FREEPORT BERSIKUKUH KK BERSIFAT NAIL DOWN - Tak Ada Kontrak Karya Kebal Renegosiasi

Jakarta – Kalangan pengamat menuding Freeport Indonesia tidak pantas mempertahankan isi perjanjian dalam Kontrak Karya (KK) mengenai tambang yang dikelola di wilayah Papua tidak boleh direnegosiasi atau Nail Down. Karena perjanjian bisnis yang sehat tidak bersifat sakral seperti kitab suci.

NERACA 

“Pemerintah dan DPR harus menegaskan kepada PT Freeport Indonesia bahwa dengan adanya perubahan aturan di bidang Minerba, perusahaan kontrak karya itu harus mengikuti  keputusan yang merupakan representasi dari 237 juta penduduk Indonesia,” tegas Direktur Eksekutif Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara saat dihubungi Neraca, Rabu (2/11).

Senada dengan Marwan, Herman Afif Kusumo, Ketua Presidium Masyarakat Pertambangan Indonesia (MPI) menyebut, tidak benar jika KK Freeport dianggap kebal terhadap renegosiasi.

“Saya tidak percaya kalau kontrak karya ada yang kebal. Prinsipnya, dalam kontrak harus sama-sama menguntungkan. Kalau sudah ada pihak yang merasa dirugikan, ya harus direnegosiasi. Freeport bukan musuh, tapi pihak yang harus dirangkul untuk negosiasi ulang,” jelasnya.

Menurut Herman, Freeport selalu berlindung di bawah lex specialis (kontrak bersifat khusus). Alotnya renegosiasi ini memang tidak bisa lepas dari lex specialis itu. Dulu tahun 1967, ketika kondisi Indonesia masih sangat rawan, para investor minta jaminan kontraknya aman dari risiko-risiko akibat situasi tak menentu. Di saat itulah Freeport masuk. Lex specialis itu punya sejarah tapi bisa diperbaiki, dan tidak sakral seperti kitab suci.

“Kenapa kita hanya menerima royalti 1% dari dulu sampai sekarang? Itu mencerminkan kemenangan para pelobi AS, dan menunjukkan betapa lemahnya tim lobi kita melawan Amerika. Kualifikasinya jauh jika dibanding pelobi asing, baik dalam hal isi kontrak karya, hukum internasional, bahasa. Karena kelemahan-kelemahan itulah, tim lobi kita sangat inferior kalau menghadapi AS,” terangnya.

Untuk memenangkan renegosiasi, papar Herman, lobi di tingkat pejabat eselon I tidak cukup, apalagi pejabat eselon II. “Harus menteri ESDM dengan didukung presiden yang lobi tingkat tinggi ke bos Freeport. Kalau perlu langsung ke Presiden Obama. Dengan kesetaraan kualifikasi di lobi tingkat tinggi akan membuat masalah Freeport diselesaikan lebih baik,” tandasnya.

Marwan menambahkan, Undang-undang di Negara Indonesia harus diikuti oleh semua perusahaan production sharing contract (PSC). “Oleh karena itu kita harus mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya, dan harus bisa memaksa mereka untuk mengikuti aturan yang kita buat. Kita harus menyiapkan diri untuk menghadapi perusahaan PSC tersebut di Badan Arbitrase Internasional,” tandasnya.

Soal ancam mengancam untuk  membawa ke badan arbitrase internasional, imbuh Marwan, adalah hal yang biasa. Lantaran, mereka tidak mau bagian keuntungan yang mereka peroleh berkurang akibat perubahan kebijakan itu.

Marwan mengatakan bahwa kejadian serupa itu sudah juga banyak terjadi di beberapa negara seperti Venezuela, Bolivia dan Australia. “Mereka dihadapkan pada pilihan untuk mengikuti aturan yang dibuat di negara tempat mereka menambang,” katanya.

Isu lain yang bisa dipakai oleh pemerintah, ucap Marwan, adalah isu lingkungan. Dia memberi contoh bahwa pada saat Rizal Ramli menjadi Menteri Perekonomian pada era Presiden Abdurahman Wahid (Gus Dur) sekitar 2001/2001, pemerintah ketika itu sempat minta biaya kompensasi sebesar US$5 miliar untuk kasus pencemaran lingkungan di Freeport. Ketika itu Freeport meminta klaim itu diturunkan menjadi US$3 miliar.

“Namun setelah Presiden Gus Dur dilengserkan, masalah klaim ke Freeport tersebut hilang dari permukaan,” katanya.

Contoh lain mengenai masalah lingkungan, sambung Marwan, Norwegia mempunyai  dana cadangan oil fund  sebesar US$ 550 miliar. Oil Fund tersebut sempat dipergunakan untuk membeli saham Rio Tinto  yang punya saham di Freeport. Namun setelah diketahui bahwa Freeport mencemari lingkungan, maka Oil Fund batal membeli saham Rio Tinto.

Menurut Marwan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono atau siapa pun pemimpin Indonesia di masa depan harus berani  menghadapi perusahaan kontraktor asing yang ada di Indonesia. “Jangan sampai mereka mencari dukungan asing lalu menggadaikan  tambang-tambang milik negara,” tukasnya.

Berani Revisi

Sementara itu, Juru Kampanye Jaringan Advokasi Tambang, Hendrik Siregar menyatakan, Pemerintah harus berani mengambil tindakan untuk merevisi isi Kontrak Karya Freeport. Alasannya, yang dirugikan adalah bangsa Indonesia. “Kalau pemerintah tetap lembek dengan keadaan ini, mereka makin bertingkah semena –mena dengan Indonesia,” tegasnya.

Menurut Hendrik, royalti yang diberikan oleh PT Freeport Indonesia sangat tidak pantas, apalagi hanya 1%. “Coba kita bayangkan royalti 1% tersebut sudah berjalan selama 30 tahun lebih. Apa yang telah Freeport berikan kepada negeri ini, belum ada apa–apanya dibandingkan dengan pengerukan hasil logam mulia yang didapat dari hasil tambang di Papua tersebut,” ketus Hendrik.

Dia mengakui, ini perjanjian dalam KK yang berat sebelah merupakan kesalahan dari pemerintah terdahulu. Namun pemerintah saat ini harus sadar bahwa kekayaan alam Indonesia diambil terus menerus dan alam tanah air dirusak.

Hendrik menegaskan, royalti yang seharusnya didapat Indonesia disesuaikan dengan harga logam mulia dunia dan mempunyai standar minimum. “Itu akan lebih baik lagi,” tukasnya.

Sebelumnya, Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Thamrin Sihite, menyatakan pemerintah tidak bisa mengenakan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah 45 Tahun 2003 untuk tarif royalti dan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) kepada PT Freeport Indonesia.

Alasannya, dalam kontrak karya Freeport Indonesia tercatat bersifat nail down atau kontrak yang tidak mengikuti aturan atau perundang-undangan yang berkembang (bersifat tetap).

Sesuai kontrak karya sejak 1991, masa kontrak Freeport di Papua habis pada 2021 dan dapat diperpanjang dua kali sepuluh tahun jika Freeport Indonesia menghendaki. “Maka itu sekarang direnegosiasi, karena kontrak sejak 1967 dan dasar kita PP 45,” kata Thamrin Sihite.

Menurut Thamrin, soal pembayaran royalti, PNBP, iuran, dan pajak tercantum semua dalam kontrak karya dan karena bersifat nail down, Freeport selama ini mengikuti aturan sesuai kontrak karya.

“Di kontrak karya memang disebut royalti satu persen walaupun di PP 45 lebih besar, tetapi karena di kontrak ditulis satu persen maka mereka mengikuti itu,” tutur dia.

Untuk itu, pemerintah tidak akan mengejar temuan ICW yang menyatakan Freeport Indonesia kurang membayar royalti sebesar US$176 juta atau sekitar Rp1,5 triliun.

Thamrin mengatakan bahwa dalam kontrak karya memang diatur royalti dan Freeport Indonesia harus mengikuti ketentuan dalam kontrak karya tersebut. Dia menjelaskan, hampir semua kontrak karya pertambangan bersifat nail down sehingga saat ini pemerintah gencar melakukan renegosiasi kontrak karya pertambangan. Renegosiasi ini sesuai dengan instruksi Presiden dan Menteri ESDM agar pemerintah dan pengusaha saling untung.

Pemerintah terus memperjuangkan renegosiasi kontrak karya pertambangan. Khusus untuk Freeport Indonesia, saat ini pemerintah sedang mempelajari studi kelayakan jangka panjang yang telah diajukan Freeport. Pemerintah tidak menetapkan target kapan proses renegosiasi ini akan selesai, namun Thamrin menyatakan semakin cepat semakin baik.

"Mereka sudah ada disampaikan studi kelayakan jangka panjang, dan kita sedang melakukan evaluasi," ujarnya. munib/iwan/agus/kam

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…