Waspadai Korupsi Sistemik

Praktik korupsi sebenarnya bukanlah hal baru bagi umat manusia. Penyakit korupsi sudah ada sejak zaman peradaban Mesir, Yunani kuno, China, Romawi Kuno dan juga di negara-negara Barat. Bahkan di era reformasi sekarang ini, korupsi tidak hanya dipratikkan oleh perorangan saja, tetapi tindakan sudah menjadi tradisi yang dilakukan secara kolektif oleh para penguasa mulai dari pejabat pusat hingga daerah.

Namun hingga kini pemberantasan korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang, sementara peringkat Indonesia dalam perbandingan korupsi antar-negara yang tetap rendah. Apalagi sekarang muncul banyaknya kasus korupsi yang terus mencuat di negeri ini semakin marak dan berdimensi luas.

Memang kita akui korupsi di Indonesia masih memprihatinkan. Laporan terbaru mengenai Indeks Penegakan Hukum 2011 (Rule of Law Index) yang dirilis World Justice Project (WJP) menngungkapkan bahwa korupsi di Tanah Air justeru meluas di berbagai sektor. Di antara negara-negara Asia Timur dan Pasifik, Indonesia berada di peringkat ke-12 dari 13 negara. Sedangkan secara global, korupsi di Indonesia berada di peringkat ke-47 dari 66 negara.

Kita tentu masih ingat dengan beberapa kasus besar yang hingga kini belum terungkap dengan jelas, seperti kasus BLBI, Bank Century, mafia pajak, mafia hukum, kasus Sesmenpora dan Kemenakertrans yang melibatkan oknum partai politik. 

Terakhir, kita juga terkejut dengan masalah ”kursi haram” DPR yang juga melibatkan politisi tertentu. Ini semua adalah bukti bahwa negara ini masih menjadi lahan subur bagi para koruptor. Sungguh sangat miris melihat nasib bangsa ini, yang sudah berada diambang kehancuran akibat ulah para pemimpin bangsa yang serakah memakan uang negara hanya untuk memperkaya diri sendiri.

Ada beberapa kondisi yang memungkinkan korupsi berkembang cepat. Diantaranya pemerintah telah berubah menjadi lembaga transaksi kekuasaan dan memonopoli pembuatan keputusan. Lalu adanya hyper consumerism. Orang banyak melakukan korupsi karena didorong oleh gaya hidup hedonistik yang berlebihan

Faktor lainnya adalah, adanya kekuasaan dan gaji yang tidak seimbang sehingga korupsi dipersepsi sebagai tuntutan perubahan. Bahkan perilaku korup tidak lagi dipermasalahkan sebagai perbuatan tercela, tetapi sebagai masalah partisipasi sosial atau tuntutan perubahan sosial dan dapat disebut sebagai sindrom anomali.

Jadi, akar dari perbuatan korupsi adalah perilaku pembiaran oleh masyarakat terhadap para koruptor, seakan-akan korupsi adalah hal yang wajar dan biasa.

Korupsi yang sudah mengakar dan membudaya di semua level baik pusat maupun daerah sangat membutuhkan waktu lama dan harus terus-menerus dilakukan dalam penanganannya. Hingga saat ini, pemberantasan korupsi belum memberikan hasil yang memuaskan. Hal ini terjadi karena kejahatan korupsi sudah dianggap tradisi dan dilakukan secara berjamaah oleh para penguasa di negeri ini.

Namun, kita harus optimis bahwa pemberantasan korupsi pasti membuahkan hasil asalkan ada kerja sama yang berkesinambungan antara pemerintah dalam hal ini KPK, kepolisian, kejaksaan, dan masyarakat. Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara.

Melihat fenomena korupsi yang semakin meluas belakangan ini, kita sangat berharap pada penegak hukum, baik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kejaksaan, maupun kepolisian untuk lebih serius menangani para koruptor. Sebab, salah satu faktor berkembangnya tindakan korupsi adalah lemahnya penegak hukum yang membuat para koruptor tidak jera.

Tidak hanya itu. Para penegak hukum harus lebih tegas dalam memberikan hukuman tanpa pandang bulu sehingga mampu memberikan efek jera bagi mereka. Kita harus memiliki komitmen bersama untuk memerangi kejahatan korupsi. Jangan biarkan korupsi menjadi sesuatu yang terus membudaya di kalangan pemimpin bangsa.

 

 

BERITA TERKAIT

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…

BERITA LAINNYA DI Opini

Jaga Persatuan dan Kesatuan, Masyarakat Harus Terima Putusan MK

    Oleh : Ridwan Putra Khalan, Pemerhati Sosial dan Budaya   Seluruh masyarakat harus menerima putusan Mahkamah Konstitusi (MK)…

Cendekiawan Sepakat dan Dukung Putusan MK Pemilu 2024 Sah

    Oleh: David Kiva Prambudi, Sosiolog di PTS   Cendekiawan mendukung penuh putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada sidang sengketa…

Dampak Kebijakan konomi Politik di Saat Perang Iran"Israel

  Pengantar Sebuah diskusi webinar membahas kebijakan ekonomi politik di tengah konflik Irang-Israel, yang merupakan kerjasama Indef dan Universitas Paramadina…