"Taksi Online": Impian Masyarakat vs Legalitas

Keberadaan Taksi Uber telah menimbulkan kecemburuan dari perusahaan angkutan darat resmi. Sebab, perusahaan taksi ini tidak membayar pajak atau retribusi angkutan umum. Padahal, masyarakat membutuhkan keamanan dan perlindungan selama di angkutan umum.

 

NERACA

 

Fenomena taksi Uber dan Grab memperlihatkan impian masyarakat terhadap transportasi umum yang nyaman dan murah. “Dinas Perhubungan harusnya realistis terhadap kebutuhan masyarakat terhadap sarana transportasi yang nyaman dan murah. Karena itu mereka mencari jalan untuk mewujudkannya,” kata pengurus harianYayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi.

Fenomena seperti Uber, Gojek, Taxi Grab, dinilainya sebagai manuver masyarakat terhadap transportasi massal yang nyaman dan murah dibanding sebelumnya. Maka, Tulus menilai, seharusnya pemerintah punya solusi bagi transportasi masyakarat yang murah, mudah dan nyaman.

Direktur Centre For Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menilai keberadaan Uber menjadi cerminan pemerintah bahwa mereka tidak mampu menyiapkan angkutan yang nyaman murah. Fenomena Uber, ujar Uchok, sebenarnya muncul dari pasar yang tidak tersusun dengan baik. Dengan alternatif layanan lebih baik daripada taksi reguler, keberadaan  Uber telah membuat perusahaan taksi resmi khawatir.

Sementara menurut Guru Besar Universitas Indonesia Rhenald Kasali, apa yang terjadi saat ini merupakan fenomena besar dari sebuah perubahan. Di sisi lain fenomena aksi demo menyangkut kelambanan merespons. "Ini yang disebut disruption," ujarnya.

Perubahan besar yang dimaksud, kata Rhenald, karena inovasi baru karena desakan teknologi yang mengakibatkan cara-cara dan teknologi lama sudah mulai ditinggalkan.

Sebelumnya, Komisaris Blue Bird Group Noni Purnomo mengatakan pemerintah harus segera buat aturan atau regulasi yang jelas soal taksi online. Menurut dia, sebenarnya isu yang berkembang bukan soal persaingan dengan taksi online. Namun, ada ketidakadilan dari pemerintah soal penegakan peraturan. "Isu ini paling dalam adalah tidak adil menegakan peraturan. Salah satunya tarif yang ditetapkan pemerintah untuk melindungi konsumen. Kalau imbas dari online di kami tidak terpengaruh," ungkap Noni dalam diskusi Talk to iNews.

Oleh karena itu, Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) menyarankan pemerintah untuk menuntaskan kontroversi transportasi online secara tuntas. “Pemerintah harus melihat gambaran utuh dari transportasi online. Jangan lihat sepotong-potong dan memberikan solusi sepotong pula,” tegas Ketua MTI Danang Parikesit.

Menurutnya, pemerintah harus membuka wacana membahas UU No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. “Lihat filosofi dari UU tersebut,” tukasnya.

Sementara Kepala Pusat Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemenkominfo Ismail Cawidu mengatakan, dalam aturan pengelola transportasi online seperti Grab dan Uber taksi hanya diperbolehkan menjalin kerja sama dengan BUMN, BUMD, atau pihak lain yang berbadan hukum.  "Grab dan Uber hanya boleh bekerja sama dengan perusahaan yang berbadan hukum sesuai syarat undang-undang. Salah satu lembaga yang boleh dipilih adalah koperasi. Nantinya, hal ini akan dijadikan salah satu syarat untuk mengajukan izin usaha transportasi Grab dan Uber taksi," kata Ismail.

Pada kesempatan lain, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengungkap status Badan Hukum dari Uber Asia Limited di Indonesia. BKPM membenarkan adanya surat tertanggal 30 Oktober 2015, terkait peringatan pertama BKPM kepada Uber.

Deputi Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal BKMP Azhar Lubis menjelaskan, peringatan dalam surat itu sudah selesai. Pasalnya, ketika BKPM mengeluarkan perizinan portal web, Uber langsung mengajukan diri untuk mendapatkan hal tersebut.

"Dari kami itu sudah selesai kan. Kalau KPPA itu tidak boleh melakukan bisnis. Itu yang kami peringkatkan kepada mereka. Makanya mereka mengajukan KPPA-nya itu November juga. Kita mengeluarkan izin untuk portal web," ujar Azhar. 

Ditegaskannya, izin yang dikeluarkan BKPM bukanlah izin transportasinya. Izin yang dikeluarkan adalah portal web. (Baca juga: Status Uber)

Azhar mengingatkan, meski peringatan telah selsai, surat BKPM terkait KPPA masih berlaku. "Ini masih berlaku, di mana KPPA ini tidak melakukan bisnis. Kantor ini hanya melihat market, koordinasi dengan klien," tuturnya.

Sedangkan Ketua Umum Indonesian Digital Association (IDA) Edi Taslim menyarankan  seharusnya pemerintah memang tidak langsung memblokir layanan transportasi online. “Saya pikir itu positif, harusnya pemerintah juga sadar, bahwa enggak bisa main blokir-blokir begitu saja, karena Uber dan Grab populer di Indonesia bukan karena Uber dan Grab-nya, tapi karena masyarakat butuh solusi yang seperti itu,” ujar Edi.

 

Regulasi Taksi

Sementara itu, Kemkominfo kembali melemparkan bola panas ihwal regulasi layanan transportasi berbasis aplikasi kepada Menhub Ignatius Jonan karena kewenangan untuk mengatur keberadaannya ada di wilayah Kemenhub.

Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara mengemukakan pihaknya tidak memiliki kewenangan untuk melakukan penutupan layanan transportasi berbasis aplikasi seperti Uber dan GrabCar yang selama ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Menurutnya, kewenangan untuk menutup layanan taxi online tersebut ada di wilayah Kemenhub yang saat ini digawangi oleh Ignatius Jonan. "Saya kan tidak memiliki kewenangan itu, itukan layanan transportasi, seharusnya kewenangan ada di tangan Kemenhub," tuturnya.

Menurut Rudiantara, pihaknya akan membahas lebih jauh keberadaan taxi online yang diyakini telah meresahkan para driver taxi konvensional selama ini dengan Menko Polhukam Luhut Binsar Panjaitan di kantornya untuk memutuskan arah kebijakan lebih jauh. "Saya akan rapat dulu dengan Pak Menko Polhukam. Tunggu saja nanti ya," katanya.

Sementara itu, DPR mendesak Kominfo dan Kemenhub menyelesaikan permasalahan taxi online yang selama ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat dengan cara membuat regulasi khusus untuk mengatur keberadaan taxi online di Tanah Air.

Mahfudz Siddiq, Ketua Komisi I DPR mendesak Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara dan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan untuk mengambil sikap tegas dalam menyikapi bisnis transportasi berbasis aplikasi yang selama ini menjadi kontroversi di kalangan masyarakat. Menurutnya, salah satu upaya yang dapat dilakukan pemerintah untuk menyikapi keberadaan taxi online seperti Uber dan GrabCar itu adalah dengan cara membuat regulasi khusus yang dapat mengatur keberadaannya di Indonesia.

 “Dibutuhkan kesepakatan lintas-kementrian dan masukan banyak pihak. Terutama jika model bisnis baru tersebut berhimpitan dengan model bisnis yang sudah ada dan terikat dengan peraturan perundang-undangan,” tuturnya.

Politisi PKS itu juga menjelaskan selama ini keberadaan Uber dan GrabCar tersebut kerap meresahkan sebagian kalangan masyarakat, karena selain berhadapan langsung dengan moda transportasi resmi yang sudah ada, taxi online itu juga diyakini tidak membayar kewajiban pajak kepada pemerintah dan menjadikan Indonesia hanya sebagai pasar untuk meraup keuntungan. “Masyarakat yang ada di wilayah perkotaan harus bijak dalam menyikapi ini. Kemudahan akses transportasi melalui on-line juga tidak boleh mengalahkan kepentingan nasional yang lebih luas,” kata dia. (iwan/agus)

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…