KONSOLIDASI BANK TEKAN SUKU BUNGA - Bank Lebih Utamakan Pasar Uang

Jakarta – Ekonom menuding, perilaku perbankan lebih mengutamakan kondisi pasar uang dibanding ke sektor riil. Sehingga ketika terjadi kelebihan likuiditas, perbankan nasional malah mengguyurkan dananya ke pasar uang, bukan ke sektor riil. Sementara konsolidasi bank dinilai dapat menurunkan suku bunga perbankan.

NERACA

“Saat ini dengan BI Rate yang sudah diturunkan, likuiditas mulai longgar. Tapi akses likuiditas itu saat perekonomian relatif stabil justru tidak mengalir ke sektor riil, tapi ke sektor pasar uang,” ujar pengamat ekonomi Yanuar Rizki di Jakarta, pekan ini.

Hal ini, kata dia, menjadi persoalan struktural perbankan, sehingga perbankan tidak bisa meningkatkan peran intermediasinya terhadap perekonomian. “Karena perbankan hanya peduli untuk menjaga nilai CAR (capital adequacy ratio/rasio kecukupan modal),” lanjutnya.

Selama ini, lanjut Yanuar, perbankan nasional masih disibukkan dengan persoalan efektivitas pengelolaan pendapatan dari aset yang dimiliki. Sehingga mereka mengalihkan return on asset (ROA) ke CAR membuat pendapatan perbankan sendiri naik, tapi rentan terhadap kondisi pasar.

“Maka yang terjadi, intermediasi perbankan tidak menjadi pilihan likuiditas. Tidak ke sektor riil. Bagi mereka, pasar uang antar bank dan obligasi lebih menjadi pilihan,” ujarnya.

Dia menjelaskan, peluang sekaligus tantangan perbankan adalah stabilitas harga oblligasi. Namun, upaya inovasi dari obligasi yang diserap bank itu mestinya mengarah ke intermediasi.

Dalam konteks pasar uang antar bank ini, peran bank BUMN memang besar. Sebagai liquidity provider peran mereka dominan.

“Hanya saja, jika dilihat dari sisi intermediasi tentu kondisi tadi tidak positif. Karena yang dibutuhkan rakyat adalah intermediasi. Agar sektor riil bertumbuh,” tegas dia.

Keinginan pemerintah untuk memiliki suku bunga rendah agar sektor riil bangkit mulai kelihatan. Bulan lalu di tahun ini. Bank Indonesia (BI) memang menurunkan BI Rate dari 7,5 % menjadi 7,25%.

Namun, menurut pengamat ekonomi Yanuar Rizki, langkah BI itu dianggap telat. Karena dalam jangka waktu yang panjang BI justru mempertahankan BI Rate tinggi sehingga sektor riil tidak tumbuh pesat. Kondisi ini terjadi karena Bi rate sendiri selama ini tidak bisa keluar dari sandera eksternal yang sangat volatile.

“BI Rate selama ini sangat tersandera eksternalitas. Karena hubungan nilai tukar jadinya negatif. Sehingga BI Rate relatif tinggi,” ujar dia dalam diskusi CORE Indonesia, di Jakarta, Senin (1/2).

Menurut dia, dengan kondisi demikian, BI Rate susah untuk rendah sepanjang volatilitas pasar keuangan sangat ditentuksn eksternalitas yang memicu fluktuasi inflasi. Selain itu juga menimbulkan adanya godaan wealth management melalui ekses likuiditas di pasar keuangan.

Selama ini, kata dia, BI selalu beralasan dengan kebijakan BI Rate tinggi untuk mengendalikan nilai tukar mata uang juga pengendalian inflasi. “Tapi sayangnya dengan BI Rate tinggi justru nilai tukar tetap tinggi. Dan inflasi sangat rendah sekali jika ada gejolak di ekseternal,” ujarnya. .

“Kenapa tidak seperti di negara lain yang suku bunga juga rendah? Padahal dengan BI Rate tinggi, cost of capital juga tinggi. Sehingga ini menjadi persoalan,” terangnya.

Menurut dia, dengan BI Rate tinggi membuat uang beredar untuk pindah dari perbankan ke sektor riil juga kecil. Sehingga sektir riil tidak tumbuh berkelanjutan. Apalagi selama ini sektor riil sedang bermasalah. Jangan kan untuk menyerap dari dunia perbankan melalui pinjaman, untuk menyerap KUR (Kredit Usaha Rakyat) saja yang suku bunga kecil agak sulit.

“Tahun lalu hanya 76% KUR yang terserap sektor riil. Itu jadi masalah,” jelas dia.

BI sendiri memang di awal tahun ini sudah merespon keinginan pemerintah dengan menurunkan BI Rate medio Januari lalu. Bahkan di Februari ini, Gubernur BI Agus Martowardojo memberi sinyal akan kembali melakukan pelonggaran likuiditas bisa melalui penurunan BI Rate atau melalui Giro Wajib Minimum (GWM) yang kemungkinan berpotensi diturunkan.

Sebelumnya Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) mengatakan usulannya kepada perbankan di Indonesia untuk berkonsolidasi agar bunga deposito dapat disesuaikan guna mendorong pertumbuhan sektor riil.

“Artinya apa, supaya bunga itu lebih rendah maka bank-bank itu harus berkonsolidasi tidak menarik bunga naik supaya orang terdorong untuk investasi,” ujarnya belum lama ini.

Menurut Wapres, sejumlah bank di Indonesia bersaing untuk mencari dana dengan menaikkan bunga bagi deposito. “Kalau bunga deposito naik, orang nanti lebih suka dihidupkan dengan bunga, bukan dengan pohon,” ujarnya.

Wapres menjelaskan konsolidasi diperlukan untuk menghindari persaingan saling meningkatkan bunga deposito sehingga perekonomian di sektor riil lebih terbangun.

Kalla juga mengusulkan agar awal konsolidasi perbankan dapat dilakukan di seluruh bank berstatus BUMN. “Tidak perlu konsolidasi organisasi. (Namun) Konsolidasi prosedural atau sistem. Jangan antara mereka saling bersaing,” tegas JK.

Ekonom Senior Bank Standard Chartered Indonesia Aldian Taloputra menilai suku bunga acuan Bank Indonesia (BI Rate) bisa dipangkas sebesar 75 basis poin menjadi 6,75% hingga akhir 2016 karena terkendalinya inflasi dan tekanan eksternal yang mereda.

“BI tidak akan membutuhkan waktu lama untuk kembali menurunkan suku bunga acuan,” ujar Aldian Taloputra di Jakarta, belum lama ini.

BI diperkirakan akan kembali memangkas bunga acuan sebesar 25 bps menjadi 7,0 % pada Februari 2016, dan 25 bps pada kuartal II 2016. Pada pertengahan Januari ini, otoritas moneter sudah memangkas bunga acuannya menjadi 7,25%, setelah 11 bulan bertahan di 7,5%.

“Setelah itu BI akan berhenti dan lihat dulu seperti apa kondisinya. Setelah lihat kenaikan The Fed sudah selesai,” ujarnya.

Selain inflasi, perbaikan indikator ekonomi domestik juga akan semakin membuat BI leluasa untuk memotong kembali suku bunganya. Untuk laju inflasi, setelah hanya berada di level 3,35 persen pada 2015, Aldian memprediksi laju inflasi akan berada di 4,6% pada 2016.

Komponen yang berandil besar mempengaruhi inflasi, kata Aldian, adalah harga barang yang diatur pemerintah (administered prices), terutama didorong penurunan harga minyak dunia. Dia melihat harga minyak dunia akan berada di level 40 dolar AS per barel. Sehingga harga BBM ritel jenis Premium diperkirakan turun menjadi Rp 6.300 per liter.

“Ini bisa menjaga daya beli masyarakat,” ujarnya.

Selain itu, menurut dia, harga barang bergejolak (volatile food), seperti komoditas hortikultura juga akan terkendali, karena cuaca tidak seburuk pada 2015 yang bisa menganggu distribusi pasokan bahan makanan.

Dari sisi eksternal, Aldian meyakini, Bank Sentral AS (The Fed) hanya akan menaikkan suku bunganya sekali waktu di 2016, karena pemulihan ekonomi Amerika Serikat yang tidak sesuai harapan. Dengan begitu tekanan eksternal dapat diantisipasi.

Namun, masih terdapat tekanan dari perlambatan ekonomi dan kebijakan moneter Tiongkok. Aldian melihat tekanan eksternal sepanjang 2016 akan membawa kurs rupiah berada di rentang Rp14.300 hingga Rp14.600 per dolar AS.

“Dari sisi neraca transaksi berjalan, kita perkirakan defisitnya masih melebar. Trennya rupiah masih rupiah, tapi melemahnya tidak seperti tahun sebelumnya,” ujarnya.

Syarat BI Rate Turun

Bank Indonesia (BI) mengaku akan menurunkan suku bunga acuan perbankan bulan depan. Namun untuk penurunan BI Rate tersebut, Bank Indonesia mensyarakatkan tiga catatan terpenuhi selama sebulan ini. Tiga hal tersebut yaitu pertumbuhan ekonomi tetap terjaga, laju inflasi kecil, dan tidak ada defisit neraca perdagangan.

“Kalau (ketiga faktor) ini terjaga, kami akan bisa melakukan penyesuaian BI Rate bulan depan. Dan, kami melihat ruang itu. Yang kami perlu waspadai terkait stabilitas sistem keuangan,” kata Gubernur BI Agus Martowarojo di Jakarta, belum lama ini seperti dikutip aktual.com.

Namun rencana itu bisa saja terganjal jika tiga faktor tadi tidak berjalan sesuai ekspektasi BI. Apalagi BI sendiri masih mempertimbangan perekonomian global terkait rencana Federal Reserve AS yang akan kembali menaikkan suku bunga yang pasti akan berpengaruh pada sistem keuangan Indonesia.

“Tadinya (proyeksi) kami di bulan lalu menyebutkan akan ada empat kali kenaikan (Fed fund rate) di 2016. Mungkin sekarang kami perkirakan hanya dua kali kenaikan, tetapi tetap akan ada kenaikan. Jadi kita perlu waspada,” tandas Agus.

BI juga akan tetap mencermati dinamika ekonomi yang terjadi di China dan tren penurunan harga komoditas global yang saat ini sudah berdampak negatif kepada negara-negara berkembang. Seperti harga minyak dunia.

“Harga minyak dan komoditas lain sudah berdampak kepada negara-negara yang mengandalkan komoditas. Seperti Rusia, Brazil, dan Venezuela ada tekanan yang besar di nilai tukarnya,” tegas dia. bari/mohar/fba

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…