Efektivitas Intervensi Harga

Oleh : Tumpal Sihombing

Chief Research Officer

PT Rifan Financindo

Layaknya gitar jika disetel terlalu kencang akan memutuskan senar. Namun jika disetel terlalu longgar suara gitar jadi tak merdu. Demikian halnya dengan perekonomian, jika terlalu diatur oleh pemerintah, pasar sulit bekerja efisien. Namun jika dilepas begitu saja  pasar penuh dengan malpraktik yang merugikan partisipan ekonomi. Jadi bukan hanya pada instrumen gitar, perekonomian juga membutuhkan setelan pas (antara intervensi dan laissez-faire) agar nyanyian “Indonesia Raya” tak terdengar sumbang.

Harga-harga kurs (daya beli), komoditas, efek dan instrumen investasi di dunia sedang mengalami perubahan pola fluktuasi dan rentang volatilitas. Kondisi ini mengandung risiko, dan risiko selalu mengandung 2(dua) outcome klise, yaitu rugi atau untung. Jika risiko soverign dalam berinvestasi secara agregat tidak dikelola dengan proper, kerugian menanti. Saat ini ada discrepancy yang lumayan antara harga-harga yang berlaku di dalam negeri dengan yang berlaku di luar negeri. Salah satu contohnya adalah harga BBM yang telah menyentuh suatu pricing yang sulit dikategorikan sebagai fundamental economic value. Volatilitas komoditi dunia telah mempengaruhi ragam asumsi makro semua negara-negara di dunia saat ini.

Jangkauan pemerintah terhadap ragam elemen relevan dalam price discovery mechanism harus baik. Jika tidak, maka kebijakan menjadi sepihak dan besar peluang gagal (Government Failure-GF).  GF terjadi karena adanya intervensi pemerintah yang berupaya melakukan koreksi pasar, namun justru berakhir dengan kegagalan yang mengakibatkan kerugian agregat. Biasanya ada 6(enam) penyebab GF, antara lain : (1) Informasi di sisi pemerintah tidak lengkap atau best-practice nya kurang memadai. Pemerintah boleh jadi memiliki informasi yang belum lengkap dalam mengambil keputusan strategis. Seandainya pun pemerintah memilikinya, boleh jadi pemerintah belum memiliki best practice yang teruji untuk merumuskan suatu kebijakan atau aturan yang tepat.

Kedua, pertentangan kepentingan atau tujuan dalam tubuh perumus kebijakan. Sudah menjadi rahasia umum bahwa tubuh pemerintah kita saat ini diisi oleh perwakilan partai yang sarat conflict of interest.  Konsekuensi logisnya, proposisi solusi boleh jadi tidak dimunculkan akibat ketiadaan mufakat antara conflicting parties. Kalau sudah demikian, yang terjadi adalah praktek kompromi yang sudah pasti mengurangi kualitas solusi dan efektifitas kebijakan publik.

Ketiga, biaya administrasi intervensi pemerintah ke pasar. Biaya administrasi penetrasi pasar oleh pemerintah untuk melakukan koreksi kegagalan pasar berpotensi lebih besar daripada total biaya yang ditanggung oleh perekonomian zonder intervensi pemerintah.

Keempat, distorsi pasar secara berkelanjutan dan sistemik. Perekonomian adalah sistem dimana segala proses berlangsung secara sistematik terhadap setiap elemen yang terkait. Jika pemerintah mengisolir suatu masalah dan solusinya hanya pada salah satu elemen saja, maka tak ada jaminan bahwa premis cateris paribus efektif. Artinya, upaya pemerintah untuk melakukan koreksi kegagalan suatu perspektif, akan menimbulkan distorsi di perspektif lain.

Kelima, kasus regulatory capture (RC). Pemerintah memiliki badan regulatori pengawas industri. Lembaga ini sebaiknya jangan bertindak untuk satu dua kepentingan pihak tertentu, namun tetap mengawasi industri sebagaimana visi pembentukannya. Kasus RC sebaiknya menjadi perhatian utama pemerintah khususnya bila dikaitkan dengan sustainabilitas kinerja industri jasa keuangan dan pasar modal Indonesia.

BERITA TERKAIT

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…

BERITA LAINNYA DI

Ekspor Nonmigas Primadona

Oleh: Zulkifli Hasan Menteri Perdagangan Neraca perdagangan Indonesia kembali mencatatkan surplus pada periode Februari 2024 sebesar USD0,87 miliar. Surplus ini…

Jaga Kondusivitas, Tempuh Jalur Hukum

  Oleh: Rama Satria Pengamat Kebijakan Publik Situasi di masyarakat saat ini relatif kondusif pasca penetapan hasil Pemilihan Umum (Pemilu)…

Perspektif UMKM di Ramadhan

Oleh: Agus Yuliawan Pemerhati Ekonomi Syariah Memasuki pertengahan bulan suci Ramadhan seperti ini ada dua arus perspektif yang menjadi fenomena…