KPK Pastikan Ada Tersangka Baru Perkara Panitera

KPK Pastikan Ada Tersangka Baru Perkara Panitera  

NERACA

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan ada tersangka baru dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian hadiah atau janji terkait pengajuan permohonan Peninjauan Kembali yang didaftarkan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"(Tersangka baru) itu pasti dong, kalau dari pihak mana, bisa dari beberapa pihak kan? Bisa dari Lipponya, bisa dari teman-teman yang ada di MA (Mahkamah Agung), bisa saja itu terjadi," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di Jakarta, Kamis (26/5).

Dalam perkara ini, KPK baru menetapkan dua tersangka yaitu panitera/sekretaris PN Jakpus Eddy Nasution dan pegawai PT Arta Pratama Anugerah. Namun Agus mengaku bahwa KPK tidak ingin terburu-buru.

"Kita kan masih mengumpulkan data. Jadi data itu selalu untuk menambahi data yang lalu, seperti puzzle-nya anak kecil itu. Jadi kita merangkaikan ini, itu. Nah mudah-mudahan tidak lama lagi lah kita akan melangkah ke hal-hal yang lebih signifikan paling tidak," tambah Agus.

KPK dalam perkara ini juga sudah mencegah Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi dan petinggi PT Paramount Enterprise Eddy Sindoro bepergian ke luar negeri. Rumah Nurhadi di Jalan Hang Lekir bahkan sudah digeledah pada 21 April lalu dan ditemukan uang senilai total Rp1,7 miliar yang terdiri dari sejumlah pecahan mata uang asing.

KPK telah memeriksa Nurhadi dalam perkara ini pada Selasa (24/5)."Mengenai uang (Nurhadi), masih belum ke pertanyaan itu kalau tidak salah. Jadi masih ada kemarin kalau tidak salah ditanya mengenai ada catatan beberapa kasus, apa memang betul menangani itu," jelas Agus.

Agus juga menegaskan bahwa KPK masih mencari supir Nurhadi bernama Royani karena Royani sudah dua kali dipanggil tapi tidak memenuhi panggilan tanpa keterangan. Royani diduga disembunyikan."(Royani) itu salah satu yang penting, pelaku yang penting," ungkap Agus.

Namun Agus mengaku belum ada koordinasi dengan pihak kepolisian maupun Tentara Nasional Indonesia untuk pencarian Royani."Belum dengar saya (mengenai koordinasi), tapi pemeriksaan bergulir terus, paling akan dipanggil lagi untuk memperdalam," kata Agus.

KPK menduga Royani adalah orang yang menjadi perantara penerima uang dari sejumlah pihak yang punya kasus di MA. Sedangkan Eddy Sindoro diketahui pernah menduduki sejumlah jabatan penting di kelompok usaha Lippo Group seperti Wakil Presiden Direktur dan CEO PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Lippo Cikarang Tbk, Presiden Komisaris PT Pacific Utama Tbk, Komisaris PT Lippo Karawaci Tbk dan pejabat di sejumlah anak perusahaan lainnya.

Kelompok bisnis Lippo Grup diduga terlibat kasus ini. Salah satu perkara yang sedang diurus di tingkat MA adalah sengketa antara PT Direct Vision yang merupakan bagian dari Lippo Group dengan Grup Astro, korporasi yang berasal dari Malaysia dan Belanda.

Kedua kelompok bisnis itu pecah kongsi dan masuk ke pengadilan arbitrase Singapura International Arbitration Center (SIAC) dengan putusan Grup Lippo harus membayar ganti rugi 230 juta dolar AS dan Rp6 miliar ke Astro All Asia Network Plc. Namun atas putusan itu Lippo Group mengajukan pembatalan putusan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tapi kalah hingga tingkat kasasi sehingga Lippo pun mengajukan Peninjauan Kembali (PK).

Kasus lain yang melibatkan grup Lippo adalah kepailitan PT Kymco Lippo Motor Indonesia. Kymco sempat dimohon pailit oleh sejumlah kreditur di Pengadilan Niaga Jakpus. Permohonan pailit tersebut kemudian dikabulkan pengadilan, bahkan hingga tingkat PK.

Kymco diharuskan membayar terhadap pihak penggugat pailit dalam batas waktu yang telah ditentukan. Namun, Kymco kemudian mengajukan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) agar tidak perlu dipailitkan.

KPK melakukan OTT pada Rabu (20/4) di hotel Accacia Jalan Kramat Raya Jakpus dan mengamankan Edy Nasution dan Doddy Aryanto Supeno. Penangkapan dilakukan seusai Doddy memberikan uang Rp50 juta kepada Edy dari komitmen seluruhnya Rp500 juta terkait pengurusan perkara di tingkat PK di PN Jakpus.

KPK menetapkan dua tersangka yaitu Edy Nasution dengan sangkaan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP tentang penyelenggara negara yang menerima hadiah dengan hukuman maksimal 20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp1 miliar. Ant

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…