Jakarta - Pemerintah yang diwakili Kementerian Keuangan dan Kementerian ESDM- diminat mematuhi undang-undang (UU) terkait kisruh pembelian sisa 7% divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara (NTT). Apalagi sudah ada dasar pijakan jelas yakni hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menyatakan ada pelanggaran dalam pembelian saham oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Jadi, sebaiknya MoU pembelian oleh Pusat Investasi Pemerintah (PIP) dibatalkan dan kemudian diserahkan pada daerah.
Di lain pihak, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (Pemrov NTB) juga diminta untuk fokus pada persiapan pembelian sisa saham itu. Persiapan yang matang, terbuka, dan transparan, akan membuktikan bahwa daerah dalam hal ini Pemrov NTB siap membeli saham tersebut.
Demikian rangkuman pendapat dari pimpinan Komisi XI DPR F-PG, Harry AzharAziz, anggota Komisi XI DPR F-PDIP Arif Budimanta, dan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal NTB, Diyah Ratu Ganefi, yang dihubungi terpisah, Kamis (9/11).
Harry Azhar menambahkan langkah Kementerian ESDM yang menyerahkan soal kisruh pembelian saham pada Kementerian Hukum dan HAM, hanyalah akal-akalan. Sebab, sudah ada hasil audit BPK yang sebenarnya dapat dijadikan rujukan. “Kalau begitu, pemerintah cari-cari alasan untuk melanggar UU.” katanya.
Dijelaskan, setiap rupiah uang APBN yang digunakan, harus mendapat persetujuan DPR. “Ini pendapat arsistek UUD’45 Prof DR.Soepomo. Jadi, Pemerintah hendaknya bersikap dewasa dan mematuhi aturan UU yang berlaku, bukan berusaha melanggaranya,’ tegas Harry.
Harry mengingatkan, ngototnya Menkeu dan pihak pendukungnya, sangat berbahaya bagi kelangsungan sistem ketatanegaraan. “Lembaga seperti DPR dan BPK sudah tidak dihargai, lalu mau bagaimana kelanjutan hubungan kelembagaan negara kita?” tanyanya.
Hal yang dikatakan Arif Budimanta, pemerintah secara konstituional harus ikut dan tunduk hasil audit BPK soal Newmont. Karena pembelian saham itu memang harus seizin DPR. “Mengapa meminta izin saja sungkan? apakah pemerintah serius soal Newmont ini? tanyanya.
Menurut politisi PDIP ini, BPK sebagai lembaga negara yang memiliki kredibilitas, hasil audit Newmont yang disampaikan ke DPR. Namun , ditandatangani Ketua BPK. Kemudian pemerintah – dalam hal ini Kemenkeu dan Kementerian ESDM tidak mematuhinya.
“Karena sudah menyangkut soal kelembagaan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono harus bersikap tegas. Berdasarkan hasil audit BPK, sebaiknya Presiden memerintahkan pembatalan pembelian saham oleh PIP dan kemudian menyerahkan pada daerah,” ujar Arif lagi
Sedangkan anggota DPD dari NTB, Ratu Ganefi mengatakan, sebagai daerah penghasil tambang, NTB sangat berminat membeli saham Newmont. Pemrov pun sudah siap, jadi memang daerah harus diberi kesempatan untuk menambah kepemilikan saham sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan rakyat dari hasil tambang ini. (cahyo)
NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…
NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…
NERACA Jakarta - Grab Indonesia menjadi perusahaan berbasis teknologi pertama penerima sertifikat penetapan program kepatuhan persaingan usaha menurut Komisi Pengawas…
NERACA Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron mengatakan anggota dewan harus mewariskan budaya antikorupsi. “Tantangan terbesar…
NERACA Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) mengatakan skema denda yang diatur dalam Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) bertujuan…