Meningkatkan Penyerapan Pangan dengan Stimulus Berbasis Output Bagi Petani

Oleh: Dhoni Siamsyah Fadillah Akbar, Staf Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu

Sejak zaman dahulu kala, dunia telah mengenal Indonesia sebagai Negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang melimpah. Tanah yang subur, iklim yang memadai, curah hujan yang cukup dan berbagai potensi alam lainnya menyebabkan Indonesia menjadi negeri yang sangat cocok untuk bercocok tanam, sampai-sampai dikatakan bahwa di negeri ini, tongkat kayu dan batu pun bisa jadi tanaman.

Namun ironisnya, ketersediaan dan stabilitas harga pangan masih menjadi salah satu permasalahan rutin dari tahun ke tahun. Pada waktu-waktu tertentu ketika permintaan sangat tinggi seperti saat menjelang lebaran, stok berbagai kebutuhan pokok seperti lenyap dari pasar sehingga menyebabkan harganya melambung tinggi. Hal tersebut disinyalir merupakan ulah para spekulan yang sedang bermain untuk mendapatkan keuntungan yang tinggi. Keadaan tersebut akhirnya memaksa pemerintah untuk mengimpor berbagai kebutuhan pokok guna menstabilkan harga beras di pasar.

Pemerintah sendiri melalui  Badan Urusan Logistik (Bulog) sebagai perusahaan umum milik Negara yang memiliki fungsi salah satunya menjaga stabilitas harga pangan telah melakukan berbagai upaya untuk menyerap bermacam-macam kebutuhan pokok produksi para petani, mulai dari penetapan harga yang baik untuk hasil pertanian, penggunaan metode cash & carry dimana petani langsung dibayar dengan uang tunai setiap menyetorkan produknya, pembentukan unit khusus untuk penyerapan gabah dan lain sebagainya. Namun sayangnya dalam banyak kasus, petani masih memilih untuk menjual produknya kepada para spekulan karena harga jual mereka yang lebih tinggi dari yang ditetapkan pemerintah.

Melihat keadaan tersebut, penulis ingin memaparkan kebijakan yang bisa digunakan oleh pemerintah guna menghadapi para spekulan dan meningkatkan penyerapan pangan, sekaligus juga meningkatkan produktivitas di sektor pertanian. Kebijakan tersebut adalah dengan memberikan stimulus berbasis output/produksi kepada para petani. Penulis terinspirasi oleh sebuah kebijakan yang pernah dilakukan di dataran Tiongkok yang dikenal dengan nama Shang Yang Reform [1].

Tinjauan terhadap Shang Yang Reform

Shang Yang reform salah satu kebijakan yang dibuat pada di Negara bagian Qin sekitar tahun 356 SM yang dicetuskan oleh Shang Yang, seorang pejabat di Qin pada zaman tersebut. Pada masa itu, dataran Tiongkok terbagi menjadi negara-negara bagian yang saling bertikai sehingga menyebabkan terjadinya konflik pertempuran yang berkepanjangan. Untuk menghadapi kondisi hal tersebut, ada dua sektor yang sangat krusial yang sangat dibutuhkan oleh setiap kerajaan yaitu militer dan pertanian. Shang Yang berpikir bagaimana caranya agar rakyat Qin mau bekerja keras untuk mengembangkan kedua sektor tersebut.

Akhirnya Shang Yang mencetuskan ide kepada penguasa Qin untuk memberikan harapan kepada rakyat jelata untuk bisa menjadi kaya dan berkedudukan tinggi jika mampu berprestasi dalam kedua sektor tersebut. Dalam kemiliteran, Shang Yang menetapkan secara rinci persyaratan dan prestasi yang diperlukan untuk mencapai pangkat dan jabatan tertentu, seperti jumlah pertempuran yang diikuti, jumlah pasukan musuh yang dikalahkan, dan lain sebagainya.

Dalam sektor pertanian, Shang Yang juga menerapkan peraturan yang rinci mengenai hadiah dan kedudukan yang dapat diperoleh oleh para petani berdasarkan hasil panen yang petani dapatkan. Semakin banyak panen yang dihasilkan, semakin banyak reward yang diberikan. Shang Yang reform ini cukup berhasil dan mendapatkan respon positif dari masyarakat yang akhirnya bersemangat untuk bekerja lebih giat pada sektor kemiliteran dan pertanian.

Implementasi Kebijakan Stimulus Berbasis Output

Untuk meningkatkan partisipasi dan minat petani agar bersedia menjual berbagai produk hasil pertaniannya kepada pemerintah, dalam hal ini Bulog, kebijakan stimulus berbasis output dapat diberikan sebagai insentif seperti pemberian subsidi atau hadiah berupa fasilitas-fasilitas pertanian. Berbagai stimulus tersebut sebaiknya diatur dalam peraturan yang resmi, jelas dan terukur dengan baik. Dalam arti, baik pemerintah maupun petani dapat memperkirakan keuntungan lebih yang diperoleh apabila petani menjual produknya kepada Bulog dan petani mendapatkan kepastian hukum bahwa insentif tersebut dapat mereka peroleh selama persyaratannya yakni jumlah produksi yang mereka jual kepada Bulog terpenuhi.

Peraturan perlu dibuat secara terinci dan sesederhana mungkin agar mudah dipahami oleh petani. Sebagai contoh misalnya pemerintah menawarkan subsidi 10 sak pupuk apabila petani menjual 5 ton gabahnya kepada Bulog. Jika mencapai 10 ton, selain mendapatkan subsidi pupuk, petani juga mendapatkan 10 kantong benih berkualitas tinggi secara gratis. Apabila dapat menjual mencapai 20 ton, akan mendapatkanreward berupa alat pembajak sawah.

Insentif yang diberikan juga tidak selalu harus berupa produk dan alat pertanian, insentif juga bisa berupa fasilitas kredit dengan bunga rendah atau bantuan perbaikan rumah untuk meningkatkan kesejahteraan para petani. Dalam hal ini tentu perlu dirumuskan hitungan yang lebih konkrit dan realistis yang sesuai dengan kapasitas pemerintah oleh para pemangku kebijakan terutama yang memiliki keahlian dalam bidang pertanian dan keuangan negara.

Untuk mempermudah pengaturan dan pelaksanaannya, pemerintah pusat bisa berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Bagaimanapun juga setiap daerah memiliki karakteristik dan kondisi alam yang berbeda yang menyebabkan kuantitas, kualitas dan jenis produk pertanian yang dihasilkan juga berbeda-beda. Oleh karena itu, standar yang dibuat dalam penetapan stimulus berbasis output perlu disesuaikan di setiap daerah.

Kebijakan seperti ini diharapkan dampak memberikan banyak dampak positif. Selain meningkatkan tingkat penyerapan bulog, kebijakan tersebut dapat memacu para petani agar semakin meningkatkan produktivitasnya. Dalam jangka panjang, berbagai produk dan alat pertanian yang diberikan sebagai insentif juga dapat meningkatkan produktivitas dan secara otomatis kesejahteraan petani dari waktu ke waktu.

Selain itu, selama ini petani bukan merupakan profesi yang diminati, terutama di kalangan pemuda. Seandainya diminta untuk memilih, mereka akan lebih memilih bekerja sebagai buruh pabrik daripada bertani dengan alasan sederhana yaitu menjadi petani tidak menjamin kesejahteraan ditambah resiko yang sangat besar apabila gagal panen. Karena itu dalam jangka menengah dan panjang, kebijakan ini diharapkan dapat menarik minat para tenaga kerja muda untuk terjun ke dunia pertanian yang berdampak terhadap berkurangnya angka pengangguran.

Namun, berbagai tantangan juga perlu diperhatikan dalam pengimplementasian kebijakan tersebut. Pertama mulai dari sistem pengawasan, penting bagi pemerintah untuk memastikan bahwa para petani benar-benar memperoleh haknya sesuai dengan jumlah produksi yang mereka setorkan karena kebijakan seperti ini rawan penyelewengan atau distribusi yang tidak tepat sasaran Perlu untuk dibangun sebuah sistem pendataan yang baik oleh pemerintah untuk mempermudah pengelolaan dan pengawasan distribusi stimulus tersebut.

Kedua, petani di Indonesia memiliki kapasitas yang berbeda-beda. Ada yang memiliki lahan sedikit dengan alat pertanian yang seadanya. Ada juga yang memiliki lahan yang luas dan besar serta fasilitas yang sangat memadai. Stimulus tersebut diharapkan dapat menjangkau petani dengan berbagai variasi kapasitas. Salah satu contoh hal yang bisa dilakukan adalah misalnya dengan memberikan stimulus berdasarkan tingkat produktivitas dibandingkan dengan luas lahan yang dimiliki. Sebagai tambahan, unit di daerah perlu digerakkan untuk mempelajari situasi tersebut sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan standar pemberian stimulus. (www.kemenkeu.go.id)

*)Tulisan ini merupakan pendapat pribadi penulis dan bukan merupakan sikap instansi dimana penulis bekerja.

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…