INDOAQUA, FITA, dan APA 2016 - Dari Transfer Teknologi Hingga Investasi Akuakultur

NERACA

Surabaya – Perkembangan teknologi di bidang perikanan budidaya, baik yang terjadi di Indonesia maupun di dunia internasional, semakin hari semakin pesat saja. Sejumlah temuan teknologi yang aplikatif pada gilirannya memiliki andil besar dalam meningkatkan produksi dan kualitas perikanan budidaya. Itu sebabnya, informasi mengenai perkembangan teknologi di bidang akuakultur di masing-masing negara tersebut perlu ditransfer satu sama lain.

Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan dan Perikanan Slamet Soebjakto mengatakan, transfer teknologi akuakultur antar negara maupun antar pemangku kepentingan punya makna penting di dalam pengembangan perikanan budidaya. Dirjen Slamet mencontohkan, teknologi Recirculating Aquaculture Systems (RAS) bakal terus dikembangkan dengan bekerjasama dengan negara lain, khususnya Norwegia.

“Ini teknologi yang akan kita kembangkan. Kita akan menghadapi climate change, sistem resirkulasi ini akan menjadi satu pilihan. Teknologi ini akan kita kembangkan. Kita sudah mulai pembuatan sitem resirkulasi, termasuk di balai-balai akan kita buat percontohan resirkulasi,” kata Dirjen Slamet Soebjakto usai membuka acara Indonesian Aquaculture (INDOAQUA), Forum Inovasi Teknologi Akuakultur (FITA),  dan Asian Pacific Aquaculture (APA) 2016 yang digelar serentak di Surabaya, Jawa Timur, Selasa (26/4).

Kemudian, lanjut Dirjen, transfer teknologi yang berkaitan dengan pengelolaan perairan umum. Pengelolaan perairan umum yang benar ini beririsan langsung dengan program budidaya perikanan yang berkelanjutan (sustainable). “Kita perlu lebih belajar ke negara lain soal ini,” jelasnya.

Selain resirkulasi dan pengelolaan perairan umum, Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya juga akan bertukar informasi yang terkait dengan pengelolaan zonasi kawasan perikanan budidaya. Agar beragam peraturan tentang zonasi, baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat ataupun pemerintah daerah, dapat  lebih baik, maka perlu mengambil ilmu dari negara lain.

Sebaliknya, untuk teknologi yang sudah sangat dikuasai oleh Indonesia, misalnya teknologi budidaya udang, banyak negara lain belajar ke Indonesia. Adapun untuk beberapa hal terkait teknologi peningkatan produksi, antar negara bisa saling bertukar informasi, dimana setidaknya perwakilan dari 52 negara lintas benua hadir dalam ajang tersebut.

Pada tiga kegiatan yang berkolaborasi ini pula, sambung Slamet Soebjakto, pemerintah menargetkan terjadinya peningkatan investasi. “Target kita memang antara lain peningkatan investasi. Dengan melakukan kegiatan ini potensi Indonesia dapat dilihat dunia. Para pebisnis datang ke Indonesia dalam pameran ini,” tambahnya.

Kecuali itu, lewat ajang tersebut, para pemangku kepentingan bakal lebih mengetahui perkembangan akuakultur dunia. “Kita lebih tahu kondisi akuakultur dunia, karena ini ajang kita untuk tukar informasi. Saling tukar teknologi terkini seperti apa. Termasuk kegiatan akuakultur dunia terkini. Ini saya kira satu kegiatan yang sangat bagus sekali,” paparnya.

Karena itu, dilakukan sejumlah kerjasama antar negara dan antar pemangku kepentingan dalam mengembangkan akuakultur. “Kerjasama di dalam rangka untuk bersama-sama meningkatkan teknologi. Kerjasama untuk peningkatan daya saing, seperti untuk sertifikasi. Di Asia Pasifik di masing-masing negara juga ada sertifikasi. Kita berharap sertifikasi di kita diterima oleh negara lain. Akan ada harmonisasi. Termasuk juga kita secara bersama-sama melakukan kegiatan akuakultur berkelanjutan yang tidak merusak lingkungan. Ini kan satu amanat dunia untuk melaksanakan kegiatan akuakultur yang tidak merusak lingkungan. Kita akan share bersama-sama,” ungkap Dirjen Slamet.

Sebagai informasi, Indonesia saat ini menempati peringkat empat sebagai produsen perikanan budidaya secara global. Dengan sumberdaya alam yang dimiliki, peluang untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya masih sangat terbuka lebar. Sebagai contoh, Indonesia adalah produsen rumput laut terbesar di dunia, kemudian industri udang Indonesia saat ini kembali menjadi promadona karena produk udang hasil budidaya dari Indonesia merupakan produk yang bebas penyakit Early Mortality Syndrome (EMS) sehingga sangat diminati oleh pasar global.

Di samping itu keomoditas ikan dari perairan tawar juga sangat dibutuhkan oleh konsumen dalam negeri untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi, seperti lele, nila, gurame dan mas. Peningkatan produksi masing-masing komoditas per tahun juga cukup menggembirakan. Secara total, dalam lima tahun terakhir produksi perikanan budidaya telah meningkat cukup pesat dari 6,28 juta ton di tahun 2010 menjadi 14,359 juta ton di tahun 2014.

BERITA TERKAIT

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…

BERITA LAINNYA DI Industri

HBA dan HMA April 2024 Telah Ditetapkan

NERACA Jakarta – Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah resmi menetapkan Harga Batubara Acuan (HBA) untuk…

Program Making Indonesia 4.0 Tingkatkan Daya Saing

NERACA Jerman – Indonesia kembali berpartisipasi dalam Hannover Messe 2024, acara pameran industri terkemuka yang merupakan salah satu satu pameran…

Le Minerale Favorit Konsumen Selama Ramadhan 2024

Air minum kemasan bermerek Le Minerale sukses menggeser AQUA sebagai air mineral favorit konsumen selama Ramadhan 2024. Hal tersebut tercermin…