Pemerintah Susun Aturan Pengawasan dan Peredaran Ayam

NERACA

Jakarta – Kementerian Pertanian akan memiliki peraturan menteri yang melindungi kebijakan pengawasan dan peredaran ayam khususnya ayam stok akhir (“final stock”) atau ayam berumur sehari (“day old chick”). Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian Muladno di Jakarta, dikutip dari Antara, kemarin, mengatakan keberadaan permen itu penting sebagai landasan hukum kuat untuk mengeluarkan kebijakan terkait ayam.

“Sampai saat ini, pemerintah belum memiliki regulasi yang mengatur tentang ayam. Kalaupun ada, sifatnya sangat teknis, tidak strategis,” kata Muladno usai mengikuti sidang di Komisi Pengawasan Persaingan Usaha (KPPU) Jakarta.

Muladno melanjutkan dirinya telah memberikan konsep Permen tersebut kepada Menteri Amran Sulaiman sejak seminggu lalu. Sebelum disahkan, permen itu akan melewati beberapa pertimbangan.

Salah satu masalah penting yang diatur dalam permen itu, tutur dia, adalah tentang pengafkiran dini. Langkah pemusnahan massal ayam diakibatkan oleh melimpahnya ketersediaan tersebut bisa dianggap sebagai usaha kartel jika tidak dilindungi oleh regulasi yang kuat.

Seperti yang terlihat beberapa hari lalu di KPPU, Muladno dihadirkan sebagai saksi dalam sidang dugaan praktik kartel ayam oleh 12 perusahaan yang terlibat dalam pengambilan keputusan afkir dini terhadap enam juta indukan ayam (“parent stock”/PS).

Tindakan yang diambil karena melimpahnya stok PS di pasaran dan mengakibatkan turunnya harga ayam di pasaran hingga di bawah harga pokok penjualan (HPP), yang merugikan peternak tersebut ditandatangani oleh Muladno dalam surat edaran Dirjen. Praktisi industri ayam mencatat, harga ayam akibat “oversupply” tersebut di tingkat produsen menyentuh Rp12.000 per kilogram, bahkan ada yang Rp8.000 per kilogram, jauh dari biaya produksi Rp15.000--16.000 per kilogram.

Dalam sidang, Muladno memaklumi dugaan KPPU dan menyesalkan tidak adanya regulasi yang kuat yang mengatur tentang ayam dan afkir dini. “Jadi nanti sudah dirancang, jika kelebihan 'grand parent stock' maka akan ada afkir dini 'great grandparent stock' (GGPS). Kalau kelebihan 'parent stock' maka akan ada afkir dini GPS, sementara kalau kelebihan 'final stock'/DOC maka akan ada afkir dini PS,” tutur Muladno seraya menambahkan Permen membuat kebijakan afkir yang berada di tangan Dirjen semakin diperkuat.

Dalam kesempatan yang sama Ketua Majelis Komisi Kamser Lumbanradja, yang memimpin jalannya sidang, menyayangkan pemerintah belum memiliki peraturan yang mengatur tentang ayam, dan menyerahkan sepenuhnya kepada pasar. “Itu artinya industri ayam Indonesia itu liberal, bahkan lebih liberal dari Amerika Serikat,” kata Kamser.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution meminta adanya keterlibatan BUMN di hulu industri unggas agar harga daging ayam ras di tingkat pedagang tetap stabil. Menurut data, pada periode 2013-2014 telah terjadi kelebihan produksi daging ayam, karena impor di luar kuota yang ditetapkan, akibat kurang akuratnya estimasi penghitungan permintaan. Selain itu, persaingan distribusi di pasaran menjadi pincang karena perusahaan integrasi besar ikut memasok daging ayam ke pasar tradisional.

“Kita harus masuk ke hulu industri perunggasan ini dan mulai merancang kebijakan dari sekarang. Jika terus begini, persaingan tidak jalan dan kita tidak bisa mulai dengan pasar yang terlalu pincang,” kata Darmin dikutip dari Antara.

Dalam rapat koordinasi terbatas membahas penyehatan struktur industri peternakan ayam yang digelar pekan lalu tersebut ikut hadir Menteri BUMN Rini Soemarno, Menteri Perindustrian Saleh Husin dan Ketua Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) M. Syarkawi Rauf.

Saat ini, sekitar 95 persen usaha peternakan ayam ras pedaging (broiler) dikuasai perusahaan integrasi dan hanya lima persen untuk peternak mandiri. Sedangkan peternak ayam ras petelur (layer) 100 persen oleh peternak mandiri.

Sementara itu, dari hasil pantauan KPPU pada Januari-Februari 2016, terjadi disparitas harga yang tinggi untuk komoditas daging ayam. Daging ayam di tingkat peternak mencapai Rp10.000 per kilogram. Namun, harga daging ayam di pasaran berkisar Rp38.000-Rp40.000 per kilogram dari harga yang ideal Rp18.000 per kilogram.

Oleh karena itu, intervensi BUMN dibutuhkan sebagai penyeimbang perusahaan besar yang mendominasi bisnis daging ayam dan menjaga harga agar tidak terlalu tinggi. Lebih lanjut, Darmin juga menginstruksikan agar dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi draf Permentan.

BERITA TERKAIT

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…

BERITA LAINNYA DI Industri

NRE dan VKTR Sepakat Kembangkan e-MaaS di Indonesia

NERACA Jakarta – Pertamina New & Renewable Energy ("Pertamina NRE"), subholding PT Pertamina (Persero) yang fokus pada pengembangan energi bersih, dan…

Produksi PHE ONWJ Dioptimalkan

NERACA Cirebon – Tim dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) melakukan peninjauan proyek Offshore PT Pertamina Hulu Energi…

Investasi dan Ekspor Industri Mamin Semakin Lezat

NERACA Jakarta – Industri makanan dan minuman (mamin) merupakan salah satu sektor strategis dan memiliki peran penting dalam menopang pertumbuhan…