonomi.“Cukup kegagalan itu milik periode sebelumnya. Jangan lagi kepala daerah menempatkan personal karena balas budi, apalagi karena faktor politis. Harus ada keberanian kepala daerah menempatkan pelaksana kebijakan melalui tahapan uji kelayakan,” saran Rahmanita. Ron

 

BERITA TERKAIT

Pelindo Fasilitasi 3 UMK Unggulan Ikut Pameran di Luar Negeri

NERACA Jakarta - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo berpartisipasi di ajang pameran International Food and Hotel Asia (FHA) Food…

MenKopUKM: 57th APEC SMEWG Jadi Forum Strategis Tuntaskan Tantangan UMKM

NERACA Bali – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group…

Dishub Kota Sukabumi Tangani Puluhan Kerusakan PJU

NERACA Sukabumi - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi menerima laporan kerusakan Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 49 aduan yang tersebar…

BERITA LAINNYA DI Ekonomi Daerah

Pelindo Fasilitasi 3 UMK Unggulan Ikut Pameran di Luar Negeri

NERACA Jakarta - PT Pelabuhan Indonesia (Persero) atau Pelindo berpartisipasi di ajang pameran International Food and Hotel Asia (FHA) Food…

MenKopUKM: 57th APEC SMEWG Jadi Forum Strategis Tuntaskan Tantangan UMKM

NERACA Bali – Menteri Koperasi dan UKM (MenKopUKM) Teten Masduki menyatakan forum Asia-Pacific Economic Cooperation Small Medium Enterprises Working Group…

Dishub Kota Sukabumi Tangani Puluhan Kerusakan PJU

NERACA Sukabumi - Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Sukabumi menerima laporan kerusakan Penerangan Jalan Umum (PJU) sebanyak 49 aduan yang tersebar…