BANYAK KENDALA SAAT PELAKSANAAN DI LAPANGAN - SE 2016 Diperpanjang Waktunya

Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) mengakui masih ada sejumlah kendala dalam melakukan sensus ekonomi 2016. Padahal sesuai jadwal, sensus akan berakhir pada 31 Mei 2016. Sinyal ini pertanda pelaksanaan SE 2016 akan diperpanjang waktunya.

NERACA

"Ada beberapa kendala yang masih dihadapi, ada rumah tangga yang tertutup, sulit ditemui, (meski begitu) kami tetap uber terus," ujar Kepala BPS Suryamin di rumah dinas Wapres Jusuf Kalla di  Jakarta, Jumat (27/5).

Sensus Ekonomi 2016 dilaksanakan untuk mendapatkan informasi potret utuh perekonomian bangsa, sebagai landasan penyusunan kebijakan dan perencanaan pembangunan nasional maupun regional.

Pendataan seluruh sektor usaha secara menyeluruh (selain sektor pertanian) akan mampu menghasilkan gambaran lengkap tentang level dan struktur ekonomi non-pertanian, berikut informasi dasar dan karakteristiknya. Selain itu juga akan diketahui daya saing bisnis di Indonesia, serta penyediaan kebutuhan informasi usaha.

Selain itu, Suryamin mengatakan para pegawi BPS tidak bisa dengan leluasa melakukan sensus di sejumlah kawasan perdagangan. Sebab petugas diharuskan memiliki izin terlebih dahulu sebelum melakukan sensus dari pengelola kawasan.

"Ada yang turunnya di pertengahan bulan, ada juga yang masih ada keraguan ada sangkut paut dengan pajak. Sensus tidak ada sangkut pautnya dengan pajak, data individu, perusahaan juga dijamin kerahasiaannya. Tidak kami publikasikan, tidak ada biaya apapun," ujar Suryamin.

Hingga hari ini, sensus sudah dilakukan di 85 persen wilayah Indonesia. Terkait jumlah usahanya, Suryamin belum mau menyebutkan angkanya.

"Pokoknya sepuluh tahun lalu (jumlah pelaku usaha yang disensus) 22,6 juta aja patokanya. Tapi tahun ini akan menghasilkan berapa? kita lihat nanti. Partisipasi dari masyarakat, dunia usaha itu menentukan jangan sampai (bilang) tidak punya ini padahal punya usaha," ujarnya.

Di bagian lain, Wakil Presiden Jusuf Kalla memandang sensus nasional ekonomi yang sedang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS) sangat penting. Sebab, mampu menyuguhkan data teranyar seputar perkembangan ekonomi.

"Penting untuk melihat kemajuan dan perencanaan ke depan, dan untuk mengetahui per daerah apa kegiatan ekonomi yang telah dijalankan dan apa yang dibutuhkan lagi, serta apa yang dicapai," ujarnya.

Menurut JK,  di tengah perkembangan dunia saat ini, keperluan data yang akurat seputar ekonomi sangat dibutuhkan. Selain bisa digunakan untuk mengevaluasi program, data hasil sensus juga bisa digunakan sebagai bahan perancanaan program-program yang tepat.

Dia sendiri berpesan agar masyarakat tidak perlu khawatir dengan sensus ekonomi yang dilakukan oleh BPS. Sebab, sensus sama sekali tidak mengungkit persoalan pajak.

"Tidak menjurus ke pajak, lebih ke fisik, benar tidak di sini ada perusahaan, atau usahanya apa, berapa pegawainya," kata Kalla. Sensus ekonomi 2016 sudah digelar sejak 1 Mei 2016 lalu. Sesuai jadwal, sensus akan rampung pada 31 Mei 2016, atau 5 hari lagi.

Pertanyaan Pajak

JK mengimbau masyarakat Indonesia untuk berpartisipasi dalam Sensus Ekonomi 1-31 Mei 2016 yang diselenggarakan BPS. “Masih tersisa waktu lima hari lagi, seperti yang Anda dengar tadi tidak ada pertanyaan soal pajak," ujarnya.

Berdasarkan laporan Kepala BPS Suryamin, selama proses Sensus Ekonomi (SE) 1-31 Mei itu, banyak masyarakat yang masih enggan karena khawatir tentang pertanyaan soal pajak.

Karena itu, Wapres mengimbau semua lapisan masyarakat tidak khawatir dan berpartisipasi dalam sensus tersebut. JK menggarisbawahi pentingnya sensus nasional itu untuk mengetahui data-data ekonomi terbaru untuk melihat kemajuan dan perencanaan ke depan.

"Dunia sekarang dunia data, tanpa data kita tidak bisa membuat perencanaan yang betul dan juga evaluasi yang benar," ujarnya.

Sementara itu, BPS Kota Bekasi, Jawa Barat, memperpanjang masa kerja petugas sensus ekonomi di wilayahnya selam dua pekan hingga 11 Juni 2016 dari batas waktu kegiatan yang semula ditetapkan selesai pada akhir Mei.

“Sesuai kebijakan dari pusat, ada tambahan waktu dua pekan lagi untuk menyisir responden yang sulit didatangi atau wilayah tempat tinggalnya sulit dicapai,” kata Kepala BPS Kota Bekasi Slamet Waluyo di Bekasi, Jumat (27/5).

Menurut dia, sesuai agenda awal kegiatan sensus ekonomi 2016 dilakukan mulai 1-31 Mei di 56 kelurahan dan 12 kecamatan Kota Bekasi.

Hingga saat ini, kata dia, pihaknya baru merampungkan kegiatan sensus sekitar 65 persen responden akibat kendala teknis survei di lapangan, seperti resistensi pengusaha maupun alam alam sulit dijangkau. “Dalam waktu yang tinggal beberapa hari lagi, baru sekitar 65 persen responden yang dilaporkan petugas telah rampung disurvei,” ujarnya.

Dia menginstruksikan kepada para petugas sensus di wilayahnya untuk mengejar ketertinggalan target tersebut. “Dalam sisa waktu lima hari ke depan kami coba kejar kekurangannya,” katanya.

Kalaupun jika sampai batas waktu 31 Mei 2016, responden yang disurvei belum tercapai seratus persen, akan dilakukan penyisiran. “Kita akan sisir satu persatu responden ke alamatnya dan diupayakan untuk bisa terdata dengan lengkap,” katanya.

Slamet menambahkan, BPS sangat mengharapkan peran aktif dan kerja sama warga untuk aktif melaporkan jika dirinya belum didatangi petugas sensus.

“Demi kesuksesan Sensus Ekonomi 2016 yang menghasilkan data akurat dan kredibel, peran aktif warga sangat diperlukan,” katanya.

Seluruh hasil sensus tersebut akan dilaporkan kepada BPS Pusat dan diumumkan hasilnya kepada Presiden RI Jokowi. “Hasil sensus ekonomi ini akan disampaikan kepada publik bertepatan dengan Hari Kemerdekaan RI pada 17 Agustus 2016,” katanya.

Ketimpangan Ekonomi

Sebelumnya BPS DKI mengumumkan koefisien gini di DKI Jakarta di tahun 2015 adalah 0,46, naik dari Koefisien Gini tahun 2014 di 0,43. Tapi tidak semua pihak mempercayai hitungan BPS DKI tersebut. Diantaranya Direktur Eksekutif Sabang Merauke Circle/(SMC) Syahganda Nainggolan.

“Saya ngga percaya hitungan BPS. Menurut saya koefisien gini di DKI Jakarta justru bisa lebih tinggi lagi mencapai kisaran 0,6 hingga 0,7,” ujar peraih gelar Doktor dari FISIP Universitas Indonesia ini di Jakarta, beberapa waktu lalu seperti dikutip aktual.com

Bukan tanpa alasan Syahganda melontarkan ketidak percayaannya atas hitungan BPS di urusan koefisien gini.

Menurut dia, koefisien gini bisa dilihat dari dua aspek, yakni kekayaan dan pendapatan. Jika dilihat dari kekayaan, berdasarkan keterangan Badan Pusat Pertanahan (BPN), di tahun 2012 saja ada 10 persen penduduk Jakarta yang menguasai 80 persen aset produktif.

Dari perbandingan 10 persen – 80 persen itu, ujar Syahganda, berarti koefisian gini di DKI berdasarkan kekayaan adalah 0,7. Dan angka koefisien gini kekayaan penguasaan aset, menurut dia, berbanding lurus atau merupakan cerminan dari koefisien gini di pendapatan.

“Sebab aset yang dikuasai kelompok 10 persen itu adalah aset produktif yang menghasilkan uang, seperti penyewaan apartemen dan hotel. Jadi koefisien gini di pendapatan pun tidak jauh 0,7 juga,” ujar dia.

Diakuinya, kondisi di mana koefisien gini 0,46 di pendapatan, namun 0,7 di kekayaan terjadi juga di negara-negara Skandinavian. Tapi bedanya, di sana terjadi seperti itu akibat adanya subsidi. “Di negara Skandinavia itu ada transfer dana langsung misal seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT) ke masyarakat miskin. Tapi di Jakarta kan ngga ada BLT,” ujar dia.

Diberitakan sebelumnya, Sensus ekonomi BPS DKI menemukan koefisien gini (ketimpangan ekonomi antara si kaya dan miskin) di DKI Jakarta di tahun 2015 semakin melebar.

Kepala Badan Pusat Statistik DKI Jakarta Syech Suhaimi menyampaikan pendapatan orang kaya di Jakarta naik terlalu cepat. Di sisi lain, masyarakat kelas menengah dan bawah malah cenderung melambat pendapatannya. Padahal, jumlah orang kaya di Jakarta yang melonjak cepat itu hanya 20 persen dari total warga Jakarta.

“Sementara itu, pendapatan masyarakat menengah dan bawah yang jumlahnya 80 persen melambat,” kata dia, awal Mei lalu saat menyambangi kediaman Wagub DKI Djarot Saiful Hidayat.

Menurut dia, di 2015, BPS melansir angka ketimpangan ekonomi di Jakarta 0,46 persen. Naik dari tahun 2014 yang mencapai 0,43 persen. “Semakin dekat ke angka 1 semakin timpang,” ujar Suhaimi.  

Secara sederhana, Koefisien Gini merupakan salah satu ukuran umum untuk distribusi pendapatan atau kekayaan yang menunjukkan seberapa merata pendapatan dan kekayaan didistribusikan di antara populasi, atau untuk mengukur tingkat kesenjangan. Semakin mendekati 0 maka tingkat kesenjangan semakin mengecil. Sedangkan semakin mendekati 1 maka kesenjangan kaya-miskin semakin besar. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…