Herman Darnel Ibrahim Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) - Transformasi Menuju Industrialisasi

 

 

 

 

 

NERACA. Paradigma yang menganggap Indonesia sebagai negeri makmur dengan limpahan sumberdaya energi yang tak kunjung habis, nampaknya harus diubah. Demikian ungkap Herman Darnel Ibrahim, sosok yang dikenal sarat dengan pemikiran cerdas demi kemajuan bangsa.

Anggota Dewan Energi Nasional ini memandang, bahwa Indonesia memang memiliki kekayaan sumberdaya energi yang berlimpah, namun bila dibagi dengan jumlah penduduk yang besar, sesungguhnya Indonesia tidaklah kaya sumber energi. Saat ini, ucap Herman akrab ia disapa, kita mengeksport sumber energi hampir sama banyak dengan yang digunakan didalam negeri, “Artinya perekonomian bangsa Indonesia kini ditopang oleh eksport sumber daya alam, khususnya migas dan pertambangan lainnya,” ujar dia.

Ia menjelaskan bahwa, sebenarnya yang harus dilakukan adalah bagaimana upaya kita dapat terlepas dari ketergantungan terhadap sumber energi, “Bila saat ini kita mengeksport sumberdaya energi untuk menjalankan roda perekonomian bangsa, maka dimasa mendatang kita harus dapat menciptakan mesin pendapatan keuangan negara lainnya untuk menggerakan roda perekonomian bangsa di masa depan,” ujarnya, karena itu ia memandang langkah transformasi patut mendapat perhatian.  

Sebenarnya hasil pendapatan eksport juga dapat digunakan sebagai modal dalam mempersiapkan bangsa  mentransformasi diri menuju negara industri, sehingga dimasa mendatang Indonesia tidak lagi bergantung melalui pendapatan keuangan dari eksport migas dalam menjalankan roda perekonomian bangsa.

Saat ini, kebutuhan minyak Indonesia sebanyak 1,5% dari seluruh kebutuhan minyak dunia yang mencapai 10,5 miliar ton minyak.  Sementara yang dieksport Indonesia ke dunia juga sebanyak 1,5%, “Artinya kemampuan produksi kita mencapai 3% dari total konsumsi minyak dunia,” ujarnya.

Ia memandang bahwa untuk mensejahterahkan rakyat Indonesia dimasa mendatang, transformasi menuju era industrial harus dilakukan, “Untuk memasuki era industri, kuncinya adalah sumber energi. Kelak saat perindustrian ditanah air mulai menggerakan roda perekonomian bangsa, maka sumberdaya energi yang kita miliki justru akan berperan penting dalam mendukung kemajuan industri ditanah air,” terangnya. Inilah kuncinya.

Ia menjelaskan bahwa untuk merancang mesin perekonomian Indonesia dimasa mendatang, ada dua hal penting yang harus diperhatikan. Pertama; kita harus mampu melepaskan ketergantungan kita pada sumberdaya alam sebagai eksport. “Saya kira UU Mineral pun sudah mengarah kesana,” ungkapnya.

Kedua; kita gunakan sumber energi yang kita miliki untuk mendukung industrialisasi Indonesia dimasa depan. Caranya? dengan mengajak negara importir untuk membangun industrinya di Indonesia. “Saya pikir, tidak masalah bila diawal mereka (pihak asing) yang memulai dalam jangka waktu tertentu. Karena kelak kita yang akan menguasainya, termasuk soal alih teknologinya,” ungkapnya menilai.

Ia mencontohkan. Bila ada sebuah negara yang ingin membeli sumber energi Indonesia untuk kepentingan industri dinegaranya, lakukan cara-cara diplomasi agar negara tersebut justru berhasrat membangun industrinya di Indonesia. Bila hal ini dapat terlaksana, jelas Herman, bukan saja menjadi jalan bagi Indonesia menuju industrialisasi tapi juga akan banyak menyerap tenaga kerja dan keuntungan lainnya, “Strategi ini sebagai upaya kita untuk menghimpun pendanaan dalam menuju industrialisasi di Indonesia,” tegasnya.

Dengan pelanggan listrik sebanyak 42 juta saja sudah terlihat, jika ada potensi pasar dalam negeri yang sangat besar dan potensial. “Dapat dibayangkan, bila kita mampu mendirikan industri yang mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, seperti AC, TV, kulkas, mesin cuci, kipas angin, dan lainnya,” ujarnya.

Menurutnya ada perubahan paradigma yang harus diubah. Pertama; Pandangan bila negeri kita memiliki sumberdaya energi yang melimpah sehingga menganggap diri kita kaya. Kedua; Dalam mengelola keuangan negara, jadikanlah sumberdaya alam yang kita miliki sebagai modal dalam menuju kemajuan industrialisasi di Indonesia. “Indonesia ke depan harus memiliki mesin yang dapat menggerakkan perekonomian, bukan semata-mata hanya bersandar dari sumberdaya energi,” tegasnya.

Dan ketiga, paradigma yang memandang bahwa energi adalah modal pembangunan kita. “Sampai sekarang, masih banyak yang memandang jika energi adalah sebuah komoditas bagi penerimaan devisa. Sehingga ketika lifting kita tidak tercapai, kita kuatir penerimaan devisa akan berkurang,” tuturnya, ada paradigma yang justru kita merasa bangga karena mampu mengeksport sumberdaya alam.

 “Saya rasa kita harus mulai mengalihkan pembangunan bersifat fisik, seperti perkantoran, atau gedung lainnya menuju arah pembangunan perindustrian, membangun mesin perekonomian untuk anak cucu kita dimasa mendatang,” ujarnya. Karena itu ia berharap, bila pendapatan eksport sumberdaya alam saat ini, dapat dijadikan modal dalam membangun dan menata kemampuan perindustrian Indonesia demi generasi yang akan datang.

BERITA TERKAIT

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…

BERITA LAINNYA DI

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…