TURUNNYA HARGA MINYAK DUNIA - Mulai Pengaruhi NPL Bank

Jakarta - Harga minyak dunia kini berada di level rendah di kisaran US$20-30 per barel, ternyata mulai berdampak terhadap kondisi kredit bermasalah (non performing loan-NPL) dan perbankan kini membatasi penyaluran kredit ke sektor usaha pertambangan.

NERACA 

Hal ini mulai dirasakan oleh sejumlah bank BUMN maupun swasta di Indonesia . Seperti diakui oleh Direktur Treasury & Markets Bank Mandiri (Persero) Pahala N Mansury, bahwa harga minyak dunia yang rendah cukup memberikan pengaruh ke sektor perbankan. 

"Kami sampai dengan saat ini, kalau lihat tentunya ada pengaruhnya sedikit. Secara sistem perbankan ada kenaikan dari angka NPL dan banyak sebetulnya sektor-sektor turunan dari industri pertambangan. Tentunya ada pengaruhnya," ujar Pahala di Jakarta, Jumat (29/1).  

Meski demikian, menurut dia, Bank Mandiri sebenarnya tidak mempunyai portofolio yang besar di sektor pertambangan. Pihaknya berharap akan ada perbaikan harga minyak sehingga tidak memberikan dampak yang dalam ke sektor perbankan. 

Terkait beberapa perusahaan pertambangan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) atau layoff terhadap karyawan, Pahala mengaku hal ini tidak tertular ke perseroan. Hingga saat ini, kata dia, Bank Mandiri sama sekali tidak melakukan PHK. . 

Memang benar sektor perbankan saat ini tengah berhati-hati dalam mengucurkan kreditnya, terutama untuk kredit di sektor pertambangan. Hal ini karena di saat harga minyak dunia anjlok seluruh komoditas pertambangan lainnya ikut memerah harganya. Seperti komoditas batubara. Dengan kondisi demikian, membuat rasio kredit macet atau non performing loan (NPL) juga membengkak.

“Untuk komoditas pertambangan, dililihat dari kaca mata kredit perbankan, ada dampak pada NPL yang naik,” ujar Pahala.

Tak hanya sektor utama pertambangan, sektor turunan tambang juga mengalami masalah dengan NPL. Untuk itu, pihaknya sangat hati-hati dalam melakukan pengucuran kredit sektor pertambangan.

Menurit dia, di saat harga minyak masih di bawah US$30 per barel, semua sektor terkena dampaknya. Untuk itu, ia berharap harga minyak dunia bisa melonjak ke level US$50 di semester kedua tahun ini. “Sehingga komoditas lain bisa terkerek naik mengikuti harga minyak,” sebutnya.

Di tempat yang sama Presdir BCA Jahja Setiaatmadja menegaskan, sektor pertambangan justru sebagai sektor yang masih akan lama pulihnya. Untungnya, bagi BCA, debitur di sektor pertambangan tidak banyak, sehingga tidak terkena dampaknya.

“Kalau itu banyak pastinya NPL kami itu akan meningkat tinggi. Makanya sekarang NPL kami masih teyap terjaga. Makanya sektor ini kami hindari,” ujarnya.

Seperti diketahui harga minyak dunia belakangan ini yang masih terus anjlok, bahkan sempat di bawah US$30 per barel, telah menimbulkan gejolak di perusahaan minyak dan gas (migas). Banyak perusahaan migas yang akan gulung tikar jika penurunan harga minyak masih terus terjadi.

“Dengan kondisi saat ini yang di kisaran 30 dolar AS per barel, sudah banyak yang kolaps, kalau ini berjalan terlalu panjang, pasti yang akan kolaps lebih banyak lagi,” tegas Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto di sela-sela acara Ikatan Alumni Institut Teknologi Surabaya (IKA ITS) di Jakarta, Sabtu (30/1).

Bahkan, kata dia, kondisi saat ini juga memukul kinerja Pertamina. Sehingga di tahun ini, pihaknya pun menggunakan asumsi itu di angka US$30 per barel dari asumsi awalnya yang di angka US$50 per barel.

“Berarti turun 40%. Untuk itu, kami juga harus dapat survive, maka cost-nya harus dipangkas sebanyak 30% dan revenue-nya kami evaluasi,” ujarnya.

Namun, kendati terpukul anjloknya harga minyak, pihaknya tak mau hanya sekadar survive, tapi juga harus bisa berkembang. “Sebenarnya saat harga minyak rendah ini juga peluang bagi kami untuk berinvestasi. Jadi tantangan buat kami, pertama adalah survive dan yang kedua tetap menangkap peluang harga minyak rendah ini untuk investasi,” ujarnya seperti dikutip aktual.com

Untuk itu, pihak Pertamina mengupayakan melakukan efisiensi dalam bisnisnya. “Jadi kami akan fokus untuk menekan biaya ‎operasi dulu. Cutting cost 30 persen. Itu targetnya. Penggunaan jasa harus dievaluasi, jadi ada renegosiasi untuk sama-sama baik di penyedia jasa atau di Pertamina sendiri, harus bisa survive,” pungkas Dwi.

Perusahaan Migas Asing

Di sisi lain, Chevron Indonesia Company menanggapi desas-desus yang menyebutkan rencana pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.700 karyawan yang disebabkan oleh anjloknya harga minyak mentah (crude) dunia. 

Menurut Senior Vice President, Policy, Government, and Public Affairs Chevron Indonesia Yanto Sianipar mengatakan, perusahaan minyak dan gas bumi (migas) itu kini tengah melakukan kajian terhadap semua model bisnis dan operasi. 

"Latar belakangnya bukan hanya karena harga minyak yang rendah, melainkan sejak tahun lalu kami sudah melakukan tinjauan terhadap bisnis dan operasi di lapangan," kata Yanto kepada kompas.com, pekan lalu.

Dia mengatakan, perubahan model operasi tersebut tentu saja berpengaruh terhadap struktur dan ukuran organisasi. Oleh karena itu, Yanto menegaskan, semua perubahan yang terjadi di Chevron bukan keputusan yang mendadak, melainkan sudah melalui proses panjang. 

"(Soal rencana PHK) Saya tidak bisa men-disclose karena ini sedang berjalan semua perubahan itu," kata Yanto.

Sementara itu, ketika ditanya adakah penundaan belanja modal (CAPEX) atau efisiensi biaya operasi (OPEX) pada tahun ini, Yanto memastikan bahwa perusahaan berkomitmen dengan angka yang sudah disepakati dalam work plan and budget (WPNB) Desember 2015.

"Dalam pertemuan dengan SKK Migas, kami sudah menyetujui WPNB 2016 yang disesuaikan dengan kondisi terkini, kapital, dan biaya operasinya disesuaikan dengan kondisi terkini. Kami tetap sama, tidak berubah dari persetujuan bulan Desember. Kami tetap komit," jelas Yanto. 

Sebelumnya, santer dikabarkan bahwa Chevron akan merumahkan 1.700 karyawan sebagai buntut anjloknya harga minyak mentah di bawah US$30  per barrel. Adapun perusahaan migas lain, Shell Indonesia, juga belum bisa memberikan pernyataan terkait dampak rendahnya harga minyak mentah. 

Menanggapi gejolak di industri hulu migas ini, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menyampaikan, pemerintah memahami kondisi yang menimbulkan gejolak tersebut.

"Kami sedang melihat seluruh regulasi, dan feeling saya, dengan harga rendah ini tetap akan banyak perusahaan yang berpikir ulang," kata Sudirman. 

Saat ini, dia mengatakan, Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM IGN Wiratmadja Puja dan Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Amien Sunaryadi terus melakukan diskusi dengan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS). bari/mohar/fba

 

BERITA TERKAIT

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…

BERITA LAINNYA DI Berita Utama

MESKI TERJADI KETEGANGAN IRAN-ISRAEL: - Dirjen Migas: Harga BBM Tak Berubah Hingga Juni

Jakarta-Dirjen Minyak dan Gas Bumi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Tutuka Ariadji mengungkapkan harga bahan bakar minyak (BBM)…

PREDIKSI THE FED: - Tahan Suku Bunga Imbas Serangan Iran

NERACA Jakarta - Ketegangan konflik antara Iran dengan Israel memberikan dampak terhadap gejolak ekonomi global dan termasuk Indonesia. Kondisi ini…

PEMERINTAH ATUR TUGAS KEDINASAN ASN: - Penerapan Kombinasi WFO dan WFH

Jakarta-Pemerintah memutuskan untuk menerapkan pengombinasian tugas kedinasan dari kantor (work from office-WFO) dan tugas kedinasan dari rumah (work from home-WFH)…