Sepak Bola, Sebuah Agama Baru?

Oleh :   Noor Yanto (Wartawan HE Neraca)

Neraca. Sepakbola mengajarkan kita sebuah manajemen yang sangat baik untuk dijadikan pijakan atau landasan. Dalam permainan sepakbola, setiap individu memiliki dan mengemban peran masing-masing yang harus dioptimalkan dengan baik. Tidak ada peran individu yang bisa diandalkan dan menjadi satu-satunya tumpuan untuk mencapai tujuan, yaitu mencetak gol sebanyak-banyaknya ke gawang lawan. Begitu juga dalam konteks lingkungan kerja.

Bahkan, ada anggapan sepakbola telah menjadi sebuah Agama sudah ada sejak dari dulu. Tidak hanya di Amerika Latin dan Eropa yang telah menjadi salah satu kepercayaan dalam kehidupan masyarakat. Wilayah seperti Timur Tengah, Semenanjung Korea, dan khususnya di Indonesia telah menjadikan sepakbola sebagai lifestyle dan sebagai penyambung nyawa mereka.

Jika kita menilik dan menggunakan perspektif ucapan tentang Civil Religion dari Robert N. Bellah, secara otomatis sepakbola bisa dikatakan sebagai sebuah agama. Namun, dalam hal ini bukan Agama dalam bentuk konvensional atau sebenarnya. Tapi suatu bentuk kepercayaan dan gugusan nilai dan praktik yang memiliki semacam “teologi” dan ritual tertentu yang di dalam realisasinya menunjukkan kemiripan dengan agama-agama tertentu.

Namun bukan sebagai suatu bentuk ritual agama, melainkan suatu sistem yang telah mengalir dan menjadi kebiasaan di suatu instansi-instansi tertentu. Seperti pengadaan upacara bendera pada 17 Agustus dan pada hari-hari tertentu di setiap tingkatan pendidikan. Hal tersebut juga bisa disebut sebagai civil religion.

Dalam konteks tersebut, sepak bola sudah bisa disebut sebagai Civil Religion. “Teologi” dalam sepakbola telah membuat beberapa tokoh sepak bola dunia seperti Pele, George Weah, Silvio Berlusconi, serta Jose Luis Chilavert tak segan-segan berkecimpung dalam dunia politik.

Dukungan para suporter tak jarang mengandung sentimen emosional dan fanatisme membabi buta yang rentan melahirkan holiganisme. Kadang kita sulit membedakan fanatisme terhadap satu klub bola dengan fanatisme kaum militan terhadap kebenaran agamanya sehingga mengekslusikan penganut agama lain. Bentuk fanatisme seperti itulah, yang menjadikan kebanyakan orang menganggap seperti fanatisme akan sebuah agama.

Jika saja para pengurus persepakbolaan di Indonesia, dan tampaknya sudah menyadari, maka akan digenggam sekuat-kuatnya. Dengan menguasai sepak bola Indonesia, maka dia akan memiliki penganut fanatik yang lumayan banyak. Keuntungan yang berlipat ganda jika bisa dimanfaatkan…

 

 




BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…