AKIBAT KEBIJAKAN BARU PEMERINTAH - Menurun, Laba Usaha Bank 2016

Jakarta – Industri perbankan domestik ditengarai akan mengalami penurunan pendapatan operasionalnya sebagai dampak aturan baru pemerintah, yang membatasi besaran suku bunga deposito yang berasal dari BUMN dan berkurangnya penerimaan fee based income terkait maraknya nasabah yang menutup kartu kreditnya yang berisiko diintip oleh Direktorat Jenderal Pajak.

NERACA  

Instrumen produk bank yang selama ini menjadi tumpuan pendapatan operasional yaitu pendapatan bunga kartu kredit dan penerimaan bunga kredit usaha, sekarang tidak lagi menjadi primadona bagi pendapatan perbankan di dalam negeri. Kenapa?

Karena pemerintah melalui peraturan menteri keuangan PMK No 39/PMK.03/2016 tentang rincian jenis data dan informasi perpajakan serta tata cara penyampaian, dinilai kontradiktif oleh kalangan perbankan Indonesia.

Pasalnya, setelah atran baru tersebut dirilis pada minggu ketiga Maret 2016, banyak nasabah bank berbondong-bondong menutup kartu kredit mereka, dan sebagian lainnya melakukan mutasi harga.

Menurut Dirut BCA Jahja Setiaatmadja, sejak aturan tersebut diberlakukan, BCA mencatat jumlah nasabah yang menutup kartu kreditnya mengalami peningkatan signifikan hingga tiga kali lipat. Selain itu, mutasi harga pun turun dari Rp 147 miliar per hari menjadi Rp 120 miliar per hari.

Tidak hanya BCA. Bank lainnya, Bank OCBC-NISP dan Bank Mega juga mengalami hal yang serupa. Menurut Dirut OCBC-NISP Parwati Surjaudaja, tren permintaan penutupan kartu kredit dan penurunan batas kredit terjadi terutama akibat kewajiban pelaporan data transaksi kartu kredit yang berlaku sejak April lalu. “Jumlah persisnya kebetulan saya tidak pegang. Tetapi, penutupan (kartu kredit) naik signifikan dibandingkan sebelumnya,” ujarnya kepada CNN Indonesia.com, pekan  ini.

Hal senada disampaikan Dodit W Probojakti, Direktur Bank Mega. Dodit mencatat terjadinya perlambatan pertumbuhan volume transaksi bulanan antara 5%-10%.  “Tetapi, kami tidak bisa bilang semata-mata gara-gara PMK penyampaian data dan informasi terkait pajak. Statistik Bank Indonesia juga menunjukkan ada perlambatan bisnis kartu kredit sejak tahun lalu,” ujarnya.

Menurut Dodit, PMK yang mengatur informasi data nasabah kartu kredit terkait perpajakan baru keluar akhir Maret 2016 memang dampaknya belum begitu terasa terhadap bisnis kartu kredit. “Di Bank Mega, penutupan kartu kredit juga terkait Peraturan Bank Indonesia (PBI) tentang pembatasan kepemilikan kartu kredit bagi nasabah berpenghasilan kurang dari Rp10 juta. Hingga saat ini, jumlah kartu kredit yang ditutup bahkan kurang dari 5%, ujarnya.

Dari sisi volume dan nilai transaksi, Bank Mega mematok pertumbuhan 12-13 persen. Adapun, volume transaksi kartu kredit perseroan mencapai Rp2,3 triliun dengan nilai transaksi bulanan sebesar Rp2,7 triliun dan baki debit (outstanding) Rp9 triliun.

Menurut Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo, respons dari para pemegang kartu kredit atas PMK itu harus disikapi dengan baik oleh Menkeu.

"Ada kontradiksi ketika pemerintah ingin mendorong konsumsi, dan kartu kredit salah satu instrumen untuk men-drive pertumbuhan. Tapi, jadi susut karena regulasi ini," ujarnya, Jakarta Kamis (19/5).

Memang, lanjut Yustinus, soal kerahasiaan (secrecy), tidak ada yang salah dengan PMK itu bahwa data kartu kredit tidak bersifat rahasia sehingga bisa diminta, apalagi untuk kepentingan perpajakan."Tapi, secara sosio-psikologis ada problem privacy yang seharusnya dicermati," ujarnya seperti dikutip kompas.com.

Dana Pemda Mengendap

Selain itu, kalangan perbankan lokal sekarang tidak bisa menikmati hasil bunga kredit yang selama ini cukup tinggi. Pasalnya, Kementerian Keuangan sekarang melarang bank memberikan suku bunga tinggi terhadap dana simpanan sisa kas pemerintah. Besaran bunga yang bisa diberikan atas dana simpanan itu maksimal setara dengan besarnya bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate), yaitu maksimal 6,75% per tahun. Sedankan batas minimal bunga deposito adalah 70% dari BI Rate. Sebagai perbandingan, sebelumnya bunga atas simpanan dana pemerintah di bank umum menyesuaikan dengan rata-rata bunga di pasar.

Ketentuan baru itu tertuang dalam peraturan menteri keuangan (PMK) Nomor 77/PMK.05/2016 tentang penempatan uang negara pada bank umum, yang mulai berlaku 3 Mei 2016.

Selain mengatur bunga simpanan dana kas pemerintah pusat, aturan ini memuat syarat bank umum yang bisa menjadi tempat penampungan dana kas pemerintah pusat. Antara lain, bank tersebut telah go public, memiliki kegiatan usaha di Indonesia dan mayoritas kepemilikan sahamnya adalah warga negara atau badan hukum Indonesia. Syarat lain, memiliki rating investment grade paling sedikit dari dua lembaga rating yang diakui OJK.  

Menkeu Bambang Brodjonegoro mengatakan, aturan ini menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk menekan suku bunga pinjaman menjadi single digit pada tahun ini. “Selain itu, agar tidak terjadi kompetisi yang mengakibatkan suku bunga simpanan naik tak terkendali,” ujarnya di Jakarta, Selasa (17/5).

Patut diketahui, menurut data Kemenkeu hingga 30 April 2016 simpanan dana pemda secara nasional di perbankan tercatat mencapai Rp238,8 triliun. Angka itu meningkat Rp16,3 triliun dibandingkan posisi simpanan dana pemda pada bulan Maret yang mencapai Rp212,5 triliun. Padahal, pemda diharapkan bisa membelanjakan dananya secara maksimal untuk kegiatan produktif demi mendukung pertumbuhan ekonomi secara nasional.

Adapun di tingkat kota, tiga kota yang mempunyai saldo simpanan terbesar adalah Kota Medan sebesar Rp3 triliun, Kota Cimahi Rp2 triliun, dan Kota Surabaya Rp1,8 triliun. Di tingkat kabupaten, tiga kabupaten pemilik saldo simpanan terbesar adalah Kabupaten Bogor Rp2,3 triliun, Kabupaten Malang Rp1,9 triliun, dan Kabupaten Bandung Rp1,9 triliun.

Pemerintah konon akan kembali menerapkan sanksi berupa konversi pencairan dana transfer daerah yaitu dana alokasi umum (DAU) dan dana bagi hasil (DBH) dalam bentuk surat berharga negara atau nontunai pada awal kuartal III/2016. Hal itu untuk menegakkan PMK Nomor 235/PMK.07/2015.

Sebelumnya pemerintah pusat juga sudah memberi sanksi kepada tiga provinsi, yaitu Jawa Barat, Riau, dan Banten serta tiga kabupaten yaitu Tanah Laut, Berau, dan Kutai Timur. Total pencairan dana yang ditahan oleh pemerintah pusat untuk daerah-daerah itu mencapai Rp359 miliar.

Sebelumnya Menkeu Bambang Brodjonegoro menyoroti kinerja pemda dalam mengelola keuangan daerah. Dia menilai, pemda seharusnya bisa berinisiatif untuk berkontribusi dalam mendorong laju pertumbuhan ekonomi yang tengah melambat. Hal senada juga dikatakan Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla.

Dia mengatakan, pemda harusnya menjadi ujung tombak dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. Terlebih, selama 10 tahun terakhir anggaran dana ke desa pun sudah naik mencapai 350%. Namun, peningkatan dana ke daerah belum dimanfaatkan dengan baik untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.

Penyaluran Kredit Lamban

Di sisi lain, kondisi ekonomi domestik yang melesu turut mempengaruhi kinerja bank asing yang beroperasi di Indonesia. Pada kuartal I- 2016, kinerja bank asing tidak begitu kinclong.

Ini terlihat dari rata-rata kinerja 10 bank asing yang beroperasi di Indonesia pada kuartal I-2016, secara umum kredit bank asing menurun 6,93% menjadi Rp 249,1 triliun. Penurunan penyaluran kredit ini menyebabkan kredit bermasalah alias non performing loan (NPL) bank asing rata-rata naik 109 bps menjadi rata-rata 1,99%.

Meski begitu perolehan laba bersih bank asing masih bisa tumbuh. Laba rata-rata tercatat tumbuh 13,18% menjadi Rp 288,5 miliar.

Kepala Departemen Pengawasan Bank II OJK memperkirakan, kinerja bank asing akan membaik. “Pertumbuhan kredit secara industry kami perkirakan akan mencapai 12% dan NPL gross industri akan berada maksimal 2%,” ujarnya.

Ariastiadi mengatakan, kinerja bank asing yang tidak terlalu bagus pada kuartal I 2016 disebabkan perlambatan ekonomi. Kinerja bank asing akan membaik seiring pertumbuhan ekonomi Indonesia yang mulai pulih.

Menurut dia, kenaikan NPL bank asing pada kuartal I-2016, berasal dari empat sektor kredit. Yakni, kredit sektor pengolahan, perdagangan besar dan eceran, kredit sektor transportasi gudang, serta kredit sektor telekomunikasi. Kredit sektor pengolahan tercatat paling tinggi menyumbang NPL. Terutama dari bisnis pakan ternak, permintaan, tekstil dan barang dari plastik. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…