Jangan Panik!

 

Oleh: Firdaus Baderi

Wartawan Harian Ekonomi NERACA

 

Para pemegang kartu kredit (cardholder) sekarang lagi galau setelah ada peraturan Menkeu yang mewajibkan bank penerbit kartu (issuer bank) melaporkan data kartu kredit ke Ditjen Pajak mulai akhir Mei 2016. Padahal, kartu kredit kini sudah menjadi gaya hidup dan alat pembayaran non tunai yang populer. Dari 79 juta nasabah bank komersial di Indonesia, sekitar 20%-nya memiliki kartu kredit. Menurut data Bank Indonesia, per April 2016, tercatat 16,9 juta kartu kredit yang beredar.

Sejumlah bankir dan pengamat perbankan menilai keluarnya aturan baru Menkeu tersebut hanya menimbulkan kepanikan para cardholder. Banyak nasabah kartu kreditnya menutup rekening, sehingga pendapatan bank lewat bunga kartu kredit pun ikut tergerus. Hal ini dialami BCA, OCBC-NISP, dan sejumlah bank lainnya. Efek psikologis inilah yang membuat ketakutan banyak pemegang kartu, walau limit kartunya cuma maksimal Rp 10 juta gara-gara rencana pajak mengintip data cardholder via laporan bank.

Kita belum yakin apakah jumlah sumber daya manusia (SDM) di Ditjen Pajak mampu menelisik jutaan data kartu kredit dari level kartu Klasik yang limitnya maksimal Rp 5 juta hingga kartu jenis Platinum yang limitnya bisa mencapai Rp 100 juta. Apakah aturan menteri keuangan itu bisa efektif atau tidak di tengah upaya pemerintah menggenjot konsumsi masyarakat untuk menjaga pertumbuhan ekonomi bisa mencapai 6%-7% yang diharapkan Presiden Jokowi?

Yang pasti, kalangan bank penerbit kartu kredit dipastikan menderita kerugian besar, karena pendapatan bunga kartu kredit (fee based income) selama ini sangat menggiurkan, terpaksa harus hilang akibat munculnya kebijakan pemerintah tersebut.

Bayangkan saja, penghasilan bisnis kartu kredit saat ini jadi primadona pendapatan bagi bank dan lembaga keuangan lainnya. Cardholder yang hanya membayar minimum dikenakan bunga 2,75%-3% per bulan atau 33%-36% per tahun. Pemegang kartu yang lalai tidak tepat waktu pembayarannya dikenakan denda Rp 100.000-Rp 150.000 per kartu. Bandingkan tingkat bunga tabungan atau deposito yang paling banter hanya 7% per tahun, jelas pendapatan bunga kartu kredit membuat pihak bank sumringah di saat pemerintah gencar menurunkan suku bunga pinjaman saat ini.

Data Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) mengungkapkan, jumlah transaksi via kartu kredit dari waktu ke waktu terus bertumbuh pesat. Bila di tahun 2009 rata-rata transaksi kartu kredit hanya Rp 13,7 triliun, maka pada akhir 2015 melesat mencapai kisaran Rp 24 triliun-Rp26 triliun per bulannya.

Karena itu, pemerintah sepertinya perlu mengkaji ulang dengan cermat, seberapa besar manfaat dan kerugian bagi semua pihak atas pemberlakuan peraturan menteri keuangan (PMK) No.39/PMK.03/2016 itu. Karena data yang wajib dilaporkan pihak bank minimal ada 13 poin, yang mencakup a.l. nomor rekening kartu kredit, nama pemilik kartu, alamat pemilik, NPWP, rincian transaksi, nilai transaksi, bulan tagihan dan pagu kredit.

Bagaimanapun, penyiapan laporan tersebut harus dilaksanakan oleh 23 lembaga penerbit kartu kredit menyita waktu yang tidak sedikit, sementara pihak bank masih banyak pekerjaan teknis lainnya yang lebih penting seperti analisis kredit, pengolahan data perkreditan dan lain-lain.

Di sisi lain, pemerintah bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dapat segera menyusun skala prioritas pendataan pemilik kartu kredit secara berjenjang. Misalnya untuk perlakuan pemegang kartu jenis Platinum Card di atas Rp 100 juta dan para Merchant yang seharusnya diprioritaskan dilakukan diinvestigasi dengan kepentingan perpajakan. Ini setidaknya membuat pemegang kartu kredit yang limitnya di bawah Rp 50 juta bisa tenang dan tidak menutup kartunya saat ini. Semoga!

BERITA TERKAIT

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…

BERITA LAINNYA DI

Kolaborasi Hadapi Tantangan Ekonomi

Oleh: Sri Mulyani Indrawati Menteri Keuangan Proses transisi energi yang adil dan terjangkau cukup kompleks. Untuk mencapai transisi energi tersebut,…

Dunia Kepelautan Filipina

  Oleh: Siswanto Rusdi Direktur The National Maritime Institute (Namarin)   Dunia kepelautan Filipina Tengah “berguncang”. Awal ceritanya dimulai dari…

Dilemanya LK Mikro

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Kehadiran lembaga keuangan (LK) mikro atau lembaga keuangan mikro syariah (LKM/LKMS) dipandang sangat strategis.…