Haji Indonesia : Sabar dan Tawakal

Oleh : Noor Yanto (wartawan HE Neraca)

Neraca. Pergi mengunjungi rumah Allah, merupakan impian bagi seluruh umat Islam dimanapun. Selain itu, pergi haji merupakan rukun Islam yang terakhir. Meskipun di akhir kalimat rukun tersebut, ditambahkan kata-kata jika mampu. Namun, hal itu tidak menghalangi bagi banyak umat Islam mewujudkan impiannya tersebut.

Salah satu cara adalah dengan menabung. Banyak cerita yang kita dengar, ataupun baca tentang kisah orang-orang di desa bertahun-tahun menabung uang sedikit demi sedikit. Semua itu dilakukan untuk memenuhi undangan dari Allah, untuk berkunjung ke rumah-Nya. Bisa kita bayangkan kegembiraan mereka saat mengetahui jumlah dana yang ditabung selama bertahun-tahun dirasakan mencukupi. Bayangan akan memenuhi undangan-Nya, serasa sudah ada di depan mata.

Namun, saat pengumuman dari pemerintah tentang kenaikan uang haji, mereka hanya bisa menerima dan bersikap tawakal. Mereka tetap melanjutkan tabungannya, dan berharap akan bisa melakukannya di tahun berikutnya. Sikap sabar dan tawakal hanya bisa mereka lakukan.

Lalu bagaimana dengan orang-orang yang bisa melaksanakannya? Mereka akan bersuka cita karena mendapat kesempatan melaksanakan rukun Islam tersebut. Berbagai persiapan keberangkatan dilakukan. Bahkan banyak calon jemaah haji di Indonesia, melakukan tradisi yaitu acara selamatan di lingkungannya masing-masing. Jika dilihat dalam kaca mata ekonomi, hal ini akan menambah jumlah anggaran yang sudah dipersiapkan sebelumnya.

Jika kita lihat kondisi diatas, bagaimana mirisnya saat pelaksanaan haji di Indonesia, masih banyak kebobrokan yang terjadi. Banyak cerita yang kita dengar saat mereka kembali ke tanah air.  Seperti pada tahun 2003. tidak kurang 1.700 calon jamaah haji terlantar di beberapa bandara embarkasi akibat masalah buruknya mekanisme pengangkutan jamaah haji.

Kemudian tahun 2004 tidak sedikit (ribuan) calon jamaah haji batal diberangkatkan oleh pemerintah, padahal secara administrasi dan persyaratan sudah segalanya dipenuhi akibat tidak diperhatikannya prosedur quota Pemerintah Saudi Arabia. Selain itu, pelayanan transportasi lokal dan pemondokkan di kota suci yang masih jauh dari bentuk pelayanan dengan kualitas prima.

Tidak berakhir derita para calon jemaah haji akibat kelalaian pengelolaan, tercatat dari tahun 2005-2007 carut marut pengelolaan semakin memuncak. Kejadian sangat memalukan yatu kelaparan pada saat wukuf dialami oleh jemaah haji dari Indonesia, akibat ketidak benaran memilih lembaga mitra penyedia layanan makanan bagi jemaah.

Semua itu diterima oleh jamaah haji dengan sikap saba dan tawakal. Bahkan dianggap sebagai satu ujian dan cobaan, dengan harapan saat kembali ke tanah air bisa menjadi haji yang mabrur. Namun, akankah kejadian-kejadian tersebut menjadi pembenaran akan betapa buruknya pengelolaan haji di Indonesia? Tanya kenapa…

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…