Peningkatan Kerjasama Militer

Neraca. Selain meningkatkan kerjasama di bidang ekonomi, hubungan kedua negara tersebut termasuk peningkatan signifikan adalah di bidang pertahanan dan keamanan. Dalam hal ini, menyesuaikan renstra (rencana strategis) Departemen Pertahanan dan Keamanan RI untuk pengadaan alutista (alat utama sistem senjata) milik TNI yang sudah uzur. Seperti diketahui, pemerintah RI telah meningkatkan belanja militernya hingga Rp.100 triliun. Dengan nilai sebanyak itu, tidak heran banyak produsen-produsen senjata dunia menawarkan produknya ke Indonesia.

Kerjasama militer Indonesia dengan Korea Selatan terus menghangat dalam delapan tahun terakhir, terutama setelah Presiden Yudhoyono dan mantan Presiden Korea Selatan Roh Moo-hyun meneken deklarasi kemitraan strategis dalam kerja sama militer pada 2006.

Termasuk yang gencar menawarkan produknya adalah negeri ginseng ini. Bahkan mereka berani memberikan fasilitas ToT (Transfer of Technology) kepada Indonesia. Salah satu keberhasilan Korea Selatan adalah,  kerja sama industri pertahanan, kedua negara sepakat untuk diadakan produksi bersama disertai alih teknologi seperti dalam pembuatan kapal jenis “Landing Platform Dock” (LPD) dan kapal selam antara PT PAL dan perusahaan kapal Daewoo Shipbuilding.

Selain industri maritim kedua negara juga telah menjajaki kerja sama industri dirgantara seperti pembuatan pesawat tempur KFX/IF-X. Tak hanya itu, kedua negara juga menjajaki pembelian pesawat jet tempur latih T-50 oleh Indonesia yang disertai pengadaan CN-235 oleh Korsel. Hal itu ditegaskan dengan pertukaran cendera mata dari Menhan Purnomo berupa miniatur pesawat CN-235 kepada Menhan Korsel. Sedangkan Menhan Korsel memberikan cendera mata berupa miniatur pesawat T-50 Golden Eagle. Usai melakukan penandatanganan, Menhan Korsel Kwan Jin akan menjadi pembicara kunci dalam seminar industri pertahanan di Kementerian Pertahanan.  

Keseriusan menjajakan barang dagangannya ini, layak dilakukan oleh pihak Korea Selatan. Bahkan tim penjajakan dari Indonesia di sambut layaknya ‘tamu agung’. Dari pangkalan militer di Seongnam, rombongan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa ternyata diangkut oleh pesawat kepresidenan Korea Selatan menuju Busan. "Presiden Lee Myung-bak meminjamkan pesawatnya untuk mengantar kami," kata seorang anggota rombongan.

Hatta memimpin 50 pejabat dan pengusaha Indonesia ke Korea Selatan. Selain menjajaki peluang investasi, Hatta diutus Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membahas kerja sama pembelian alat tempur. Salah satunya pesawat latih supersonik T-50 Golden Eagle buatan Korea Aerospace Industries.

Delegasi Hatta dilayani secara khusus untuk melicinkan proses pembelian pesawat itu. Korea Selatan dan Cina memang selalu memanjakan pejabat yang datang, termasuk menyiapkan mobil, bahkan pesawat, untuk membawa mereka berkeliling negeri. "Tapi, kalau sampai meminjamkan pesawat kepresidenan, itu artinya mereka sudah jorjoran," katanya.

Korea Aerospace Industries memang sedang membutuhkan uang untuk mendanai produksi Golden Eagle. Perusahaan yang sejak krisis 1997 di-sokong pemerintah ini juga dikejar target menjual seribu unit si Elang Emas pada 2030. Celakanya, Singapura dan Abu Dhabi, yang awalnya siap membeli, mendadak mencoret T-50 dari daftar belanjanya. Adapun penjualan pesawat latih pilot pesawat tempur F-16 dan F-15 itu ke Indonesia sudah keduluan Yakovlev 133 buatan Rusia. Pesawat Rusia itu tidak cuma bisa disetel untuk berlatih memiloti pesawat MiG-29 dan Sukhoi 30. Sistemnya juga bisa direkayasa untuk F-15 dan F-16.

Bahkan pendekatan yang dilakukan oleh pihak Korea Selatan bukan hanya ke kalangan user-nya yaitu Mabes TNI, akan tetapi ke lembaga legislative dilakukan juga. Komisi I DPR RI menerima kunjungan kehormatan Song Young-sun dan Lee Jin-sam Anggota Parlemen bidang Pertahanan Korea Selatan, membahas peningkatan kerjasama pertahanan kedua negara dan pengadaan Alutsista.

Parlemen Korea Selatan menawarkan kerjasama pengadaan alutsista Pesawat T 50 dan Kapal Selam. Serta latihan operasi militer bersama antara Korea Selatan dan Indonesia di teritorial Indonesia. Ketua Komisi I yang membidangi Pertahanan Mahfud Siddiq mengatakan keinginan Parlemen Indonesia dalam hal peningkatan kerjasama pertahanan Indonesia Dan Korea Selatan, tidak hanya semata kerjasama pengadaan alutsista, tetapi parlemen Indonesia menginginkan kerjasama lebih kepada kerjasama peningkatan industry pertahanan. “Kerjasama Pertahanan lebih kepada peningkatan industri pertahanan,” tegasnya.

Menurut Mahfud, seiring dengan peningkatan kerjasama pertahanan antara Indonesia dan Korea , Komisi I sedang menyusun Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Industry Pertahanan, yang didalamnya juga akan mengatur kerjasama antara Pemerintah Negara Indonesia dengan Negara lain di bidang pertahanan.

 

BERITA TERKAIT

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…

BERITA LAINNYA DI

Jurus Jitu Selamatkan UMKM

Jurus Jitu Selamatkan UMKM  Pelaku UMKM sebenarnya tidak membutuhkan subsidi bunga. Yang sangat mendesak diperlukan adalah penguatan modal untuk memulai…

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020

Tegakkan Protokol Kesehatan di Pilkada 2020 Dalam konteks masih terjadinya penularan dengan grafik yang masih naik, sejumlah pihak meminta pemerintah…

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah

Jangan Buru-Buru Menutup Wilayah Strategi intervensi berbasis lokal, strategi intervensi untuk pembatasan berskala lokal ini penting sekali untuk dilakukan, baik…