Subordinasi Ekonomi Inskonstitusional

Oleh: Fauzi Aziz

Pemerhati Masalah Ekonomi dan Industri

 

Hukum sebab akibat bukanlah mitos, tetapi ada dan nyata bekerja di sekitar kita dalam setiap proses kehidupan. Peristiwa dan kejadian apapun di dunia tidak akan pernah bisa membebaskan diri dari “perangkap” bekerjanya hukum sebab akibat. Dalam kejadiannya bisa ada yang mendatangkan manfaat, ada pula yang mendatangkan kerugian.

Di bidang ekonomi sebagai contoh adalah jika nilai tukar rupiah melemah, maka harga barang impor relatif mahal. Tetapi bagi kegiatan ekspor akan menguntungkan atau mendatangkan manfaat bagi para pelakunya karena rupiah yang diterima jumlahnya akan bertambah banyak, sehingga likuiditasnya dalam mata uang rupiah menjadi bertambah.

Sekarang, ekonomi dunia semakin terintegrasi. Begitu pula yang berlangsung antar kawasan di berbagai belahan dunia. Posisi setiap negara sebagai entitas ekonomi pada dasarnya tidak ada lagi yang berkedudukan netral atau independen. Mereka sudah saling terhubung dan saling bergantung satu sama lain.

“DNA” ekonominya hakekatnya sudah dibentuk sama, sehingga kalau ekonomi AS, Tiongkok, Jepang, Uni Eropa sakit, maka ekonomi negara lain akan terkena dampaknya dan ikut tertular menjadi sakit, yakni ekonominya mengalami kontraksi, melemah dan terjadi deflasi. Apalagi jika posisi negara yang bersangkutan jelas ter-sub-ordinasi oleh kekuatan ekonomi adidaya seperti negara-negara yang disebutkan di atas.

Dilema memang, semua sudah terjebak oleh hukum se bab akibat. Ternyata fenomena ekonomi tidak hanya terikat dengan hukum pasar saja. Integrasi ekonomi yang semula dikatakan ideal dan telah menjadi keniscayaan, ternyata bisa mendatangkan masalah besar dan resiko besar. Bisa terjerat atau terstigma oleh kondisi “Barji-barbeh” (bubar siji, bubar kabeh atau jika biangnya bubar, yang lain ikutan bubar).

Catatan sejarahnya adalah ketika terjadi great de pression AS tahun 1929, krisis finansial Asia tahun 1998, krisis utang Eropa dan AS tahun 2008, hampir semua negara mengalami “depresi”. Sewaktu krisis finansial Asia tahun 1998,ekonomi Indonesia mengalami kontraksi ekonomi luar biasa, dimana ekonominya tumbuh negatif yaitu, -13%. Artinya sama dengan “bangkrut” sehingga harus disuntik dana talangan (bailout) dari IMF.

Pembelajarannya adalah semua negara menjadi lebih berhati-hati melakukan ekspansi ekonomi. Takut terjadi buble economy yang jika meletus, hukum sebab akibat akan bekerja dan hasilnya semua menjadi buntung. Kemudian populer istilah prudent policy dalam mengelola kebijakan moneter dan fiskal. Semua ramai-ramai melakukan penguatan cadangan, baik cadangan moneter maupun cadangan fiskal untuk memitigasi resiko akibat pengaruh eksternal yang bisa merontokkan sendi-sendi dan pundi-pundi ekonomi nasional.

Kaidah tata kelola kebijakan fiskal yang prudent dikembangkan, dan berdasarkan konvensi ditetapkan bahwa defisit anggaran tidak boleh melebihi 3% dari PDB. Rasio utang tidak boleh melebihi 60% dari PDB. Kalau dilanggar pasti bisa membangkrutkan. Inilah yang memicu terjadinya krisis utang Eropa dan AS pada tahun 2008 akibat mereka melanggar kaidah tersebut, tanpa disertai pengawasan yang baik.

BERITA TERKAIT

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…

BERITA LAINNYA DI

Antisipasi Kebijakan Ekonomi & Politik dalam Perang Iran -Israel

    Oleh: Prof. Dr. Didik Rachbini Guru Besar Ilmu Ekonomi, Ekonom Pendiri Indef   Serangan mengejutkan dari Iran sebagai…

Iklim dan Reformasi Kebijakan

Oleh: Suahasil Nazara Wakil Menteri Keuangan Sebagai upaya untuk memperkuat aksi iklim, Indonesia memainkan peran penting melalui kepemimpinan pada Koalisi…

Cawe-cawe APBN dalam Lebaran 1445 H

  Oleh: Marwanto Harjowiryono Widyaiswara Ahli Utama, Pemerhati Kebijakan Fiskal   Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi melaporkan kepada Presiden Joko…