"Berburu Investor Demi Unyil Reborn" - Shelvy Arifin - Direktur Utama PFN

Pada era Menteri BUMN dijabat Dahlan Iskan, sejumlah gebrakan dilakukan. Salah satunya mengangkat sosok wanita menjadi pimpinan perusahaan BUMN. Ya, Menteri BUMN masa Pemerintahan SBY - Boediono itu mengangkat Shelvy Arifin sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Produksi Film Negara (PFN) yang baru berdasarkan SK Pengangkatan Nomor: SK-310/MBU/2013, terhitung sejak 15 Juli 2013. 

Tugas wanita berhijab nan enerjik ini tidak mudah. Membangkitkan PFN yang sempat masuk katagori BUMN dhuafa atau berkinerja negatif. “Visi dan misi saya ingin mengembalikan PFN sebagai produksi film dokumenter. Salah satunya, ya, ‘menghidupkan kembali’ film Si Unyil,” papar dia.

Selain itu, tantangan lainnya yang harus dilalui Shelvy untuk membangun kembali perusahaan pelat merah yang pernah mengalami masa jaya di era 1970-1980-an tersebut adalah menyangkut visi dan misi PFN di era industri kreatif yang kini semakin kompleks sekaligus menuntut kesiapan sumber daya, termasuk sumberdaya manusia (SDM).

"Setelah 11 tahun mati suri, PFN telah bangkit dengan film dokumenternya ‘Biji Kopi Indonesia’ pada tahun 2013. Era tahun 1970 hingga 1980-an PFN merupakan perusahaan film Indonesia yang cukup produktif, bahkan memiliki laboratorium film terbesar di Asia Tenggara. Mengapa kita tidak mencoba membangkitkannya dan menjadikannya lebih besar," tegasnya.

Bicara film Si Unyil, tahun ini PFN tengah berburu investor yang mau membiayai pembuatan film terbarunya berjudul "Unyil Reborn" senilai Rp6 miliar untuk 13 episode. Shelvy pun optimis langkah tersebut berhasil dijalankan. "Kita sedang mencari investor. Jika ada kita siap berproduksi. Saya yakin bisa dapat (investor)," katanya.

Pencarian investor tersebut, lanjut Shelvy, dilakukan perusahaan pembuat film milik Negara itu lantaran PFN belum memiliki dana untuk melakukan produksi. Ke-13 episode tersebut merupakan bagian dari "Unyil Reborn" musim pertama dan berharap bisa dirilis pada Juli 2016 mendatang.

"Saat ini kita baru membuat cuplikannya dan kita akan rilis bulan Februari ini," tambahnya. Shelvy juga menerangkan PFN tengah mematangkan kerja sama dengan beberapa pihak yang akan terlibat dalam produksi film kartun tiga dimensi ini.

Film ini, tambah dia, akan dikerjakan oleh studio film Indonesia yang sudah tersertifikasi yaitu Asosiasi Industri Animasi dan Kreatif Indonesia (AINAKI). "Kalau kita perhitungkan dari sponsorship, merchandise dan lain-lain, dalam kurun waktu satu tahun ini kita bisa membukukan pendapatan sebesar Rp20 miliar hanya dengan modal Rp6 miliar," tandas Shelvy.

Meski tengah berusaha bangkit di era globalisasi, Shelvy menjamin bila PFN akan tetap mempertahankan jati dirinya, yang tetap menampilkan nilai-nilai kebangsaan dan nasionalisme, walaupun kini PFN juga berupaya untuk melakukan langkah komersial untuk setiap produksi filmnya yang bertemakan ke-Indonesia-an.

“Saya juga ingin memantapkan sinergi dengan seluruh BUMN untuk saling bekerja sama, saling memajukan, termasuk memajukan PFN agar semakin bangkit dan berlari kencang,” pungkasnya.

Pada 2014, PFN bekerjasama dengan perusahaan film asing, seperti Ocean Century Pictures (OCP) dari Kota Chongqing, Republik Rakyat China. Ini menandai bangkitnya PFN setelah mengalami ‘tidur panjang.’

Selain itu, kerja sama pembuatan film ini sebagai sarana untuk lebih mengangkat Indonesia beserta destinasi wisatanya dan mempererat hubungan baik antara masyarakat Indonesia dan China. Dalam film ber-genre komedi dengan OCP, selain melibatkan insan film Indonesia dan China, lokasi syuting sebagian besar akan dilakukan di Bali, setelah Beijing dan Chongqing.

PFN adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berawal dari perusahaan Java Pacific Film (JPF)  didirikan Albert Balink di Batavia (Jakarta) pada 1934, kemudian menjadi Algemeene Nederlands Indiesche Film (ANIF), dan masa penjajahan Jepang (1942-1945) menjadi Nippon Eiga Sha, serta berubah menjadi Berita Film Indonesia, kemudian Perusahaan Film Negara (PFN) sejak 1975.

Produksi awal PFN semasa bernama JPF adalah "Pareh" (1935), dan filmnya yang hingga kini masih ada walau diproduksi pihak swasta adalah boneka "Si Unyil" yang diproduksi PFN pada 1981. [ahm]

BERITA TERKAIT

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…

BERITA LAINNYA DI

Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah

  Yudi Candra  Pakar Membaca Wajah  Menggali Potensi SDM Melalui Baca Wajah Memang garis takdir manusia sudah ditentukan oleh tuhan.…

Tanamkan Cinta Tanah Air dan Bela Negara

Prof. Dr. Erna Hernawati, Ak., CPMA., CA., CGOP.Rektor Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta Predikat KARTINI MASA KINI pantas disematkan…

Selamatkan Masa Depan 250 Ribu Siswa Keluarga Ekonomi Lemah

KCD Wilayah III‎ Disdik Jawa Barat, H.Herry Pansila M.Sc    Saatnya Untuk selamatkan 250 Ribu Siswa dari Keluarga Ekonomi tidak…