Pakar : Hak Eksklusif Kereta Cepat Langgar UU

Pakar : Hak Eksklusif Kereta Cepat Langgar UU

NERACA

Jakarta - Pakar Kebijakan Publik Agus Pambagio menilai hak eksklusif yang diminta oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) untuk mengoperasikan kereta cepat Jakarta-Bandung melanggar Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian.

Agus pada diskusi yang bertajuk "Menyoroti Kebijakan Kereta Cepat Jakarta-Bandung" di Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Jumat (5/2), menuturkan dalam undang-undang tersebut tidak ada operator manapun yang mendapatkan hak eksklusif dalam pengoperasiannya."UU Nomor 23 membolehkan siapa saja untuk membangun, maksudnya enggak eksklusif," kata dia.

Pasalnya, PT KCIC meminta pemerintah untuk menjamin kepastian usaha atau eksklusivitas operasi kereta cepat Jakarta-Bandung karena seluruh investasi tidak dibantu oleh pemerintah lewat anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau murni swasta.

Dalam kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi Darmaningtyas berpendapat sebelum diberlakukannya hak eksklusif, perlu dilakukan terlebih dahulu mitigasi, baik itu politik, finansial dan lingkungan."Seluruh mitigasi itu harus dilakukan, dari situ akan ketahuan kira-kira permintaan eksklusivitas ini cocok enggak," kata dia.

Menurut dia, wajar apabila hak eksklusivitas diberikan untuk jarak kereta yang rasional seperti Jakarta-Surabaya karena diyakini akan mengurangi kepadatan Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng."Kalau hanya Jakarta-Bandung untuk apa," ujar dia.

Di samping itu, Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia Danang Parikesit menilai haj ekslusif pantas diberikan apabila harga tiket yang dijual terjangkau."Hak eksklusif itu untuk menjaga tingkat prngembalian pinjaman, saya menghormati prinsip itu, namjn kalau enggak terjangkau namanya mengeksploitasi masyarakat," kata dia.

Danang menuturkan jika itu terjadi maka KCIC akan terkena UU KPPU karena menggunakan hak monopoli yang akan menimbulkan masalah baru."Yang masalah bukan monopolinya tapi 'abuse of monopoli power'-nya," imbuh dia.

Dengan demikian, menurut dia, pemerintah, dalam hal ini, Kementerian Perhubungan, harus menyiapkan suatu sistem untuk mengatur kereta api."Kalau di jalan tol itu ada Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT), kereta api juga harus dipikirkan bila mana ada proyek-proyek yang dibangun olej swasta," kata dia.

Kalau itu tidak diatur, lanjut dia, maka akan berdampak ke konsumen."Konsumen posisinya lemah, enggak bisa nolak dan enggak ada pilihan lain. Jadi, pemerintah sekali lagi harus masuk ke sana sebagai regulator untuk mengatur tarifnya," tandas dia. Ant

 

 

 

BERITA TERKAIT

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…

BERITA LAINNYA DI Hukum Bisnis

Kanwil Kemenkumham Sumsel Sosialisasikan Pendaftaran Merek Kolektif

NERACA Palembang - Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Sumatera Selatan menyosialisasikan pendaftaran merek kolektif yang merupakan…

Jokowi Apresiasi PPATK Atas Pengakuan Efektivitas APU PPT

NERACA Jakarta - Presiden Joko Widodo mengapresiasi Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak…

KPK Koordinasi dan Supervisi Pencegahan Korupsi di Pemprov Lampung

NERACA Bandarlampung - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan koordinasi dan supervisi pencegahan korupsi di lingkungan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Lampung. "Kehadiran…