Simalakama Harga Minyak

 

Oleh: Ambara Purusottama, Pengajar Prasetiya Mulya University

 

Penurunan harga minyak yang terjadi tengah menjadi trending topic yang menghiasi pemberitaan dunia. Peristiwa tersebut sejatinya merubah wajah perekonomian global. Penurunan harga minyak sudah dalam posisi yang cukup mengkhawatirkan. Bahkan belakangan sempat menyentuh dibawah $ 30 per barel. Penurunan harga ini bagi sebagian kalangan sangat dinantikan tetapi bagi sebagian lain justru menimbulkan kekhawatiran. Penurunan harga yang berlebihan tidak lagi membawa manfaat namun justru membawa bencana.

Banyak faktor yang mempengaruhi penurunan harga minyak yang terjadi. Secara umum penyebab utama penurunan harga tersebut lebih dikarenakan melimpahnya ketersediaan pasokan. Jika ditelaah lebih lanjut terdapat tiga faktor utama pendorong melimpahnya ketersediaan pasokan yaitu teknologi, ekonomi, dan politik.Pertama, Teknologi fracturing yang menghasilkan shale-oil di AS mampu merubah arah perkembangan energi global. Penemuan teknologi tersebut mampu meningkatkan produksi dan cadangan minyak menjadi berkali-kali lipat.

Melimpahnya energi minyak di AS membuat negara tersebut mempunyai opsi membanjiri pasar dengan ketersediaan minyak yang dimiliki. Hal ini dilakukan dengan dalih menekan terorisme yang belakangan bermunculan, terutama ISIS, karena dugaan pembiayaan yang berasal dari penjualan minyak. Melimpahnya ketersediaan pasokan diharapkan mampu menekan agresivitas teroris. Namun hingga hari ini efektivitasnya masih dipertanyakan.

Kepentingan juga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari penurunan harga yang terjadi. Arab Saudi dan negara-negara penghasil minyak yang tergabung dalam OPEC ternyata enggan menurunkan produksi sebagai respon melimpahnya pasokan minyak. Alasan yang dikemukakan mempunyai dasar yang kuat. Menurunkan jumlah produksi bukan perkara mudah dan timbulnya kekhawatiran akan kehilangan pasar jika mengurangi produksinya. Selain itu, ketidakpastian jawaban terhadap langkah penurunan produksi akan mampu memperbaiki kondisi yang terjadi.

Perlambatan ekonomi Tiongkok turut memperburuk situasi yang terjadi. Tiongkok merupakan negara dengan perekonomian terbesar saat ini. Selama beberapa waktu pertumbuhan ekonomi Cina selalu agresif namun belakangan mulai kelelahan.sehingga berdampak pada permintaan minyak yang ikut-ikutan melambat.Dengan kata lain, permintaan yang melambat membuat pasokan yang ada menjadi semakin berlimpah.

Tidak ketinggalan, berakhirnya embargo terhadap Iran menimbulkan kekhawatiran tersediri. Seperti kita ketahui bahwa Iran saat ini merupakan salah satu negara penghasil minyak terbesar di dunia. Dengan berakhirnya embargo ekonomi yang dilakukan dikhawatirkan ketersediaan minyak dipasaran justru semakin banyak.

Penurunan harga ini awalnya disambut baik oleh berbagai pihak. Penurunan ini menjadi tenaga tambahan untuk merangsang pertumbuhan ekonomi global yang belakangan mengalami perlambatan. Secara khusus, kesempatan ini dapat memberikan keuntungan bagi negara-negara berkembang dan importir minyak untuk mendorong perekonomian ke tingkat yang lebih tinggi. Alih-alih mendorong perekonomian, ekstremnya penurunan harga malah menimbulkan dampak negatif seperti memukul sektor riil.

Ekstremnya penurunan harga terjadi justru menimbulkan dampak yang kurang baik. Belum lama ini konon kabarnya beberapa perusahaan minyak sudah mulai terkena dampak dari penurunan harga yang terjadi. Schumberger menjadi perusahaan multinasional pertama yang merespon dengan melay-offsebagian karyawannya. Tidak kurang dari 10.000 karyawannya di seluruh dunia akan segera dirumahkan dalam waktu dekat. Beberapa perusahaan multinasional lainnya pun bersiap melakukan hal serupa.

Tak pelak, penurunan harga minyak ini juga turut memukul perekonomian Indonesia. Penurunan harga yang semestinya memberikan nafas bagi Indonesia justru berbalik memberikan tantangan lain. Beberapa sektor riil mulai terancam terutama yang erat kaitannya dengan minyak, seperti batubara dan pertambangan. Respon tidak mengenakkan pun mulai bermunculan. Chevron Indonesia menjadi pioneer merespon kondisi yang terjadi. Ribuan karyawan pun bersiap untuk dirumahkan.

Tidak Realistis

Harga minyak saat ini dinilai sudah tidak lagi masuk akal. Berbagai pihak pun mempertanyakan tingkat keekonomiannya. Belum ada jawaban pasti mengingat dinamika yang terus berjalan. Respon dari beberapa perusahaan baik global maupun domestik bisa menjadi indikator bahwa harga yang berlaku tidak lagi layak. Dalam ekonomi, apabila harga sudah berada dibawah rata-rata total biaya akan menekan aktivitas perusahaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Efsiensi biaya bisa jadi tidak cukup efektif menghadapi permasalahan yang terjadi.

Bagi Indonesia, penurunan harga minyak seperti memakan buah simalakama atau serba salah,turun salah naik juga salah. Harga saat ini membuat beberapa industri menjadi tidak lagi menarik. Harga tidak mampu menutupi biaya yang muncul. Struktur industri menjadi tidak karuan. Relaksasi pajak sebagai upaya untuk mengatasi permasalahan ini tidak lagi valid untuk dilakukan. Intervensi pemerintah secara penuh harus dilakukan untuk mengantisipasi kondisi yang lebih mengkhawatirkan. Namun ketidakpastian keberlangsungan kondisi yang menjadi tantangan terbesar yang harus dihadapi.

Kemandirian Energi

Kepahitan yang harus dihadapi Indonesia saat ini bahwa negara ini menjadi net importir minyak sehingga tidak memiliki kuasa apapun dalam proses penentuan harga. Kemandirian energi menjadi harga mutlak yang harus dilakukan negeri ini sesegera mungkin. Semakin lama ketergantungan terhadap minyak maka semakin lama berada dalam jurang ketidakpastian.

Bukan perkara mudah negeri ini bisa melepaskan diri dari jeratan ketergantungan. Meskipun portofolio energi negeri ini cukup banyak namun faktanya masih tetap bergantung pada minyak. Negeri ini memiliki segalanya namun belum dimanfaatkan dengan baik. Mindset keberlangsungan energi harus segera ditanamkan. Hal ini perlu dilakukan untuk menyadarkan agar masyarakat tidak lagi bergantung pada energi fosil, terutama minyak.

Bagi pemerintah, ketegasan terkait keberlangsungan energi menjadi pondasi meyelesaikan masalah yang dihadapi dengan tidak lagi terpaku pada politik pencitraan yang hanya memberikan keuntungan sesaat. Pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT) menjadi keharusan bagi bangsa ini. Dengan harga minyak seperti saat ini tidaklah mungkin mengandalkan investor sebagai mitra pengembangan EBT. Harga EBT yang masih belum ekonomis menjadi semakin tidak menarik mengingat jatuhnya harga minyak.

Semua aktivitas pengembangan energi seyogyanya dilaksanakan penuh oleh negara, termasuk pendanaan. Kontroversi Dana Ketahanan Energi (DKE) yang sempat menjadi sorotan sejatinya merupakan langkah tepat pemerintah demi keberlangsungan energi nasional. Tetapi lantaran payung hukum yang tidak begitu kuat, langkah ini pun urung dilakukan. Pemerintah harus secepatnya bergerak memperbaiki kekosongan yang ada dan segera kembali mengajukan program tersebut karena saat ini sudah tidak lagi memungkinkan menggunakan dana yang dimiliki. Hal ini semata-mata bertujuan menjaga ketahanan energi nasional. 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…