Menelaah Modus Kartel Komoditas

 

Oleh: Nailul Huda, Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (Indef)

Tahun lalu, masyarakat dihebohkan dengan serangkaian pemberitaan mengenai kartel komoditas. Awal tahun 2015, heboh tentang kartel bawang merah, tengah tahun muncul kartel daging sapi. Belakangan, kasus kartel garam sempat muncul namun hilang beberapa saat kemudian. Paling anyar namun masalah lama adalah kartel beras.

Dampak dari semua kejadian tersebut adalah harga meningkat tajam. Pelaku kartel berusaha menaikkan harga sampai keuntungan tertinggi. Secara teori ekonomi, tidak ada surplus konsumen yang dinikmati dari adanya praktik ini. Konsumen dipaksa untuk membayar harga yang ditawarkan pelaku kartel tanpa ada kesempatan untuk melakukan penawaran.

Maraknya kartel komoditas tidak terlepas setidaknya dari empat hal dasar.Pertama, fungsi pemerintah dalam controlling harga melalui Bulog atau lembaga negara sejenis masih kurang kuat. Saat ini, fungsi Bulog atau lembaga sejenis kalah dengan pemain tradisional atau pedagang. Dalam kasus komoditas beras, Bulog kalah bersaing dengan pedagang besar maupun para tengkulak. Harga yang ditawarkan Bulog sering kali lebih tinggi daripada pedagang besar atau pun tengkulak.

Kedua, fundamental distribusi pasokan komoditas masih lemah. Distribusi merupakan faktor utama dalam melihat adanya kartel. Dalam kasus kartel biasanya fundamental distribusi sangat tidak ideal. Rantai pasok komoditas terlalu panjang dan menyebabkan inefisiensi distribusi. Dampaknya adalah terjadi ketimpangan alur distribusi mulai level produsen (petani) hingga ke konsumen.

Ketiga, bentuk persaingan yang cenderung oligopoli dari hulu hingga hilir. Persaingan usaha dari dulu hingga sekarang terkenal dengan bentuk persaingan usaha oligopoli. Ini adalah warisan dari era penjajahan sampai Orde Baru. Pada zaman VOC, banyak sekali peraturan yang dibuat untuk keuntungan VOC dan sedikit Saudagar kaya. Praktik tersebut juga terjadi di era Orde Baru dimana penguasa saat itu sangat memihak segelintir pengusaha yang dianggap bisa memperkuat penguasa.

Keempat, pengawasan Komisi Pengawas Persaingan usaha (KPPU) masih dipandang sebelah mata oleh pelaku kartel. Seharusnya KPPU harus kuat dan dipandang mempunyai kekuatan besar untuk melawan pelaku kartel. Namun saat ini kekuatan KPPU seperti yang tertuang dalam UU No. 5 Tahun 1999 masih sangat lemah, terutama dalam hal pengungkapan bukti dan wewenang.

Berbagai modus

Melihat praktik kartel dan penyebabnya, tentu kita bertanya, kenapa hal itu dapat terjadi? Pemerintah harus dapat menjawab pertanyaan masyarakat itu dengan menyelesaikan masalah ini dengan menelaah modus yang digunakan pelaku kartel komoditas.

Pertama, penguasaan lahan maupun modal tak bergerak lainnya. Lahan merupakan aset terpenting dalam produksi komoditas pertanian khususnya beras. Penguasaan lahan oleh petani gurem beras tidak lebih dari 0,5 hektar per petani. Adapun  petani besar dapat menguasai lahan jauh lebih luas. Ini membuat produksi beras hanya dikuasai oleh beberapa petani besar.

Kedua, penguasaan tahapan distribusi setidaknya dua tahap. Dalam praktiknya, pelaku kartel kerap bermain sebagai dua pelaku industri di komoditas yang sama. Peran yang biasa dimainkan adalah tengkulak dan pedagang besar baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini menimbulkan kekuatan oligopoli sekaligus oligopsoni dalam suatu komoditas. Praktik ini akan menimbulkan dampak penguasaan kekuatan harga pada satu pelaku saja.

Peran ganda juga bisa dilakukan dalam hal produksi dalam negeri dan pengimpor komoditas impor. Para pelaku kartel dengan peran ganda seperti ini biasanya terdapat pada pedagang besar. Dengan kekuatan daya tawar yang tinggi, pedagang besar dapat menahan barang hingga pemerintah mengizinkan impor komoditas.

Modus-modus dalam praktik kartel sebenarnya dapat dijadikan bahan membuat kebijakan. Pemerintah harus jeli dalam menutup loophole yang dimanfaatkan oleh pelaku kartel. Ada beberapa kebijakan yang harus diselesaikan.

Pertama, memperkuat fungsi Bulog dan lembaga sejenis dengan membuat terobosan-terobosan strategi maupun kewenangan baru. Kedua, pengawasan KPPU harus diperkuat dengan mengesahkan UU baru mengenai anti monopoli dan persaingan tidak sehat. Ketiga, penggunaan metode pembuktian ekonomi yang lebih modern mengikuti perkembangan dunia usaha. (www.kontan.co.id)             

 

BERITA TERKAIT

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…

BERITA LAINNYA DI Opini

Pembangunan Infrastruktur Demi Tingkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Papua

  Oleh : Damier Kobogau, Mahasiswa Papua tinggal di Surabaya   Pemerintah terus berkomitmen membangun Papua melalui berbagai pembangunan infrastruktur…

Pembangunan Fasilitas Pendukung Salah Satu Kunci Kesuksesan IKN

  Oleh : Rivka Mayangsari, Peneliti di Lembaga Studi dan Informasi Strategis Indonesia   Pembangunan IKN merupakan sebuah keputusan sejarah…

Presiden Terpilih Perlu Bebaskan Ekonomi dari Jebakan Pertumbuhan 5% dengan Energi Nuklir Bersih

    Oleh: Dr. Kurtubi, Ketua Kaukus Nuklir Parlemen 2014 – 2019, Alumnus UI Bencana Alam yang banyak terjadi didunia…