Delapan Substansi Pasca Pengesahan UU PPKSK

 

 

NERACA

 

Jakarta - Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo menilai setidaknya terdapat delapan substansi penting bagi perkembangan ketahanan pasar keuangan setelah disahkannya Undang-Undang Pencegahan dan Penanganan Krisis Sistem Keuangan (PPKSK). Substansi pertama adalah koordinasi yang semakin kuat antara anggota Komite Stabilitas Sistem Keuangan untuk memitigasi dan menangani tekanan terhadap sistem keuangan, kata Agus dalam peluncuran Buku Kajian Stabilitas Sistem Keuangan di Jakarta, Senin (30/5).

Penguatan koordinasi diperlukan agar kebijakan yang diambil sesuai koridor otoritas dan bersifat menyeluruh di sektor keuangan. Anggota KSSK meliputi Bank Indonesia, Kementerian Keuangan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS).

"BI sebagai otoritas yang bertanggung jawab di makroprudensial juga mempertimbangkan 'concern' (perhatian) ke stabilitas sistem keuangan. Saat lembaga lain, misalnya LPS ingin mengambil keputusan, kita akan berkoordinasi, agar 'concernnya' tetap juga memperhatikan stabilitas sistem keuangan" ujar Agus.

Hadir dalam peluncuran Buku tersebut, beberapan mantan Gubernur BI seperti Anwar Nasution, Adrianus Mooy, dan Arifin Siregar. Substansi perkembangan penting kedua, kata Agus, akan disusunnya Daftar Bank yang berdampak Sistemik oleh Otoritas Jasa Keuangan. Meski tidak akan diumumkan, daftar bank sistemik itu akan mempermudah OJK dalam melakukan pemetaaan untuk mecegah krisis yang ditimbulkan oleh perbankan.

"Substansi ketiga adalah penguatan prinsip 'bail in' (dana talangan dari dalam) dimana perbankan juga bertanggung jawab untuk menangani permasalahan modalnya ketika ada potensi krisis," ujarnya. Lebih lanjut, Agus menjelaskan, beberapa substansi selanjutnya merupakan cerminan koordinasi antarlembaga dalam penanganan krisis keuangan.

Substansi keempat dimana UU PPKSK juga menjamin penyediaan pinjaman likuiditas jangka pendek dengan agunan berkualitas bagi bank yang membutuhkan tambahan likuiditas. "Substansi kelima dengan adanya UU PPKSK ini ada kerangkan penanganan sedini mungkin oleh OJK dan LPS bila ada bank berdampak sistemik yang mengalami masalah solvabilitas," ujar dia.

Dalam kerangka tugas LPS, lembaga itu juga diamanatkan untuk membuat "bridge bank" jika permasalahan yang dihadapi bank sudah cukup parah. "Itu menjadi poin penting selanjutnya. Poin ketujuh adalah pemberian kewenangan kepada Presiden untuk menetapkan kondisi krisis hingga KSSK dapat melakukan pembentukan badan restrukturisasi bank," ujarnya.

Subtansi kedelapan adalah terdapatnya perlindungan hukum bagi pengambil kebijakan dengan adanya UU PPKSK ini. Agus mengatakan, dengan adanya landasan hukum, para pimpinan lembaga dalam KSSK dapat mengambil keputusan secepat mungkin untuk mencegah dan menangani krisis keuangan.

 

 

BERITA TERKAIT

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…

BERITA LAINNYA DI Jasa Keuangan

Kredit Perbankan Meningkat 12,40%

    NERACA Jakarta – Bank Indonesia (BI) mengatakan kredit perbankan meningkat 12,40 persen secara year on year (yoy) pada triwulan I-2024,…

Bank Saqu Catat Jumlah Nasabah Capai 500 Ribu

    NERACA Jakarta – Layanan perbankan digital dari PT Bank Jasa Jakarta (BJJ) yaitu Bank Saqu mencatat jumlah nasabah…

Bank DKI Gandeng Komunitas Mini 4WD untuk Dukung Transaksi Non Tunai

    NERACA Jakarta – Bank DKI menggandeng komunitas Mini 4WD untuk memperkenalkan aplikasi JakOne Mobile sebagai upaya mendukung penerapan…