APHI Gelar Munas Ke V - Pengusaha Kehutanan Desak Pemerintah Buka Izin Ekspor Sawn Timber

NERACA

Jakarta – Kalangan pengusaha di sektor kehutanan anggota Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) mendesak pemerintah untuk membuka kembali izin ekspor kayu gergajian atau sawn timber yang telah dibekukan sejak tahun 2004.

Pemerintah menutup izin ekspor kayu lewat Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Kehutanan dan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. SK.359/MENHUT-VI/ 2004-598/MPP/Kep/9/2004 yang berisi larangan ekspor kayu gergajian (sawn timber) dan bantalan rel kereta api dari kayu.

Larangan ekspor kayu gergajian dan bantalan rel kereta api dari kayu ditujukan untuk meningkatkan nilai tambah hasil hutan kayu dan menyerap tenaga kerja di dalam negeri.

Namun menurut Wakil Ketua Umum APHI bidang Ekonomi Pemasaran, David, larangan ekspor sawn timber justru membuat nilai tambah kayu merosot. “Tidak semua proses produksi lanjutan bisa menghasilkan nilai tambah lebih tinggi. Ini yang harus dilihat dan menjadi perhatian Pemerintah,” David kepada wartawan, di Jakarta, Selasa.

Dia mengungkap, pengusaha bisa memperoleh harga sampai US$ 1000 per meter kubik untuk sawn timber grade A. Tapi jika kayu diolah lebih lanjut menjadi kayu lapis, harganya malah turun sampai ke US$ 500 per meter kubik.

David menyebut, sebaiknya suatu kebijakan pemerintah yang harus direview secara berkala untuk mengantisipasi kondisi pasar.

Dia menambahkan, upaya memanfaatkan kebutuhan pasar internasional harus dilakukan karena pengusaha justru bisa memperoleh US$ 300 untuk setiap meter kubik kayu meranti yang diekspor, sedangkan di pasar lokal hanya dihargai US$ 150 dolar per meter kubik.

David menilai, larangan ekspor yang bertujuan untuk mendukung dan membuat industri dalam negeri berkembang ternyata tak kena sasaran. Pasalnya, saat ini industri hulu dan hilir di luar Jawa justru banyak yang tutup.

Pemerintah, sambung David, untuk berpatokan pada kondisi sektor kehutanan di China dan Malaysia yang saat ini sudah menguasai pasar ekspor dunia. “China yang tahun 1991 baru mengekspor satu juta meter kubik produk panel kayu tahun 2009 sudah mampu mengapalkan 120 juta meter kubik produk tersebut. Tahun lalu, mereka kembali mampu mendongkrak ekspor panel kayu sampai 150 juta meter kubik,” jelasnya.

Sebaliknya, imbuh Dia, ekspor panel kayu Indoensia yang tahun 1991 mencapai 10 juta meter kubik, tahun 2009 sampai tahun lalu merosot menjadi hanya tiga juta meter kubik.

“Kondisi ini harusnya bisa secepatnya diantisipasi karena sebenarnya Indonesia memiliki luas hutan alam yang lebih besar dan lebih potensial dibandingkan kedua negara itu,” terang David.

Selain itu, lanjutnya, Indonesia juga diberkahi iklim dan kesuburan tanah yang bisa membuat panen kayu sengon milik rakyat minimal mencapai 30 meter kubik per hektare. Sementara Finlandia hanya mampu menghasilkan kayu empat meter kubik untuk setiap hektarenya dan China baru menghasilkan 30 meter kubik setelah melakukan berbagai riset. “Ini harus dimanfaatkan agar usaha kehutanan bisa kembali menjadi sektor yag kembali diperhitungkan,” papar David.

Dia juga mengatakan bahwa Indonesia cukup memiliki 14 juta hektare hutan tanaman industri untuk bisa menjadi pemain utama dunia dalam produksi kayu olahan.

Dengan 14 juta hektare HTI itu, tutur David, Indonesia dalam sepuluh tahun bisa memperoleh pasokan bahan baku kayu lestari sebesar 362,5 juta meter kubik dan nilai devisa yang bisa dihasilkan bisa mencapai US$ 70 miliar.

David menuturkan, pernyataan bahwa sektor kehutanan adalah kegiatan usaha yang sunset industry menyesatkan dan sengaja dilakukan sebagai kampanye untuk menekan perkembangan industri kehutanan nasional. “Negara lain sangat berkepentingan agar sektor kehutanan Indonesia tidak cepat berkembang karena hal itu akan memukul industri kehutanan dan pengolahan kayu mereka,” terang David.

Sementara itu berdasarkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) yang ada di Bank Indonesia (BI) setiap tahun ratusan ribu kubik sawn timber diekspor. Pada 2002 saja tercatat 303.000 ton sawn timber diekspor dan tahun lalu ada 202.000 ton.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum APHI bidang hutan alam, Nana Suparna menilai, regulasi pemerintah menjadi salah satu penyebab merananya perusahaan pemegang izin konsesi di hutan alam (HPH) dan hutan tanaman industri (HTI).

Menurutnya, aturan yang tidak membolehkan perusahaan HTI menebang tegakan di areal konsesinya untuk “land clearing” membuat realisasi penanaman di kawasan HTI menjadi tersendat.

“Kalau tidak boleh menebang bagaimana perusahaan HTI akan melakukan penanaman,” tegasnya. Padahal, sambung Nana, Kementerian Kehutanan di sisi lain sudah mencadangkan sekitar 30 juta hektare kawasan bekas HPH untuk pembangunan sektor kehutanan.

Nana menyebut, saat ini kalangan pengusaha masih melihat bahwa regulasi pemerintah belum sepenuhnya mendukung upaya untuk memperkuat kemampuan perusahaan HPH dan HTI dalam mengembagkan usahanya.

Namun yang terjadi, lanjutnya, jumlah HPH justru terus menyusut dan hanya tinggal 150 unit manajemen dari semula 303 unit, sedangkan manajemen HTI yang tetap akif beroperasi 140 unit.

“Kalau soal modal tidak masalah karena pengusaha bisa memperoleh pendanaan dari lembaga asing, jika perbankan nasional belum mau mengucurkan kredit untuk sektor ini,” terangnya. Meski dia mengakui bahwa kredit perbankan biasanya tetap dikaitkan dengan industri pengolahan produk kayu.

Dia menambahkan, upaya untuk kembali membangkitkan sektor kehutanan, sudah dilakukan asosiasi dengan menyodorkan "road map" sektor kehutanan. Namun sampai kini pemerintah tidak juga menjalankan berbagai saran yang sudah disampaikan kalangan pengusaha, meski road map itu sudah disosialisasikan ke berbagai daerah.

Nana menuturkan, selain dukungan pemerintah pusat yang kurang, sektor kehutanan juga semakin merana karena pemerintah daerah lebih memihak kepada usaha pertambangan dan perkebunan yang memberi nilai tambah lebih besar pada daerah.

Akibatnya, sektor kehutanan selalu lemah dalam kasus tumpang tindih perizinan di satu areal konsesi dengan perusahaan perkebunan dan pertambangan. Di sisi lain, menurut dia, perusahaan di sektor kehutanan juga masih dihadapkan pada konflik dengan masyarakat yang mengkalim areal konsesi perusahaan sebagai tanah ulayat atau tanah adat.

Karena itu, Nana berharap nilai bisnis sektor kehutanan bisa ditingkatkan dengan berbagai terobosan kebijakan agar sejajar dengan sektor lain dan posisinya tidak lebih lemah.

Terkait dengan upaya membangkitkan kembali sektor ini, APHI dalam Munas V yang akan diselenggarakan 16 November 2011 di Hotel Bidakara, Jakarta, akan memilih jajaran pengurusa baru yang diharapkan bisa terus memperjuangkan kepentingan pengusaha sektor kehutanan.

“Selama ini kita sudah mengupayakan berbagai cara dan memberi banyak masukan kepada pemerintah, namun sampai sekarang apa yang kita harapkan belum terwujud," kata Ketua Umum APHI, Soegiono.

Karena itu, paparnya, Munas V APHI diharapkan bisa menjadi momentum untuk menyelesaikan berbagai masalah berat di sektor ini, termasuk juga masih terjadinya tumpang tindih lahan, konflik sosial, menurunnya daya saing, ekonomi biaya tinggi, dan mengantisipasi persaingan di tingkat global.

BERITA TERKAIT

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

BERITA LAINNYA DI Industri

Tingkatkan Ekspor, 12 Industri Alsintan Diboyong ke Maroko

NERACA Meknes – Kementerian Perindustrian memfasilitasi sebanyak 12 industri alat dan mesin pertanian (alsintan) dalam negeri untuk ikut berpartisipasi pada ajang bergengsi Salon International de l'Agriculture…

Hadirkan Profesi Dunia Penerbangan - Traveloka Resmikan Flight Academy di KidZania Jakarta

Perkaya pengalaman inventori aktivitas wisata dan juga edukasi, Traveloka sebagai platform travel terdepan se-Asia Tenggar hadirkan wahana bermain edukatif di…

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…