Pegawai MA Disebut Terima Suap Rp400 Juta

Pegawai MA Disebut Terima Suap Rp400 Juta  

NERACA

Jakarta - Kasubdit Kasasi Perdata Direktorat Pranata dan Tata Laksana Perkara Badan Peradilan Umum Mahkamah Agung (MA), Andri Tristianto Sutrisna disebut menerima uang sebesar Rp400 juta untuk mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan atas nama Ichsan Suaidi.

"Terdakwa I Ichsan Suaidi dan terdakwa II Awang Lazuardi Embat melakukan atau turut serta melakukan perbuatan memberikan uang sebesar Rp400 juta kepada Andri Tristianto Sutrisna pejabat MA yang bertentangan dengan kewajibannya," kata Jaksa Penuntut Umum KPK Ahmad Burhanudin dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Senin (2/5).

Tujuan pemberian uang tersebut adalah agar Andri mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan Suadi supaya tidak segera dieksekusi oleh jaksa untuk mempersiapkan memori Peninjauan Kembali dalam perkara Tindak Pidana Korupsi Proyek Pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Lombok Timur.

Awalnya, pada Juni 2014, berdasarkan putusan pengadilan negeri Mataram Ichsan Suadi dinyataan bersalah melakukan tindak pidana korupsi dalam proyek pembangunan Pelabuhan Labuhan Haji di Kabupaten Lombok Timur dengan pidana penjara 1,5 tahun. Atas putusan Pengadilan Tinggi tersebut, Ichsan mengajukan upaya hukum kasasi ke MA.

Kemudian pada Oktober 2015, Ichsan mendapat informasi dari Ghofur bahwa hakim Agung yang memeriksa adalah Artidjo Alkostar sehingga Ichsan berencana mengajukan upaya hukum PK karena kemungkinan besar upaya hukum kasasinya ditolak.

Ichsan pada Januari 2016 mengetahui bahwa MA mengeluarkan putusan yang menyatakan menolak kasasi dan pidana penjara dinaikkan menjadi 5 tahun.

Sehingga Ichsan meminta Awang Lazuardi Embat untuk menjadi pengacaranya dan mempelajari dokumen terkait kasus tersebut serta mencari akses ke MA untuk mengusahakan penundaan pengiriman salinan putusan perkara tingkat kasasi atas namanya agar tidak segera dieksekusi oleh jaksa dan untuk mempersiapkan memori PK.

"Setelah mempelajari dokumen/data terdakwa II Awan Lazuardi Embat menyampaikan kepada terdakwa I Ichsan Suadi bahwa bisa diajukan permohonan PK karena ada unsur kekhilafan hakim dalam putusan-putusan pengadilan terdahulu sekaligus menyampaikan bahwa ia mengenal Andri Tristianto Sutrisna selaku pegarai MA yang dapat membantu menunda pengiriman salinan putusan Kasasi. Atas informasi itu terdakwa I Ichsan Suadi memint agar dipertemukan dengan Andri," tambah jaksa Burhanudin.

Awang pun bertemu Andri pada 26 Januari di hotel Atria Gading Serpong dan menyampaikan permintaan Ichsan untuk menunda pengiriman salinan putusan dan agar bertemu dengan Ichsan. Atas permintaan tersebut, Andri menyanggupinya Pertemuan ketiganya dilakukan di Hotel JW Marriot Surabaya pada 6 Februari sekitar pukul 22.00 WIB yang juga dihadiri oleh Triyanto dan Syukur Mursid Brotosejati alias Heri.

"Terdakwa I Ichsan Suaidi meminta ANdri Tristianto Sutrisna menunda pengiriman salinan putusan kassai atas nama dirinya supaya tidak segera dieksekusi oleh jaksa sehingga masa penundaan itu dapat digunakan untuk mempersiapkan memori PK. Atas permintaan tersebut Andri Tristianto Sutrisna menyanggupinya dengan imbalan uang sebesar Rp400 juta untuk jangka waktu penundaan selama 3 bulan," jelas jaksa.

Ichsan bahkan pada 7 Februari 2016 memberikan uang saku lebih dulu kepada Andri sebesar Rp20 juta melalui Triyanto dan Awang.

"Pada 9 Februari 2016, Andri menghubungi Kosidah selaku pegawai kepaniteraan muda pidana khusus MA untuk memastikan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi. Setelah mendapat kepastian, Andri menyampaikan kepada terdakwa Awang bahwa telah mengkondisikan penundaan pengiriman salinan putusan kasasi atas nama terdakwa Ichsan Suaidi untuk periode pertama yaitu 3 bulan dan Andri meminta agar uang segera diserahkan," tambah jaksa Burhanuddin.

Uang diserahkan pada 12 Februari sore di hotel Atria Gading Serpong Tangerang yang diberikan oleh Sunaryo atas perintah Ichsan yaitu sebesar Rp450 juta yang dikemas dalam 2 paper bag masing-masing sebesar Rp400 juta dan Rp50 juta.

"Selanjutnya uang Rp400 juta diserahkan kepada Andri sedangkan Rp50 juta diserahkan kepada Awang. Beberapa saat setelah menerima uang tersebut, terdakwa I Ichsan Suadi dan terdawka II Awang Lazuardi Embat dan Andri Tristianto Sutrisna ditangkap petugas KPK," kata jaksa Burhan.

Atas perbuatan tersebut, Ichsan dan Awang didakwa berdasarkan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang memberi sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara karena atau berhubungan dengan sesuatu yang bertentangan dengan kewajiban, dilakukan atau tidak dilakukan dalam jabatannya. Ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.

Keduanya juga tidak mengajukan eksepsi (nota keberatan) sehingga sidang dilanjutkan dengan agenda pemeriksaan saksi pada 9 Mei 2016. Jaksa rencananya hanya akan menghadirkan 12 orang saksi. Ant

 

 

BERITA TERKAIT

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Dua Pengendali Pungli Rutan KPK Sampaikan Permintaan Maaf Terbuka

NERACA Jakarta - Dua orang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang berstatus tersangka atas perannya sebagai pengendali dalam perkara pungutan…

Ahli Sebut Penuntasan Kasus Timah Jadi Pioner Perbaikan Sektor Tambang

NERACA Jakarta - Tenaga Ahli Jaksa Agung Barita Simanjuntak mengatakan penuntasan kasus megakorupsi timah dapat menjadi pioner dalam upaya perbaikan…

Akademisi UI: Korupsi Suatu Kecacatan dari Segi Moral dan Etika

NERACA Depok - Dosen Departemen Filsafat, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB), Universitas Indonesia (UI) Dr. Meutia Irina Mukhlis mengatakan dalam…